Beranda · Artikel · Motivasi · Merdeka Belajar · Bahan Ajar · PTK · Pembelajaran

32 Foto Pojok Literasi di Kelas yang cantik

Untuk meningkatkan minat baca siswa, pemerintah mencanangkan program literasi disemua sekolah. Program 15 menit membaca sebelum pelajaran dimulai adalah bentuk keseriusan pemerintah dalam meningkatkan minat baca siswa. Program ini sangat baik dan bernilai positif bagi tumbuh kembangnya siswa.

Di beberapa daerah bahkan menjadikan pojok literasi sebagai lomba guna mendorong sekolah menerapkan pojok literasi di kelas-kelas belajarnya.

Berikut beberapa contoh pojok literasi yang sangat kren-kren tapi tetap bernilai edukasi.

































Artikel keren lainnya:

Alasan mengapa usia anak masuk SD minimal 6 tahun yang ditetapkan oleh Pemerintah

Banyak orang tua yang mensegerakan anaknya didaftarkan ke SD walaupun usianya masih di bawah 6 tahun dengan pertimbangan sudah memiliki kemampuan mengikuti pelajaran, akibatnya terbentur dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Tentu menimbulkan kekecewaan bagi orang tua karena dianggap menghalangi anak.

Padahal jika orang tua mengetahui alasan pemerintah membatasi usia anak SD minimal 6 tahun, mungkin tidak akan ada yang memaksa anaknya didaftarkan ke SD apabila usianya belum cukup 6 tahun. Olehnya itu, saya mencoba berbagi informasi terkait alasan pemerintah menetapkan usia minimal anak SD adalah 6 tahun. Berikut rinciannya!

Aspek Fisik
Di usia 6-7 tahun, anak dianggap sudah siap secara fisik. Gerakan motorik anak sudah lebih bagus. Otot dan sarafnya juga sudah terbentuk. Pada usia ini, anak sudah menyukai aktivitas terstruktur, mulai senang jika mendapat tanggung jawab dan peranan baru, tetapi masih butuh pengarahan dari orang dewasa untuk memastikan apakah yang dilakukannya sudah benar. Selain itu, Mulai Mampu menggunakan jari-jari untuk aktivitas yang lebih halus. Misalnya, ia sudah mampu membuka halaman buku dengan hati-hati dan mampu menggabungkan beberapa gerakan sederhana. Misalnya: berlari sambil menendang bola.

Aspek Psikologis
Dalam teori perkembangan, anak mulai bisa berkonsentrasi dengan baik pada usia anak diatas 6 tahun. kemampuan konsentrasi meningkat, semakin mampu memilah materi mana yang harus diperhatikan dan yang harus diabaikan. Rentang konsentrasi untuk usia sekolah biasanya sekitar 30-45 menit.

Aspek Kognitif
Saat akan masuk SD, anak diharapkan sudah siap menerima pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Perkembangan anak SD sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Hal ini ditandai dengan kelebihan gerak aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik. contohnya: menggambar, melukis, mengetik (komputer) dll (Yusuf, 2006: 56).

Aspek Emosi
Umumnya pada usia tersebut, anak sudah memiliki kematangan emosi dan kemandirian. Anak mulai sadar bahwa pengungkapan kata-kata kasar tidak diterima di masyarakat. Jadi dia mulai belajar untuk mengkontrol emosinya dalam bergaul.

Yang perlu diketahui adalah anak usia 6-12 tahun mulai mampu berkerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Jika pada tahap ini anak tidak berhasil, maka kedepannya anak akan menjadi pribadi yang rendah diri (minder) dan tidak mampu menjadi pemimpin

Artikel keren lainnya:

Mau sukses mengajar? Isilah hatimu dengan ikhlas dan kasih sayang

Sebagai guru, dikatakan sukses mengajar apabila mencapai dua tujuan yakni berhasil menyelesaikan materi tepat waktu dan berhasil merubah pola pikir dan prilaku siswa sesuai tujuan pembelajaran. Lalu bagaimana mencapai kedua tujuan tersebut? Periksa isi hatimu sebelum mengajar. Apakah isi hatimu hari ini?

Jika isi hatimu hanyalah perasaan negatif misalnya stress, marah, jengkel, malas, pesimis, benci, geram dan lain sebagainya maka kamu tidak akan maksimal mengajar. Materi yang kamu sampaikan tidak akan sampai pada siswa sebab perasaan negatif adalah dinding pembatas komunikasi antara kamu dengan siswa. 

Mengajar membutuhkan kondisi dan pikiran yang sehat. Ketika pola pikir kamu sehat, maka jiwa dan raga akan ikut sehat pula. Dengan demikian akan tercipta komunikasi yang sehat antara siswa dan guru.
“The best & the most beautiful things in the world cannot be seen or even touched – they must be felt with the heart.” Helen Keller
“Keep love in your heart. A life without it is like a sunless garden when the flowers are dead.” Oscar Wilde
Olehnya itu, isilah hatimu dengan perasaan ikhlas, cinta dan kasih sayang. Jangan biarkan perasaan negatif mengisi hatimu karena hanya akan menyesatkan dadamu dan menyusahkan kamu dalam berpikir, teruslah membiasakan mengisi hatimu dengan perasaan positif sebab itulah yang diperlukan dalam mengajar. Ingatlah bahwa siswa senantiasa menjadikan guru sebagai contoh dan teladan, semakin baik perasaanmu hari ini maka semakin baik pula cara mengajarmu termasuk kebersamaanmu dengan siswa di kelas. Komunikasi antara kamu dan siswa yang bersifat positif mendorong terciptanya daya terima siswa secara baik, dampaknya tentu saja materi pelajaran yang diberikan juga semakin cepat dimengerti dan dipahami oleh siswa. 

Artikel keren lainnya:

Website Bahan Rujukan Mata Pelajaran Informatika

Berikut beberapa situs atau website yang menjadi rujukan Pelajaran Informatika. Situs-situs tersebut menyediakan bahan dan artikel terkait pembelajaran HOTS atau pola pikir tingkat tinggi.




__________________________________________________________________________
PEMBELAJARAN ABAD KE-21

leading-together-3-01






__________________________________________________________________________

K12 COMPUTER SCIENCE FRAMEWORK



__________________________________________________________________________
CSTA

CSTA logo


ACM Logo






__________________________________________________________________________
COMPUTER UNPLUGGED






__________________________________________________________________________
ISTE - International Society for Technology in Education

Home
ISTE STANDARDS






__________________________________________________________________________
NGS - Next Generation Science Standards


Home





__________________________________________________________________________
Computational Thinking

Computational Thinking: What and Why?
Computational Thinking : Jeannette M. Wing
Computational Thinking : BBC
Developing Computational Thinkingin Compulsory Education

European Comission Logo









__________________________________________________________________________
Bebras Internasional dan Bebras Indonesia

bebras

Situs Resmi Bebras Indonesia



__________________________________________________________________________
LATIHAN

Olympia




__________________________________________________________________________
KOMPILASI BAHAN-BAHAN PENGAJARAN 
COMPUTING AT SCHOOL

Cas_logo_new


Artikel keren lainnya:

Download Perangkat Pembelajaran LENGKAP Silabus, KD, KI, dll Mata Pelajaran Informatika semua jenjang SD, SMP, SMAterbaru

Berikut beberapa perangkat pembelajaran mata pelajaran Informatika yang dapat anda download. File berjenis xlsx dari aplikas Microsoft Excel. File berikut merupakan bahan pelatihan mapel Informatika bagi peserta pelatihan. 

Berikut daftarnya:

Silabus




KI-KD


KOMPETENSI SD, SMP, SMA













Artikel keren lainnya:

Download Silabus Mata Pelajaran Informatika SMP Kelas 9

Apakah silabus penting bagi guru?
Silabus memang penting karena proses belajar mengajar dapat dikontrol melalu silabus. Mengingat begitu pentingnya maka sebagai guru harus memiliki silabus

Bagi yang butuh silabus mata pelajaran Informatika SMP kelas IX dapat dipeoleh melalui link berikut: 


Semoga bermanfaat!



Artikel keren lainnya:

Download Silabus Mata Pelajaran Informatika SMP Kelas 8

Silabus merupakan salah satu perangkat yang dibutuhkan oleh guru sebelum mengajar. Silabus memuat informasi atau cakupan materi pelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Selain itu, silabus juga menjadi pedoman bagi guru menyusun RPP.

Bagi yang butuh silabus mata pelajaran Informatika SMP kelas VIII dapat dipeoleh melalui link berikut: 


Semoga bermanfaat!



Artikel keren lainnya:

Download Silabus Mapel Informatika SMP Kelas VII


Bagi bapak ibu guru yang mengajar mata pelajaran informatika SMP kelas 7 silahkan download silabusnya berikut ini


Jadikanlah silabus ini sebagai dasar untuk membuat RPP dan Materi Ajar


Artikel keren lainnya:

Download Blockly Games untuk melatih kemampuan Pemrograman Siswa SMP

Salah satu muatan mata pelajaran informatika adalah algoritma dan pemrograman. Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan menguasai algoritma dan pemrograman, olehnya itu dibutuhkan media yang bisa membiasakan siswa untuk memahami cara kerja algoritma dan bahasa pemrograman.

“Blockly games” Sangat baik untuk latihan melatih kemampuan analisis, algoritma dan pemrograman. Ada banyak tantangan yang harus dipecahkan dengan logika. Jangan takut karena logikanya menggunakan alur algoritma yang hanya tinggal diklik saja.
Jika anda tertarik dapat dimainkan secara online dan offline. Berikut tautannya!

Secara Online :

Secara Offline silahkan download aplikasi Blockly Games :

Selamat mencoba semoga bermanfaat


Artikel keren lainnya:

Bahaya Laten Sistem Zonasi Sekolah pada PPDB 2019: "Sekolah Identitas akan bermula dari sini"

Istilah “Politik Identitas” mewarnai proses demokrasi kita mulai dari pilcaleg, pilkada sampai dengan pilpres. Politik identitas sangat kental terasa baik identitas, kesukuan, ras, agama, etnis sampai dengan organisasi dan kelompok. Akibatnya, sebagian kalangan menilainya sebagai sesuatu yang buruk dan membahayakan keutuhan NKRI.

Ternyata pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2019, pemerintah menerapkan sistem zonasi bagi sekolah berdasarkan wilayah tempat tinggal. Jika dipandang dari sudut pemerataan, sistem ini cukup mengisi sekolah-sekolah yang kurang diminati oleh siswa maupun orang tua siswa, namun jika dari sudut keadilan maka sistem ini pada prinsipnya menerapkan “keterpaksaan pilihan” yang dapat berpengaruh pada prestasi dan hasil belajar siswa karena terkait erat dengan motivasi siswa menentukan pilihan.

Akan tetapi, “keterpaksaan pilihan” bukanlah bahaya yang sebenarnya akan dihadapi, tetapi ada bahaya lain yang jauh lebih besar. Menerapkan sistem zonasi sama halnya dengan mengelompokkan masyarakat. Misalnya ada kelompok masyarakat yang tinggal berdasarkan tingkat ekonomi misalnya kawasan elit yang menghuni sebagian besar pusat kota, atau kawasan kumuh termasuk masyarakat ekonomi menengah kebawah biasanya berada dipinggiran kota. 

Konsentrasi pemukiman masyarakat penting untuk dipertimbangkan, umumnya pemukiman masyarakat terbentuk berdasarkan suku, ras, agama dan ekonomi. Saya memandang jika sistem zonasi berdasarkan tempat tinggal terus diberlakukan, maka kedepan semua sekolah umum negeri akan berwujud “sekolah identitas”. Ada sekolah elit karena siswanya dari kelompok masyarakat yang menghuni kawasan elit, ada sekolah kumuh karena siswanya berasal dari kawasan masyarakat kumuh, ada sekolah kesukuan karena masyarakatnya berasal dari kelompok masyarakat yang didominasi suku tertentu, ada sekolah yang siswanya hanya ras atau etnis tertentu, ada sekolah umum negeri yang beridentitas agama tertentu, ada sekolah karyawan pabrik tertentu, dan lain sebagainya.

Jika sekolah umum negeri sudah berkembang menjadi “sekolah identitas” maka sama halnya menciptakan bibit-bibit perpecahan yang bermula dari dunia pendidikan khususnya sekolah. Sekolah akan semakin mudah terdampak oleh masalah-masalah sosial dan politik yang berkembang dimasyarakat. Keraguan saya ini cukup beralasan mengingat pemicu konflik sosial selalu bersumber dari kesalahpahaman bangunan politik, komunikasi dan budaya akibat perbedaan suku, ras, agama, ekonomi bahkan tingkat pendidikan, sebaliknya jangan pula menutup mata karena ada konflik sosial yang bersumber dari masalah yang timbul dari siswa.

Mengingat dampak tersebut maka sebaiknya sistem zonasi yang diberlakukan bagi penerimaan siswa baru (PPDB) sebaiknya dihilangkan, biarkan siswa dan orang tua siswa menentukan pilihan sehingga menciptakan bauran siswa yang berasal dari semua latar belakang. Jika ada sekolah yang kurang diminati maka sudah menjadi tugas pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Tingkatkan standar sekolah baik sarana dan prasarana, pembiayaan, kompetensi guru dan manajemen sekolah termasuk kenyamanan sekolah untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap sekolah dimaksud. Jangan sampai “sekolah identitas” tumbuh berkembang karena bisa merugikan kita semua. 

Artikel keren lainnya:

Wahai guru, bantulah mereka

Seringkali timbul karaguan orang tua terhadap masa depan anak-anaknya, tekanan tanggung jawab membuat mereka berani berkorban membentuk anaknya dengan berbagai keterampilan, les privat dan pemilihan sekolah yang diyakini bisa menyiapkan anaknya mendapatkan kehidupan yang layak. Tujuannya adalah membantu sang anak merangkai masa depannya, potongan-potongan puzzle masa depan dibentuk sedikit demi sedikit, langkah demi langkah dikumpulkan sehingga bisa menjadi gambar utuh.

Perasaan inilah yang mendorong orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah mulai dari Paud, TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Alangkah indahnya jika kita merupakan salah satu bagian dari sejumlah orang yang terlibat membantu anak-anak ini. Siapa diantara mereka yang beruntung itu? Tentunya adalah guru. Gurulah yang paling berjasa membentuk masa depan anak dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Tugas mulia ini wajib diemban oleh guru sebagai pelita yang menerangi jalan anak menuju titik yang ingin dicapainya dengan harapan agar anak menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara terutama bagi dirinya sendiri.

Siapapun yang berprofesi sebagai guru, tuntunlah mereka agar tidak tersesat dalam misi pencariannya. Ketahuilah bahwa guru merupakan pagar yang berdiri kokoh di jalan stapak yang mereka lalui, langkah-langkahnya terdengar jernih ditelinga para guru, keringatnya tercium jelas, keluh kesahnya tergambar di mata para guru, hatinya bersatu dalam ikatan jiwa guru. Nyanyian semangat, motivasi, dan inspirasi sangat membantu menumbuhkan kepercayaan diri mereka selama merangkai bagian-bagian kehidupannya. Olehnya itu, siapkanlah jembatan terbaik untuk dilewati menuju jenjang berikutnya sampai mereka mengumpulkan bagian-bagian itu dalam wujud masa depan.

Artikel keren lainnya:

Pokok-Pokok Pikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Luasnya spektrum perhatian Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan menyebabkan pembahasan yang komprehensif terkait teori dan praktik pendidikannya menjadi tidak mudah dilakukan. Berikut perspektif Ki Hadjar Dewantara mengenai hakikat pendidikan, dasar dan tujuan pendidikan, kurikulum, model pembelajaran, dan evaluasi. 

Hakikat Pendidikan

Pendidikan menempati posisi strategis dalam peningkatan kualitas dan kapasitas seseorang untuk mengarungi kehidupan. Ki Hadjar menempatkan pendidikan sebagai aktivitas yang kompleks dan mencakup mengembangan kualitas manusia secara komprehensif. Menurutnya pendidikan adalah “daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak” (Dewantara, 1962). Proses pendidikan harus memberi perhatian, perlakuan dan tuntunan yang seimbang dalam pengembangan karakter, intelek, dan jasmani anak didik sehingga menghasilkan sumber daya manusia paripurna. Ki Hadjar menegaskan bahwa pendidikan merupakan upaya menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Tuntunan mengisyaratkan bahwa perkembangan anak berada di luar kecakapan dan kehendak pendidik karena anak memilik kodrat tersendiri. Ki Hadjar Dewantara (1962) menyatakan, “kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.” Kutipan tersebut menggambarkan perspektif beliau bahwa pendidikan merupakan proses yang holistik dan integratif. Pengembangan berbagai dimensi manusiawi anak harus ditangani secara berkelanjutan dan melibatkan sinergi orang tua, guru, masyarakat, pengambil kebijakan di pemerintahan, dan lain-lain.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan. pendidikan harus berpijak pada kebudayaan yang dinamis dan mengalami adaptasi secara berkesinambungan. Menurut Ki Hadjar, pendidikan dibangun dengan menempatkan nilai seperti kehalusan rasa, persaudaraan, sopan santun dalam tutur kata dan tindakan sebagai fondasinya. Dalam Kongres I Taman Siswa yang berlangsung pada tahun 1930, beliau dengan lugas menyatakan bahwa pendidikan harus berdasarkan garis hidup bangsanya (kultural nasional) yang ditujukan untuk keperluan prikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya agar dapat bersama-sama dengan bangsa lain untuk kemulian segenap manusia di seluruh dunia (Sularto, 2016). Dengan demikian, kesadaran mengenai garis hidup bangsa dengan kekayaan khazanah budaya luhurnya harus ditempatkan sebagai esensi yang mewarnai teori dan praktik pendidikan.

Dasar Pendidikan

Pendidikan hadir dan berlangsung dalam konteks sosial-budaya. Pendidikan harus menempatkan kebudayaan sebagai fondasinya. Kebudayaan dan pendidikan bersifat inter-relasional. Kebudayaan menyediakan kerangka nilai dimana konsep dan aksi pendidikan diletakkan. Pada saat bersamaan, pendidikan berperan memperkaya dan mengembangkan kebudayaan. Sejalan dengan hal tersebut, Ki Hadjar memandang bahwa pendidikan Indonesia harus dibangun berdasar filosofi nilai-nilai luhur bangsa. Ketika berpidato dalam Sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 03 Maret 1947 di Malang beliau menegaskan bahwa apabila dalam usaha kebudayaan, pendidikan dan pengajaran di Indonesia merdeka hanya sanggup meneruskan cara dan adat lama saja [warisan kolonial], maka tidak perlu adanya revolusi. Bahkan, dengan ungkapan yang sangat tajam beliau memandang apabila bangsa Indonesia hanya menjadi pelanjut warisan kolonial, maka lebih baik Bung Tomo disuruh pulang saja untuk bertani misalnya, dan pemuda-pemuda Indonesia disuruh kembali saja untuk meneruskan pelajarannya di sekolahsekolah (Dewantara, 1962). 

Ki Hadjar telah merumuskan lima asas Taman Siswa. Pada Kongres Taman Siswa pada tahun 1947, lima asas tersebut dinamakan Pancadarma yang terdiri dari: kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan (Sularto, 2016). Melalui rumusan Pancadarma tersebut, Ki Hadjar telah melakukan tindakan revolusioner dan menyampaikan kritik terhadap sekolah-sekolah yang didirikan pemerintahan kolonial. Sekolah yang didirikan pemerintah kolonial sebagai salah satu dari manifestasi kebijakan politik etis dipandang sebagai instrumen kontrol sosial untuk menanamkan perasaan inferior dikalangan penduduk pribumi dan ditujukan untuk menghasilkan pegawai rendahan yang dapat dibayar murah. Untuk itu, Ki Hadjar Dewantara (1962) menyatakan bahwa pendidikan dalam Republik Indonesia harus berdasar kebudayaan serta kemasyarakatan bangsa Indonesia tanpa menutup diri dari dinamika budaya global. Penekanan pada kebudayaan nasional bertujuan agar bangsa Indonesia tidak larut dan hanyut dalam pusaran internasionalisasi sehingga kehilangan identitasnya sebagai rakyat dari bangsa yang berdaulat (Dewantara, 1967). Imperialisme budaya senantiasa harus diwaspadai. Kemerdekaan akan kehilangan makna apabila rakyat terus mengekor pada kebudayaan bangsa-bangsa lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara (2009) imperialisme tidak saja ada dalam bidang kenegaraan, tetapi juga dalam bidang kebudayaan.

Tujuan Pendidikan

Ki Hadjar memaknai pendidikan sebagai proses pemberian tuntunan untuk menumbuhkembangkan potensi anak. Dalam istilah tuntunan tergambar bahwa tujuan pendidikan mengarah pada pendampingan anak dalam proses penyempurnaan ketertiban tingkah lakunya. Dalam artikel berjudul “Sifat dan Maksud Pendidikan” yang dipublikasikan pada tahun 1942, beliau mengemukakan bahwa tujuan pendidikan ialah kesempurnaan hidup manusia sehingga dapat memenuhi segala keperluan lahir dan batin yang diperoleh dari kodrat alam (Dewantara, 2009). Rumusan tujuan pendidikan Ki Hadjar diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Pasal 3 Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1982). Sejalan dengan tujuan pendidikan tersebut, Ki Hadjar menegaskan pendidikan mengemban misi agung dalam pengembangan budi pekerti peserta didik. Seseorang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti mempunyai kemampuan untuk senantiasa mempertimbangkan, merasakan, dan menggunakan ukuran dalam bertindak. Budi pekerti yang dimiliki seseorang dapat memandunya mengambil keputusan atau menentukan secara mandiri tindakan yang dipilihnya secara bijaksana (Dewantara, 1962).

Konsep pendidikan yang diarahkan pada pengembangan kompetensi peserta didik dengan memaksimalkan potensi alami peserta didik dengan mengoptimalkan daya-daya yang berada di sekelilingnya merupakan pandangan yang semakin mendapat tempat dalam diskursus pendidikan kontemporer. Pendidikan tidak semestinya dibatasi pada pengembangan dimensi akademik atau lebih sempit lagi pada dimensi pengetahuan (kognitif) semata. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Republik Indonesia, 2003)

Kurikulum

Istilah kurikulum belum digunakan Ki Hadjar dan tokoh-tokoh pendidikan di tanah air menjelang dan di awal kemerdekaan dalam tulisantulisannya. Padanan kata kurikulum yang digunakan untuk merangkum aktivitas perencanaan dan pelaksanaan pendidikan adalah leerplan (bahasa Belanda). Meskipun demikian, penelitian Wangsalegawa (2009) menunjukkan bahwa gagasan Ki Hadjar dan praktik yang dijalankan di Perguruan Taman Siswa mencerminkan prinsip-prinsip kurikulum sebagai berikut: 
  1. mata pelajaran disajikan berkaitan (interrelated); 
  2. kurikulum disusun secara fleksibel sehingga memberi ruang penyesuaian sesuai kebutuhan individu anak dan masyarakat;
  3. kurikulum harus relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal; 
  4. kurikulum harus menunjukkan keterkaitan teori dan praktik, sebab lulusan Perguruan disiapkan menjalani kehidupan di tengah masyarakat; 
  5. kurikulum disusun dengan mengakomodir perkembangan dan minat peserta anak didik. 


Gagasan kurikulum Ki Hadjar yang diimplementasikan di Taman Siswa menunjukkan kedalaman wawasan dan komitmen beliau untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang berkarakter. Pandangan tersebut sejalan dengan perspektif terbaru yang memaknai kurikulum sebagai representasi simbolik filosofi, budaya, politik, dan ekspresi satu komunitas atau suatu bangsa mengenai hal-hal yang dinilai penting untuk dikuasai peserta didik (Sparapani, dkk., 2014; Asher, 2009). Kurikulum berisi kumpulan gagasan dan aktivitas untuk mentransmisikan dan mentransformasikan hal-hal terpilih yang dipandang bernilai untuk dikenang dari masa lalu, keyakinan pokok mengenai kondisi saat ini, dan harapan mengenai masa depan. Kurikulum diposisikan sebagai pemilihan aspek-aspek yang dipandang penting dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan kehidupan dan merepresentasikan dimensi subyektif dan rasional para pengembang kurikulum (Li, 2009; Goodson & Cricks, 2009). Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memaknai kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Republik Indonesia, 2003).

Metode Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aktivitas inti dalam pendidikan. Interaksi yang melibatkan pendidik, peserta didik dan transformasi materi atau bahan kajian terselenggara melalui pem belajaran. Melalui pembelajaran, guru berupaya mengembangkan iklim atau suasana interaksi yang memungkinkan potensi atau kodrat alam anak menemukan ruang artikulasinya. Ki Hadjar memperoleh inspirasi dalam pendirian dan pelaksanaan Perguruan Taman Siswa dari pandangan Friedrik Frobel (1782-1852) mengenai kodrat anak, Maria Montessori (1870-1952) yang mementingkan permainan untuk perkembangan anak dan Rabindranath Tagore (1861-1941) dengan konsep pesanggrahannya dalam berfokus pada hidup kemanusiaan yang religius (Sularto, 2016). 

Konsep dan praktik pendidikan Ki Hadjar menempatkan suasana yang menyenangkan dan konteks sosial budaya sebagai fondasinya. Menurutnya, pembelajaran di sekolah tidak boleh berjarak atau tercerabut dari lingkungan sosial budayanya. Nilai-nilai budaya dan persoalan aktual dalam masyarakat perlu diperkenalkan sejak dini kepada anak sehingga terbangun kepekaan dan sikap responsif terhadap lingkungan sekitarnya (Yamin, 2009; Wangsalegawa, 2009).

Metode pembelajaran di Taman Siswa bertumpu pada konsep among. Melalui konsep among, Ki Hadjar menempatkan guru sebagai penuntun untuk membantu anak menemukan arah perkembangannya (Sularto, 2016). Dalam konsep among, guru dituntut menempatkan diri sebagai pendamping dan contoh pertama dari kebiasaan-kebiasaan baik yang hendak ditumbuhkembangkan menjadi karakter anak didik. Konsep among mengisyaratkan perlunya perhatian yang proporsional untuk mengembangkan kemampuan atau pengetahuan praktikal anak dan pada saat bersamaan juga memberi ruang pada internalisasi nilai-nilai kultural, nasionalisme, kedisiplinan, dan lain-lain (Wangsalegawa, 2009). Model pembelajaran among mencerminkan relasi pendidik dan anak didik berlangsung dalam nuansa kekeluargaan penuh kehangatan yang bersumber dari tradisi luhur bangsa Indonesia (Yamin, 2009). Ki Hadjar menegaskan bahwa model pembelajaran colonial yang bertumpu pada perintah dan pemaksaan (order and enforcement) perlu direkonstruksi menjadi model pembelajaran yang mencerahkan jiwa anak. Filosofi among menempatkan pembelajaran sebagai arena ruang aktualisasi peserta didik. Among sebagai sistem praksis pendidikan di Perguruan Taman Siswa menempatkan pendidik sebagai mitra yang memberi ruang kebebasan agar anak bias bergerak menurut kemauannya, sementara pamong akan bertindak (kalau perlu dengan paksaan) apabila kemauan tersebut membahayakan diri anak (Sularto, 2016).

Evaluasi

Evaluasi berfungsi memetakan sejauhmana usaha pendidikan telah mencapai tujuan. Ki Hadjar mengingatkan pentingnya penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan secara seksama kondisi mental anak sehingga tidak berimplikasi negatif untuk tumbuh kembang potensi anak. Ketika menyampaikan pidato sambutan penerimaan gelar Doktor Honoris Causa di Universitas Gadjah Mada, Ki Hadjar Dewantara (2009: 168) menyatakan, “Anak anak dan pemuda-pemuda kita sukar dapat belajar dengan tentram karena dikejar-kejar oleh ujian-ujian yang sangat keras dalam tuntutantuntutannya.

Mereka belajar tidak untuk perkembangan hidup kejiwaannya; sebaliknya, mereka belajar untuk dapat nilai-nilai yang tinggi dalam school raport atau untuk ijazah.” Ujian harus dikembalikan pada fungsi awalnya sebagai alat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan. Penilaian semestinya dipahami sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan untuk menetapkan langkah-langkah lanjutan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan. Evaluasi tidak semestinya ditempatkan sebagai alat menghukum seseorang. Evaluasi semestinya dikembalikan pada fungsi awalnya sebagai sarana memperoleh informasi yang dijadikan bahan pertimbangan untuk perbaikan berkelanjutan.

Ki Hadjar menekankan pentingnya konteks sosial budaya dalam evaluasi di institusi pendidikan. Sejalan dengan konsepsi yang ditawarkannya tersebut dalam beberapa decade terakhir model evaluasi yang berpijak dan memperhatikan dimensi sosial dan budaya semakin mendapat ruang artikulasi dalam diskursus pendidikan kontemporer (Abma, 2006; Musanna, 2010). Perkembangan model evaluasi tanggap budaya (culturally responsive evaluation) menunjukkan telah terjadinya pergeseran yang mengarah pada semakin diakuinya gagasan yang diletakkan oleh Ki Hadjar mengenai pentingnya dimensi social budaya mendapat perhatian dalam praktik evaluasi pendidikan (Musanna, 2012).

Artikel keren lainnya:

Tempat tinggal NAGA berdasarkan Cerita Naga pada Karya Sastra Jawa Kuno

Cerita tentang Naga yang sangat dikenal dalam karya Sastra Jawa Kuno adalah Samudramanthana atau Amŗtamanthana, dan Garuḍeya yang keduanya terdapat di dalam Kitab Ādiparwa yang disadur ke dalam bahasa Jawa Kuno pada sekitar abad ke-10. Cerita tentang pengadukan Lautan Susu (Ksirārnawa) untuk memperoleh air Amŗta ini pun terdapat dalam kitab lain yaitu Kitab Tantu Panggelaran yang disusun kurang lebih pada abad ke-16, juga dalam naskah Hariwijaya dan Astikayana yang disusun di Bali sekitar abad ke-19 (Zoetmulder 1974: 69, 386, 396). Cerita tentang pengadukan Ksirārnawa untuk mencari Amŗta terdapat pula dalam Kakawin Rāmayana sarga VIII: 43-59, 73, sarga XIII 6-10, sarga XXI 236 -2371 dan dalam Kakawin Bharatayuddha LI 6-10, namun ceritanya tidak selengkap teks-teks tersebut sebelumnya (Rahayu 2000: 191-205).
   
Ādiparwa Jawa Kuno terdiri dari dua bagian, bagian pertama menceritakan Sarpayajña (korban ular) yang dilakukan oleh Raja Janamejaya, anak Pariksit cucu Abhimanyu, kemudian dilanjutkan dengan cerita tentang pengadukan Lautan Susu (Ksirārnawa) untuk mencari amŗta, yang disambung dengan cerita Garuḍeya. Cerita Garuḍeya ini berisi tentang permusuhan antara Garuḍa anak Sang Winata dan ular-ular anak Sang Kadru, madu Sang Winata. Bagian kedua Kitab Ādiparwa menceritakan tentang kakek Pandawa dan Kaurawa yaitu Byasa, serta kelahiran dan kehidupan masa kecil keturunan Bharata tersebut (Zoetmulder 1974: 68-71).


Samudramanthana yang dikenal pula dengan nama Amŗtamanthana menceritakan pengadukan Lautan Susu (Ksirārnawa) oleh para Dewa dan Aśura (Daitya dan Danawa), untuk mencari air amŗta yang ada di dasar laut tersebut. Gunung Mandara yang terletak di Pulau Śangkha (Śangkhadwipa) tidak jauh dari Lautan Kṣirā, dicabut dan dijadikan alat untuk mengaduk, dan ular-naga Basuki dipakai sebagai tali, kura-kura Akupa bertugas untuk menjadi dasar Gunung Mandara, agar gunung dengan mudah bisa berputar dan tidak tenggelam. Diaduklah Ksirārnawa, dewa-dewa menarik ekor Naga, dan Aśura menarik kepala Naga Basuki. Setelah mengalami kesukaran, akhirnya keluarlah ardhacandra, Sri dan Laksmi, kuda Ucchaihsrawa, permata Kostubha semuanya diambil oleh para Dewa, dan yang terakhir Dhanwantarī menggendong Śwetakamandalu, yang berisi air amŗta, diambil oleh para Daitya. Ketika para Dewa dan Asura sedang beristirahat, Wisnu merubah dirinya menjadi seorang gadis cantik mendekati para Asura, dan ketika Daitya lengah diambillah kamandalu tempat air amŗta, sehingga terjadilah perang dengan kemenangan dewa-dewa. Di Wisnuloka, Dewa-dewa minum air amŗta, dan di antara mereka terdapat seorang Danawa mengubah dirinya menjadi Dewa dan ikut minum amŗta. Penyamarannya diketahui oleh Candra dan Aditya, mereka memberi tahu Wisnu, dan Danawa tersebut dilempar cakra oleh Wisnu. Tubuhnya mati, tetapi kepala tetap hidup karena ketika dilempar cakra, Danawa tersebut telah minum amŗta sampai ke leher. Mengetahui perbuatan Candra dan Aditya marahlah Daitya tersebut, dan pada saat-saat tertentu kepala Danawa itu menelan Candra dan Aditya (Zoetmulder 1974: 69).

Cerita kedua yaitu Garuḍeya juga menceritakan tentang pencarian amŗta oleh Garuḍa untuk menebus ibunya, Sang Winata, yang diperbudak madunya yaitu Sang Kadru. Kejadiannya pada waktu pengadukan Lautan Susu, ketika kuda Ucchaihsrawa akan keluar, sang Winata, ibunya Garuḍa, bermain tebak-tebakan dengan madunya, Sang Kadru, ibu para ular. Winata menebak warna ekor kuda Ucchaihsrawa berwarna putih, tetapi kemudian Kadru minta anak-anaknya menyemburkan bisa ular, sehingga ekor kuda yang semula berwarna putih menjadi hitam. Dengan sendirinya Sang Winata kalah dan dengan kekalahannya itu Sang Winata menjadi budak Sang Kadru. Bahkan Garuḍa yang tidak mengetahui kejadiannya ikut menjadi budak ular-ular anak Sang Kadru. Ketika tahu bahwa ibunya bisa bebas apabila ditebus dengan air amŗta, maka Garuḍa berusaha mengambil amŗta di tempat dewa-dewa. Setelah berhasil ia berjanji akan menjadi wahana (kendaraan) Wisnu, dan amŗta dibawa ke tempat ular untuk menebus ibunya, tetapi ketika Naga membersihkan diri, amŗta diambil oleh Indra. Para ular sangat sedih dan menjilati ilalang tempat amŗta sehingga lidahnya terbelah. 

Perlu dikemukakan disini, bahwa dalam beberapa mitologi, Naga seringkali dibedakan secara fisik dari ular biasa. Naga digambarkan bertubuh lebih besar dari ular biasa, memakai mahkota dan perhiasan lainnya, kadang-kadang digambarkan berkaki empat. Beberapa Naga dianggap setengah Dewa (demi god) dan diang-gap sebagai penyangga bumi (bhūdara), mereka adalah ular-naga Ananta atau Anantabhoga, ular Sesa, ular Basuki dan sebagainya. 

Kitab-Kitab Udyogaparwa, Agastyaparwa, Tantu Panggelaran dan Korawasrama menceritakan Naga sebagai berikut: 
  • dalam Udyogaparwa 62.29 dikatakan: kahananing Naga sinangguhakěn saptapatala (tempat naga di Saptapatala) 
  • dalam Agastyaparwa (abad ke-11) terdapat kalimat: Naga kurma unggwan I kandarana prthiwi (: ular dan kura-kura menyangga bumi) 
  • dalam Tantu Panggelaran dikatakan: sang hyang anantabhoga pinaka dasaring prthiwi (Sang Hyang Anantabhoga sebagai dasar bumi) 
  • dalam Korawaśrama (abad ke-16) terdapat kalimat: nusa yawa kasangga de badawang nala mwang sang anantabhoga (Pulau Jawa disangga oleh Badawang Nala (kura-kura) dan Anantabhoga (Swellengrebel 1936: 202- 204). 


Dari uraian naskah-naskah tersebut, diketahui bahwa tempat tinggal naga ada di dunia bawah (patala) oleh karenanya, naga dianggap sebagai penyangga bumi (bhūdara).

Artikel keren lainnya:

Janganlah menjadi guru seperti penonton sepakbola di stadion

Menangani siswa yang bermasalah tidak seperti sedang menonton sebuah pertandingan sepakbola. Berlomba-lomba memberi saran kepada pemain yang tampil buruk atau bahkan mengeluarkan umpatan yang berakibat pada merosotnya mental pemain. Pemandangan ini seringkali dijumpai ketika menonton pertandingan sepakbola di stadion, kadang saya berpikir seandainya mereka menggantikan pemain tersebut, apakah bisa bermain lebih baik atau minimal seperti yang mereka inginkan?

Begitu pula halnya dengan siswa yang bermasalah. Untuk menangani siswa yang bermasalah percayakanlah kepada guru bimbingan konseling atau wali kelasnya. Guru harus bisa menahan diri, jika ada data dan informasi terkait siswa tersebut sampaikan kepada guru yang menanganinya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman siswa terhadap guru, misalnya siswa merasa terhakimi atau menjadi tertuduh yang pada akhirnya timbul rasa takut pada guru atau merasa benci pada guru.

Ketahuilah bahwa masing-masing individu tak terkecuali siswa memiliki jiwa memberontak apabila mendapatkan tekanan yang melebihi batas kemampuannya. Harapan kita, setelah siswa bermasalah tersebut melalui proses pembimbingan dan pembinaan akan terjadi perubahan pada sikap dan perilakunya menjadi lebih baik, sesuai dengan apa yang kita harapkan. 

Akan tetapi, dalam prakteknya kadang tidak sesuai prosedur penanganan siswa bermasalah. Beberapa guru justru menekan siswa dengan kata-kata yang bernada negatif secara beramai-ramai yang membuat siswa bingung harus mendengar guru yang mana yang berbicara, membuka rekaman perilaku siswa secara beramai-ramai, memarahi bahkan sampai mengancam segala. Disinilah timbul pemberontakan siswa, mereka berusaha melawan sesuai kemampuannya, memandang guru sebagai musuh yang harus ditaklukan agar bisa menguasai situasi yang telah menempatkan mereka pada posisi yang sulit, akibatnya siswa akan melakukan dua hal yang jarang dipahami oleh guru. 

Pertama, siswa akan memilih diam seribu bahasa agar proses yang dilakukan oleh guru cepat selesai. Dengan cepat selesainya proses yang dilakukan oleh guru semakin mempersingkat waktunya berada dibawah tekanan yang dilakukan oleh guru. Kedua, siswa melakukan pembelaan diri jauh melebihi batas norma seorang siswa terhadap guru, mereka akan mengarang cerita bohong dengan harapan bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Yang paling berbahaya adalah mereka akan menantang guru secara fisik, tidak peduli dengan dampaknya, apakah menguntungkan atau merugikan proses pendidikannya, yang diharapkannya adalah keluar dari tekanan para guru yang menghakiminya pada saat itu.

Kedua hal di atas tidak bisa menyelesaikan masalah siswa, bahkan semakin membangkitkan jiwa memberontaknya. Padahal, jika guru berusaha untuk sabar sedikit, menyerahkan sepenuhnya pada guru yang menangani bimbingan konseling atau wali kelasnya, mungkin situasinya akan berbeda. Mereka akan merasa dihargai walaupun harus mendapatkan sanksi atau nasehat yang bernada keras dari guru pembimbingnya atau walikelasnya dalam mendisiplinkan siswa tersebut.

Tanganilah siswa secara manusiawi, tunjukkan bahwa guru adalah orang tua yang menjadi tempat bernaung dari segala macam persoalan. Tegakkan keadilan namun tetap memperhatikan prinsip pendidikan karena guru bukanlah hakim yang memiliki kapasitas untuk menentukan salah dan benar tetapi guru merupakan cermin perilaku teladan yang menjadi ukuran siswa memperbaiki diri. Disisi lain, guru juga harus menjadi yang dipercaya dan amanah, agar siswa yang menuntut keadilan akibat perilaku negatif dari siswa lain merasa terpenuhi tuntutannya.

Memang tidak mudah menjadi guru, disatu sisi materi pelajaran harus tuntas sesuai kurikulum yang berlaku namun disisi lain guru pun dituntut untuk menjadi pembentuk karakter dan moral siswa. Keduanya mesti berjalan beriringan bukan beririsan, peran ganda ini membuat guru bekerja ekstra keras tetapi itulah seni menjadi guru. Guru harus bisa bersenyawa dengan siswa agar mudah memahami dunianya, baik itu kemampuan akademik maupun karakter siswa termasuk mereka yang bermasalah.

Tuntaskan setiap masalah siswa dengan adil dan tetap berpedoman pada nilai-nilai pendidikan, ciptakan kondisi bahwa siswa merasa dihargai walaupun ada dorongan rasa jengkel terhadap perilaku siswa tersebut. Bilamana ini dilakukan oleh guru maka pemandangan seperti penonton sepakbola yang bebas berbicara dan intimidasi pemain karena melakukan kesalahan akibat tidak tampil maksimal tidak akan terjadi lagi di sekolah, jangan sampai siswa memilih diam atau memberontak secara fisik terhadap guru karena akan menyulitkan proses pembimbingan dan pembinaan. 

Artikel keren lainnya:

Mesin Penembus Masa Depan Terbaik

Inilah saatnya! Jangan terjebak oleh ketidakmampuan karena pada hakikatnya kita telah memiliki mesin PENEMBUS MASA DEPAN. Sejak lahir, manusia sudah memiliki mesin itu namun karena pemahaman yang kurang atau kesadaran diri rendah terhadap kelebihan sehingga hampir dipastikan mesin ini diabaikan. Mesin dimaksud adalah otak.

Otak merupakan media penyimpanan data yang unlimited (tanpa batas), kemampuan olah data atau analisis terhadap tanda-tanda kehidupan jauh lebih unggul dibandingkan mesin digital meskipun generasi terbaru. Baik pengalaman, penglihatan dan pendengaran serta perasaan atau yang dirasa oleh panca indera tersimpan rapi di otak, begitu pula dengan ilmu pengetahuan juga terekam. Simpanan ini menjadi saldo yang setiap saat dapat ditarik untuk keperluan hidup, bahan dan sumber solusi terhadap tantangan, hambatan, beban hidup dan resiko-resiko lain yang dihadapi.

Otak mesti diperkaya dengan ilmu pengetahuan agar mudah melakukan simulasi sejumlah input untuk menghasilkan informasi dan data baru sebagai dasar pengambilan keputusan. Kegiatan belajar merupakan cara menambah kemampuan otak, semakin kompleks pengetahuan yang di input ke otak maka semakin banyak pula yang bisa ditarik layaknya mesin ATM yang pada gilirannya mendorong kita terlibat aktif dalam segala aspek karena didukung oleh data yang tersedia di otak.

Pendidikan formal merupakan salah satu contoh yang patut dijadikan rujukan dalam mengisi otak, siswa dituntut mempelajari sejumlah mata pelajaran, mereka pun wajib menuntaskan materi yang dipelajari melalui beberapa jenis ujian. Siswa yang belajar pada jenjang pendidikan formal senantiasa berhadapan dengan informasi baru dan materi baru yang terus berkembang sesuai dengan waktu dan jenjang pendidikannya. Tujuannya adalah untuk mengisi saldo di otak mereka guna memperkaya sumber, informasi, dan proses pengambilan keputusan jika dibutuhkan.

Tantangan kedepan semakin berat, nilai transaksi semakin tinggi, kebutuhan semakin kompleks dan bagi yang minim saldo otaknya, akan tertinggal. Di sisi lain, standar hidup terus meningkat mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan sistem komunikasi sosial yang memaksa setiap orang untuk senantiasa berubah lebih maju. Berat bagi siapapun yang tidak berusaha menyesuaikan dirinya sebab dinamika masyarakat tiap generasi bergerak kedepan bukan kebelakang.

Saya pernah berasumsi, untuk apa kita belajar sejumlah mata pelajaran di kurikulum pendidikan nasional jika hanya keahlian tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan pekerjaan. Ternyata pemikiran ini salah besar, pengalaman hidup telah membuka cara pandang saya dalam memahami sistem pendidikan formal. Keahlian merupakan satu dari sekian banyak faktor penentu keberhasilan namun bila hanya fokus pada keahlian maka siap-siaplah terjebak pada siklus keterbatasan. Sementara keberhasilan diraih melalui upaya menguasai semua bidang ilmu pengetahuan karena kehidupan masyarakat sosial terus berkembang dengan segala permasalahan dan tantangannya yang membutuhkan ragam pengetahuan untuk mengatasinya.

Oleh karena itu, mengisi saldo otak dengan ilmu pengetahuan secara luas, pengalaman dan sebagainya adalah tindakan paling tepat guna memenangkan persaingan hidup. Hanya pemenanglah yang mampu memiliki kehidupan ini dan yang merasakan nikmatnya keberhasilan, selebihnya akan menjadi alat atau mesin bagi pemenang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya menembus ruang masa depan.

Artikel keren lainnya: