Menjadi guru memang enak, apalagi kalau sudah liburan dimana pegawai lain harus berkutat dengan pekerjaannya. Mendengar anak didik sukses, perasaan semakin bangga, kita lupa dengan segala macam lelah, bahkan timbul perasaan bahwa kitalah pahlawan kesuksesan anak didik tersebut.
Akan tetapi kita tidak pernah menyadari bahwa tugas guru tidak semata-mata berhubungan dengan yang indah-indah. Misalnya saya pernah tulis di blog ini bahwa guru sangat dekat dengan surga, alasannya karena setiap upacara bendera hari senin guru selalu didoakan oleh siswanya, kalau siswanya berjumlah seribuan orang maka setiap hari senin, doa yang dipanjatkan kepada Tuhan ribuan pula jumlahnya. Satu saja yang dikabulkan maka sudah pasti kita menjadi ahli surga.
Bahwa tugas guru juga berhubungan dengan sesuatu yang sangat berbahaya, suatu beban yang mungkin suatu saat tidak akan pernah bisa dipikul. Inilah bahaya yang jarang disadari oleh guru, yang memungkinkan guru menjadi ahli neraka walaupun semua orang mengakui bahwa profesi guru adalah profesi mulia.
Sederhananya begini! Bapak ibu guru, seandainya setiap kali mengajar, kita diberi skor 100 persen. Nilai capaian yang kita peroleh selama satu semester hanya 95 persen maka kita berutang sebesar 5 persen per siswa. Semester berikutnya juga andaikan capaian kita hanya 95 persen maka jumlah utang yang harus kita tanggung sebesar 5%, selama dua semester atau satu tahun pelajaran jumlahnya menjadi 10%. Utang 10% itu baru satu siswa, berapa orang siswa yang anda ajar sampai sekarang atau selama menjadi guru? Silahkan kira-kira sendiri berapa utang yang harus anda pertanggung jawabkan.
Pada saat siswa yang kita ajar dinyatakan “lulus” dari sekolah, kita pasti ikut berbangga. Kita tidak pernah sadari bahwa lulusnya siswa menandakan tertutupnya kesempatan untuk membayar utang mengajar kita.
Sampai disini mungkin kita akan berpikir bahwa “ah... mereka sudah lulus dari sekolah ini, berarti utang mengajar telah lunas”. Bapak ibu guru, tidak semudah ini pemahamannya!. Coba anda bayangkan seandainya masa depan anak tersebut ditentukan oleh 10 persen yang belum kita ajarkan, bagaimana pendapat anda?
Tentunya itulah tanggung jawab kita! Sebuah tanggung jawab yang saya katakan di atas tadi sebagai utang mengajar yang mesti dibayar. Seandainya 20 persen jumlah siswa yang pernah kita ajar gagal meraih masa depannya akibat utang mengajar kita yang belum dibayar, mampukah anda membayangkan beratnya beban yang harus anda pertanggung jawabkan? Ingatlah bahwa ini akan berlaku selama hidupnya anak didik tersebut, artinya kalau kita bersedekah maka selama sedekah kita masih dimanfaatkan maka selama itu pula pahala akan mengalir kepada kita. Begitu pula dengan persoalan utang mengajar, selama utang mengajar belum dibayar dan anak didik masih tenggelam dalam kegagalannya maka selama itu pula dampak negatif dari utang mengajar akan mengalir pada kita.
Jadi, bapak ibu guru, jangan pernah bermain-main dengan persoalan mengajar. Mengajar merupakan profesi mulia dimata Tuhan, tentu tanggung jawabnya juga sangat berat sebab berhubungan dengan kemuliaannya. Pada intinya, menjadi guru harus selalu maksimal mempersiapkan diri sebelum memberikan pembelajaran di kelas. Jangan sampai justru menumpuk utang mengajar yang kelak wajib dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Belum ada tanggapan untuk "Bahaya Bagi Guru yang Mengajar Tidak Maksimal"
Post a Comment