Di kampungku, hidup sepasang kakek nenek. Kehidupan mereka terbilang cukup, dikaruniai 5 orang anak. Atas perjuangan dan doa kedua orang tua ini, empat orang anaknya telah memperoleh pekerjaan sebagai PNS, sedangkan satu orang mengalami gangguan mental sejak lahir sehingga hidupnya tidak seperti manusia normal lainnya. Namun demikian, baik kedua orang tua ini maupun saudaranya sangat menyayanginya.
Disaat mereka sedang menikmati hidupnya karena keempat anaknya telah pula menikah, pasangannya juga semua telah memperoleh pekerjaan, sang ibu terkena penyakit stroke. Penyakit stroke merupakan penyakit yang selalu menghantui orang yang telah berusia lanjut selain penyakit gula ataupun penyakit rematik.
Si kakek merupakan salah satu tokoh masyarakat yang sangat disegani di kampungku, beliau menjadi tempat meminta petunjuk dan nasehat warga, tidak seorang pun dari anaknya yang berani berlawanan dengan beliau padahal pendidikan anaknya lebih tinggi dari beliau. Tidak seorang pun juga warga yang berani pada beliau karena mereka sangat hormat padanya.
Kehidupannya berubah setelah istrinya mengidap penyakit stroke, anak-anaknya tidak bisa merawat ibunya karena bekerja di luar daerah. Mereka hanya bisa memenuhi segala kebutuhan kedua orang tuanya.
Sebagaimana penderita penyakit stroke lainnya, istri beliau juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Akhirnya beliau memutuskan untuk merawat istrinya yang telah menemani dan melayani beliau selama ini, yang telah merawat, membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan hingga anak-anaknya mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kehidupan rumah tangganya.
Melihat beratnya beban yang dihadapi oleh orang tuanya, anak-anaknya berencana meninggalkan pekerjaannya guna merawat ibunya. Mendengar rencana tersebut, sang ayah mengumpulkan semua anaknya.
“Saya dan ibu kalian sangat senang mendengar rencana kalian, itu karena kami yakin bahwa kalian sangat cinta dan sayang pada kami terutama pada ibu kalian. Namun perlu kalian ketahui bahwa apa yang kalian peroleh hari ini adalah merupakan doa dan usaha yang kami lakukan selama ini, bertahun-tahun kami berusaha, banting tulang, setiap rejeki yang kami peroleh kami tabung untuk pendidikan kalian, untuk memenuhi kebutuhan kalian, kami bangga dengan apapun yang telah kalian raih hari ini. Oh yah... kalian dengar suara-suara itu? Mereka adalah cucu-cucu kami, perlakukanlah mereka sebagaimana kami lakukan pada kalian. Tidak ada gunanya kalau doa dan usaha kami terputus ditangan kalian, kami ingin melihat mereka sama atau bahkan melebihi kalian. Jadi jangan kecewakan kami, jangan tambah beban ibu kalian karena kalian tidak mengurus cucu-cucu kami. Ibu kalian selalu bertanya bagaimana keadaan cucu-cucuku, saya jawab mereka baik-baik saja”
“Sudah lebih dari 45 tahun, kami hidup bersama. Selama itu pula, ibu kalian selalu melayani saya, siang dan malam menyiapkan makanan saya, mencuci pakaianku, dan lain sebagainya. Disaat saya sakit, dia selalu merawat saya, kalian saat itu sedang sekolah, sehingga ibu kalian melakukannya seorang diri. Ketika ada telpon dari kalian, seringkali dia berbohong agar kalian merasa tenang, misalnya kami sehat-sehat padahal diantara kami ada yang lagi sakit, kalau ada yang butuh uang maka uang belanja kami, yang kami kirim pada kalian walaupun setelahnya kami hanya makan ubi atau nasi tanpa lauk. Coba kalian bayangkan, 45 tahun bukanlah waktu yang singkat tetapi ibu kalian mampu melakukannya dengan sabar dan tabah, dia tidak kenal putus asah. Tentu demi membahagiakan saya dan kalian”.
“Kalau kalian meninggalkan pekerjaan kalian, apakah kami bahagia? Tidak, kami justru akan sedih karena kalian tidak menghargai perjuangan kami, jadi rawatlah pekerjaan kalian, merawat pekerjaan dan rumah tangga kalian lebih membahagiakan kami karena apa yang kalian peroleh sekarang dan dimasa datang adalah jawaban atas doa kami selama ini.”
“Ibu kalian adalah tanggung jawabku, ibu kalian telah menunjukkan cinta dan pengorbanannya selama 45 tahun ini, maka sekarang saatnya saya ingin membuktikan cinta dan kasih sayangku pada ibu kalian dengan jalan merawat beliau. Sedangkan kalian, buktikan cinta kalian dengan jalan merawat pekerjaan dan rumah tangga kalian, jaga dan didiklah cucu-cucu kami dengan cinta dan kasih sayang yang pernah ibu kalian ajarkan dulu.”
Setelah pertemuan itu, anak-anak beliau kembali ke daerah masing-masing. Sang kakek mulai menunjukkan rasa cintanya. Mulai dari memandikan istrinya, menyiapkan makanannya, kemudian menyuapinya, memberi obat, mengganti popoknya sekaligus membersihkannya, mencuci pakaiannya, menjaga kebersihan kamarnya, kadang mengurut istrinya, bercerita tentang anak dan cucunya, tentang keadaan dikampung dan sebagainya. Semua beliau lakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Kalau ada anaknya yang pulang kampung satu atau dua hari, beliau manfaatkan untuk bersilaturahim dengan tetangga, kerabat atau tokoh-tokoh masyarakat di kampung. Kadang juga beliau ke kota yang jaraknya 80an kilometer dari kampung untuk membeli berbagai kebutuhan mereka termasuk membeli barang yang sangat disukai istrinya.
Tidak terasa, sudah setahun lebih beliau jalani kehidupan ini, penyakit istrinya semakin berat, berbagai upaya pengobatan telah dicoba baik medis maupun non medis. Hingga akhirnya istri beliau meninggal dunia dalam keadaan tenang. Beliau merasa terpukul karena katanya belum sempat membahagiakan istrinya. Dikampung kami, terhadap orang yang meninggal selalu ada peringatan 3 malam, 7 malam, 40, 100 dan 120 malam. Beliau minta izin pada perangkat agama di kampung agar pembacaan tahlilan, beliau sendiri yang pimpin, subhanallah para perangkat agama menyetujuinya, bahkan pada saat menguburkan jenazah istrinya, beliau salah satu dari 3 orang yang terlibat.
Begitulah cinta beliau terhadap pasangannya, anak-anaknya, dan masyarakat dikampung yang patut di contoh dan diteladani. Semoga doa, cinta dan kasih sayang dari beliau dan anak-anaknya dikabulkan oleh Allah SWT, sehingga istri beliau mendapat tempat yang baik sebagaimana tempat orang-orang yang diberi petunjuk dariNya. Amin.
Artikel keren lainnya: