Beranda · Artikel · Motivasi · Merdeka Belajar · Bahan Ajar · PTK · Pembelajaran

4 Jenis Metode Pembelajaran Perspektif Ibnu Khaldûn

Menurut Ibnu Khaldûn, metode pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru antara lain : 

1) Metode Bertahap dan Pengulangan 

Dalam metode pengajaran Ibnu Khaldûn menggunakan metode berangsur-angsur setapak demi setapak, sedikit demi sedikit dan ia menganjurkan agar seorang pendidik itu bersikap sopan dan halus pada muridnya, hal ini juga termasuk sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah guru utama bagi anaknya. Menurut Ibnu khaldûn, keahlian adalah sifat dan corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. 

Ibnu Khaldûn memberikan petunjuk bahwa seorang guru pertama sekali harus mengetahui dan memahami naluri, bakat dan karakter yang dimiliki para siswa. Ia harus memulai pelajaran yang dipandang mudah dicerna oleh para siswa dan setelah itu baru dilanjutkan pada materi pelajaran yang sulit dan rumit. Pelajaran yang efektif menurut Ibnu Khaldûn harus dicapai setahap demi setahap. Pada tahap yang pertama, pada permasalahan yang besifat fundamenatal dan pokok harus diperkenalkan, dan dalam melakukan masalah ini seorang guru harus meneliti potensi intelektual anak didik dan harus mempersiapkan diri untuk menjelaskan materi yang akan diajarkan. 

Pada tahap yang ketiga seorang guru harus memberikan perbaikan pada seluruh materi pelajaran yang diberikan, dengan demikian ia tidak meninggalkan pelajaran yang tidak jelas dan samar-samar. Seorang guru juga harus menjelaskan dengan terang segala hal yang masih bersifat rahasia dan samar-samar dari disiplin ilmu kepada para siswa. Jika para siswa dididik dengan cara demikian, maka ia akan mencapai dan menguasai materi pelajaran secara utuh.

Penggunaan metode tadarruj wa tikrari yang dipergunakan Ibnu Khaldûn juga dikutip oleh musthafa Amin dalam bukunya Tarikh al-tarbiyah menurutnya : Ibnu Khaldûn berpendapat bahwa dalam pengajaran agar disampaikan secara global pada tingkat permulaan kemudian sesudah itu secara terperinci. Pertama kali diberikan kepada anakanak pokok masalah atau bahasan dari tiap-tiap bab dari ilmu yang akan diajarkan. 

Dijelaskannya secara global pokok bahasan dari masing-masing bab. Kemudian dilakukan langkah pengulangan kedua, yaitu guru mengulangi kembali pelajaran yang telah diberikan pada langkah pertama dengan memberikan penjelasan secara terperinci, tidak ada lagi yang umum (mujmal), masalah masalah khilafiyah hendaklah dikemukakan secara jelas sampai anak-anak dapat memahaminya dengan baik dan benar. Kemudian dilakukan langkah ketiga, guru melakukan pengulangan lagi pelajaran yang telah diberikan dari awal (review). Pada langkah ketiga ini, diharapkan murid benar-benar sudah memahami dan menguasai materi yang telah diberikan.

2) Metode Dialog dan Diskusi

Metode diskusi adalah metode yang berdasarkan pada dialog, perbincangan melalui tanya jawab untuk sampai kepada fakta yang tidak dapat diragukan lagi, dikritik dan dibantah lagi. Tidak diragukan lagi bahwa metode dialog dan metode diskusi adalah merupakan salah satu metode penting dalam pendidikan, karena metode ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pemikiran dikalangan anak didik, terutama dikalangan anak didik senior. 

Disamping metode ini berfungsi mengembangkan sikap, menghormati ide-ide orang lain dan menolak fanatik buta. Bagi mereka yang ikut ambil bagian dalam dialog dan diskusi sewajarnya memperkuat pendapatnya dengan argumen-argumen yang beraneka ragam. Dan ada akhirnya menerima pendapat-pendapat yang benar dari pihak lain yang ikut ambil bagian dalam dialog dan diskusi.

Metode ini sangat berperan membentuk dan meningkatkan kebiasaan ilmiah dikalangan anak didik, terutama dikalangan anak didik yang telah dewasa. Ibnu Khaldûn mengatakan bahwa cara yang paling mudah untuk memperoleh kebiasaan ilmiah adalah melalui kemampuan mengungkapkan secara jelas dalam dialog dan diskusi tentang masalah-masalah ilmiah. hal ini berfungsi mendekatkan atau menjelaskan maksud masalah-masalah ilmiah sehingga masalah-masalah tersebut dapat mengerti.

3) Metode Wisata

Karya wisata adalah “suatu kunjungan ke suatu tempat diluar kelas dilaksanankan sebagai bagian integral dari kegiatan akademis dan terutama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan”.  Ibnu Khaldûn mendorong agar melakukan perlawatan untuk menuntut ilmu karena dengan cara ini murid-murid akan mudah mendapat sumber-sumber pengetahuan yang banyak sesuai dengan Tabiat Ekploratif anak, dan pengetahuan mereka berdasarkan observasi langsung berpengaruh besar dalam memperjelas pemahamannya terhadap pengetahuan lewat pengamatan indrawinya.

Ibnu Khaldûn menyukai cara yang kedua wisata atau rihlah dengan cara ini tidak lain adalah perjalanan yang bertujuan untuk mengobservasi pengetahuan secara langsung kepada sumbernya. Serta mendiskripsikan apa yang diamati secara langsung. Tujuan dari rihlah ini adalah memperoleh pengalaman dan pengetahuan langsung dari sumbernya yang asli, meski caranya berlain-lainan, namun tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya menerima pelajaran dari para ulama yang mempunyai keahlian khusus dirumah mereka memberikan kepada pelajaran suatu pandangan dan observasi khusus.

4) Metode Pengajaran Bahasa Arab

Ilmu-ilmu bahasa dan kesusasteraan arab, merupakan salah satu cabang salah satu cabang ilmu lain yang mendapat perhatian yang serius dari Ibnu Khaldûn. Dalam periode-periode kehidupannya, ilmu bahasa selalu menjadi miliknya. Didalam kitab autobiografinya atTa‟rif, Ibnu Khaldûn menyebutkan bahwa dia sejak kecil hingga masa mudanya di Tunis dan Maghribi jauh, dia telah mempelajari berbagai buku induk dalam ilmu bahasa arab, diantaranya kitab atTashiil karangan Ibnu Malik, Syahru I-Hishoyari, alMu‟allaqat, al-Hammasah karangan al-A‟lam, Diwan Abi Tamam, syair-syair almutanabbi dan syair-syair dalam kitab al-Aghani.Dia menyebut guru-gurunya dalam bidang ini, yaitu ayahnya sendiri, Muhammad bin Sa‟ad bin alBurral, Muhammad bin al-„Arabi al-Hishayari, Ahmad bin al-Qasshar, Muhammad bin Bahr, Muhammad bin Jabir alKissi, Muhammad bin Abdil-Muhaimin al-Hadlrami Muhammad bin Ibrahim al-Abiri, Abdullah bin Yusuf bin Ridlwan al-Maliki, Ahmad Ibnu Muhammad azZawawi dan Abul Abbas Ahmad bin Syu‟aib.

Ibnu Khaldûn mengatakan bahasa adalah “merupakan alat bagi seseorang untuk mengungkapkan maksud yang terkandung dilubuk hatinya dengan perantaraan lidah”. Dengan ungkapan lain sebagai salah satu alat komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. 

Menurutnya menguasai bahasa arab adalah diperlukan bagi ilmuan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu agama karena kesemua sumber hukum yang terdapat pada Al-Qur’ân dan al-Hadits dalam bahasa arab karena itu Ibnu Khaldûn memandang perlu adanya metode yang praktis dalam pengajaran bahasa arab. Keberhasilan seseorang dalam menguasai bahasa sangat tergantung pada penguasaan kosa kata dan susunan-susunan kalimat sesuai dengan kondisi tertentu.

Para sahabat juga memahami Al-Qur‟ân, karena Al-Qur‟ân juga diturunkan dalam bahasa mereka sekalipun mereka tidak memahami detai-detailnya. Ibnu Khaldûn dalam Muqaddimah nya menjelaskan: ”alQuran diturunkan dalam bahasa arab dan menurut uslubuslub balaghahnya, karena itu semua orang arab memahami dan mengetahui makna-maknanya baik kosa kata maupun susunan kalimatnya.” namun demikian mereka berbeda-beda tingkat pemahamannya, sehingga apa yang tidak diketahui oleh seseorang diantara mereka boleh jadi diketahui oleh orang lain.

Artikel keren lainnya:

Kriteria dan Kewajiban Pendidik Perspektif Ibnu Khaldûn

Ilmu dan pengajaran (pembelajaran) adalah hasil kontak (ittashal) pendidik dengan anak didik, kontak ini diperlukan dalam dunia pendidikan, jika kriteria-kriteria pendidik turut menentukan dalam masalah ilmu dan pengajaran, maka dipandang perlu menjelaskan kriteriakriteria pendidik yang akan berhasil dalam tugas-tugas dan kewajiban- kewajibannya, menurut Ibnu Khaldûn, agar tujuan pendidikan (pengajaran) tercapai dengan baik. 

Seorang pendidik yang berhasil menurut Ibnu Khaldûn hendaklah memiliki beberapa kriteria dan sifat yang terpuji, antara lain : 
  1. Pertama, mempunyai ilmu dan wawasan yang luas, disamping menguasai metode pengajaran, mengetahui hal ihwal anak didik, pertumbuhan akal dan kesiapan mereka karena ilmu saja tidaklah cukup menjadi senjata seorang pendidik. 
  2. Kedua, memiliki sifat lemah lembut dan tidak kasar kepada anak didik. Ibnu Khaldûn mengatakan bahwa hukuman berat dalam proses pengajaran dapat merusak anak didik, terutama untuk anak-anak yang masih kecil, karena hal tersebut dapat menimbulkan kebiasaan buruk bagi mereka.

Seorang pendidik hendaklah berkepribadian yang integral, karena menurut Zakiah Drajat, kepribadian yang terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena unsur pribadinya bekerja seimbang dan serasi, pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap masalah dapat dipahaminya dengan objektif, sebagaimana adanya. 

Maka sebagai seorang guru ia dapat mengetahui kekakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Pernyataan anak didik dapat dipahami secara objektif, artinya tidak ada ikatan dengan prasangka atau emosi yang tidak menyenangkan.

Muhammad Athiyah al-Abrosy menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki oleh guru, yaitu zuhud, bersih dari sifat akhlak yang buruk, ikhlas dalam melaksanakan dalam tugasnya, pemaaf terhadap murid-muridnya, menempatkan dirinya sebagai seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru harus mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid-muridnya, dan harus menguasai bidang studi yang diajarkannya.

Abuddin Nata dalam bukunya “Pendidikan dalam persfektif Al-Qur’ân” bahwa seorang guru harus tampil menyenangkan. Ia harus mendahulukan pendekatan yang manausiawi, memuliakan manusia, menghargai hak-hak asasi manusia, memperlakukan seseorang seseuai dnegan tingkat kesanggupannya tidak menyampaikan materi pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikirannya, berusaha memudahkan daripada menyulitkan, berusaha menggembirakan daripada menakutkan atau menyusahkan, menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan, jangan mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya, bersikap demokratis, egaliter, toleran, menghargai perbedaan pendapat, bersikap adil, dan berpandangan jauh kedepan.

Selanjutnya Ibnu Jama’ah menawarkan kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan menjadi guru. Kriteria itu meliputi enam hal, yaitu : menjaga akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan, tidak menjadikan propesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya, mengetahui situasi social kemasyarakatan, kasih sayang dan sabar, adil dalam memperlakukan peserta didik, dan menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.

Ibnu Khaldûn sependapat dengan Imam Al Ghazâli, tentang beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik, disamping tatakrama dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh anak didik dalam menuntut ilmu. Ibnu Khaldûn telah menyinggung hal itu pada beberapa pasal Muqaddimahnya. Sejauh mana pentingnya bagi pendidik dalam menunaikan tugas-tugas pendidikannya?

Kewajiban-kewajiban pendidik antara lain sebagai berikut : 
  1. Pertama, pendidik hendaklah mengutamakan ilmu-ilmu pokok karena substansinya dari ilmu-ilmu alat. 
  2. Kedua, Pendidik hendaklah memperhatikan kesiapan atau kemampuan anak didik dalam proses pengajaran sehingga standar pelajaran dan metode pengajaran dapat disesuaikan dengan daya dan kekuatan akal mereka. 
  3. Ketiga, Pendidik agar tidak bersikap keras pada anak didik dalam mendidik mereka. 
  4. Keempat, Pendidik hendaklah mengisi waktu senggang anak didik dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat. 
  5. Kelima, Pendidik hendaklah memberikan suriteladan yang baik kepada anak didik, karena suri teladan dipandang sebagai suatu cara yang ampuh untuk membina akhlak dan menanamkan prinsip-prinsip terpuji pada jiwa anak didik. 
Mengenai pentingnya metode qudwah (keteladanan) ini, Zakiyah Daradjat mengatakan, betapapun baiknya kurikulum dan cukupnya bukuserta alat pelajaran, namun tujuan kurikulum itu tidak akan tercapai, jika guru yang melaksanakan kurikulum tersebut tidak memahami, tidak mengahyati dan tidak berusaha mencapai dengan keseluruhan pribadi dan tenaga yang ada padanya.

Supaya para pendidik menjadi tauladan bagi anak didiknya, maka mereka wajib membina hubungan kemanusiaan dengan anak didiknya, didasari atas rasa kasih sayang dan kelemah-lembutan hati dan pergaulan yang baik serta dialog secara spiritual dengan psikologis. Para pendidik harus menjadi idola dalam perbuatan yang terpuji di dalam lingkungan sekolah dan diluar sekolah.

Dalam hal ini Ibnu Khaldûn menyetir amanah Umar bin Utbah kepada guru yang disertai pengasuh anaknya, berkata Utbah kepada sang guru, “sebelum engkau membentuk dan membina anak-anakku, hendaklah terlebih dahulu engkau membentuk dan membina dirimu sendiri, karena anak-anakku tertuju dan terlambat padamu. Seluruh perbuatanmu itulah yang baik menurut pandangan mereka. Sedang apa yang engaku hentikan dan tinggalkan, itu pulalah yang salah dan buruk di mata mereka.

Pendidikan, menurutnya akan berubah sesuai dengan perubahan sosial. Ibnu Khaldûn tidak membenarkan tindakan guru yang keras kepada muridmuridnya, karena hal itu akan merusak akhlak anak didik dan prilaku social. Guru harus mampu menarik perhatian muridnya, menjaga mereka hingga pikiran mereka terbuka dan berkembang sendiri. Guru harus membiasakan prilaku yang baik kepada murid-muridnya, memberi contoh dan tidak mengajar mereka dengan perkataan saja.

Artikel keren lainnya:

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok belajar

Belajar kelompok merupakan salah satu metode belajar dengan cara berkelompok-kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas yang dirasa perlu dikerjakan secara bersama-sama. Belajar kelompok sangat berpengaruh dalam memotivasi belajar bagi para peserta didik dalam meningkatkan prestasi belajar. Dikatakan demikian, karena peserta didik akan lebih terpacu untuk mencari hal-hal yang belum mereka ketahui dengan cara berdiskusi dengan para satuan kelompok mereka. 

Pembelajaran kerja kelompok mengandung pengertian bahwa para mahapeserta didik dilatih membentuk suatu kepribadian kesatuan serta kebersamaan, karena dengan cara seperti ini peserta didik yang kemampuannya kurang pandai dapat bekerja sama saling tukar pengetahuan dengan peserta didik yang lebih pandai. 

Metode belajar secara berkelompok adalah metode mengajar dengan mengelompokan peserta didik menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan atau membahas tugas yang dibebankan kepada kelompok tersebut. Sedangkan menurut Moedjiono (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 1999 : 148) 

Belajar secara berkelompok adalah metode mengajar dengan mengelompokan peserta didik menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan atau membahas tugas yang dibebankan kepada kelompok tersebut. 

Menurut Moedjiono (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 1999:148) disebutkan bahwa metode ini "menitik beratkan kepada interaksi antara anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersamasama''. Belajar bersama dalam kelompok menekankan kepada lingkungan belajar untuk bekerja sama dalam mendorong interaksi antar peserta didik sehingga para peserta didik akan dapat saling memahami dan saling menghargai satu sama lain dalam hal pandangan-pandangan atau gagasan-gagasan terhadap suatu topik pembelajaran yang akan atau sedang dibelajarkan oleh pendidik


Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok belajar 

Menurut Glinow (2003:42) faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok belajar antara lain: 

a. Adanya kesamaan 
Kelompok belajar yang homogen akan lebih kohesif daripada kelompok yang heterogen peserta didik yang berada pada kelompok yang homogen dimana memiliki kesamaan latar belakang, membuat mereka lebih mudah berintraksi satu sama lain secara objektif dan mudah menjalankan belajar kelompok. 

b. Ukuran kelompok 
Ukuran kelompok merupakan faktor yang sanagat penting untuk dipertimbangkan sebelum memulai pembentukan belajar kelompok, kelompok yang berukuran kecil akan lebih kohesif daripada kelompok yang berukuran besar, karna kelompok yang berukuran kecil akan lebih mudah untuk beberapa orang mendapatkan satu tujuan dan lebih kondusif dalam proses belajar. 

c. Adanya intraksi 
Kelompak yang kohensif adalah kelompok yang mau bekerja sama untuk mengatasi segala permasalahan dalam pembelajaran kelompok, yaitu intraksi yang ber ulang ulang sehingga mendapatkan solusi yang baik antar anggota kelompok. 

d. Keberhasilan kelompok 
Keberhasilan kelompok dalam tergantung bagaimana para anggota kelompak dalam mengatur pembelajaran yang berlangsung dalam kelompok tersebut semakin baik intraksi antar anggota kelompok semakin besar kemungkinan suatu kelompok akan berhasil. 

e. Tantangan 
Setiap kelompok yang memilki tugas baru akan merasa tertantang untuk menyelesaikannya, tiap anggota kelompok akan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas tersebut, dan bukan menganggap itu suatu masalah namun suatu tantangan yang harus dicari cara penyelesaiannya.

Artikel keren lainnya:

Substansi budaya belajar dan sifat-sifatnya

Sebagaimana kebudayaan, maka budaya belajar juga memiliki substansi yang senatiasa melekat pada kehidupan masyarakat. 

Substansi budaya belajar dikategorikan dalam tiga bagian penting, yakni : 
  1. sistem pengetahuan budaya belajar; 
  2. sistem nilai budaya belajar dan sistem etos budaya belajar dan ; 
  3. sistem pandangan hidup mengenai budaya belajar. 

Sistem pengetahuan budaya belajar yang dimilki manusia merupakan hasil akumulasi perolehan pembelajaran sepanjang hidupnya dilingkungannya, baik dalam lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Pengetahuan budaya belajar melalui lingkungan tersebut sebagai bentuk penyesuaian diri dengan kenyataan-kenyataan hidup. Manusia dangan pengetahuannya belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tetap bisa hidup dalam kondisi apapun. 

Ada tiga cara manusia mendapatkan pengetahuan belajarnya yang diperoleh dari penyesuaian diri dengan lingkungannya, yakni : 
  1. melalui serangkaian pengalaman hidupnya tentang kehidupan yang dirasakan, baik pengalaman dalam lingkungan alam ataupun sosial. Pengalam individu atau kelompok sosial menjadi pedoman dalam pengetahauan pembelajaran yang penting. 
  2. melalui berbagai pengajaran yang diperolehnya baik melalui pembelajaran dirumah, masyarakat maupun pendidikan di sekolah. 
  3. pengetahuan juga diperoleh melalui petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolik yang sering juga disebut sebagai komunikasi simbolik. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kepentingan nilai belajar adalah pengalaman dan orientasi budaya dimasa depan. Nilai budaya belajar juga akan berkaitan dengan jenis materi belajar apa yang dipandang penting oleh suatu masyarakat. Dengan demikian dapatlah disimpulkan, sebagaimana sistem pengetahuan budaya belajar, maka dalam nilai budaya belajar juga mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut mengikuti pola perubahan sosial budayanya.pandangan hidup budaya belajar terbentuk atas dasar sistem pengetahuan, nilai dan etos budaya belajar yang dianut oleh masyarakat setempat. Sistem pengetahuan belajar yang diperoleh dari lingkungan masyarakat dioperasikan dalam bentuk sistem berfikir mengenai pengkategorian.

Sifat-sifat budaya belajar 

a. Budaya belajar dimilki bersama 

Sifat budaya belajar yang melekat dalam kebudayaan diciptakan oleh kelompok manusia secara bersama. Kerana terlahir dari potensi yang dimilki manusia, maka budaya belajar kelompok itu merupakan suatu karya yang dimilki bersama. Bermacam-macam jenis kebudayaan tergantung dari pengkategorianya. Seorang individu akan menjadi pendukung budaya belajar yang bersumber dari latar belakang etnis, sekaligus menjadi pendukung budaya belajar masyarakat yang didiaminya. 

b. Budaya belajar cenderung bertahan dan berubah 

Karena dimiliki bersama, maka kebudayaan cenderung akan dipertahankan bersama (masyarakat tertutup / statis).namun disisi yang lain karena hasil kesepakatan untuk diciptakan dan dimiliki bersama, maka kebudayaan juga akan dirubah manakala terdapat kesepakatan untuk melakukannya secara bersamaan (masyarakat terbuka / dinamis). Sifat bertahan dan berubah saling berjelintangan tergantung dari kesepakatan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Dalam kenyataannya tidak ada suatu kebudayaan masyarakat dunia yang selamanya bertahan atau tutup atau selamanya terbuka atau berubah.

Umumnya budaya belajar capat atau lambat mengalami perubahan selain pertahanan, namun yang harus dicatat adalah adanya perbedaan pada level individu atau kelompok sosial dalam lamanya bertahan atau cepatnya berubah. Pada batas-batas tertentu jenis budaya akan mencerminkan dalam sifat budaya belajar yang cenderung terbuka ataupun sebaliknya yaitu cenderung tertutup. Sifat budaya belajar terwujud dalam bentuk terbuka atau tertutup dipengaruhi oleh materi pembelajaran apa yang dipandang penting. Materi belajar yang tidak relevan dan dibutuhkan memungkinkan akan tidak mengembangkan budaya belajar terbuka demikian sebaliknya. 

c. Fungsi budaya belajar untuk pemenuhan kebutuhan manusia 

Kebudayaan diciptakan bersama dan dikembangkan bersama karena dipercayai akan berdaya guna untuk keperluan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara individu maupun kolektif. Demikian dengan budaya belajar yang diciptakan dan dikembangkan oleh manusia dengan maksud sebagai sarana bagi pencapaian tujuan hidupnya. Yakni memenuhi kebutuhan hidup pada hari dan masa yang akan datang. 

Ada tiga dasar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia bengan budaya belajarnya, yakni :
  1. syarat dasar alamiah yakni syarat pemenuhan kebutuhan biologis
  2. syarat kejiwaan atau psikologis yakni syarat kebutuhan untuk sehat secara kejiwaan 
  3. kebutuhan dasar sosial yakni kebutuhan untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan sesama manusia.

d. Budaya belajar diperoleh melalui proses belajar 

Budaya belajar bukanlah sesuatu yang diturunkan secara genetik yang bersifat herediter, melainkan dihasilkan melalui proses belajar oleh individu kelompok sosial dilingkunganya. budaya belajar adalah produk ciptaan manusia yang bersifat khas yang dibentuk melalui lingkungan budaya. Faktor yang menentukan dalam mempelajari kebudayaan belajar adalah lewat komunikasi dengan simbol bahasa. Bagaimanpun sederhanannya suatu kebudayaan masyarakat, individu atau kelompok sosial pendukungnya masih bisa berkomunikasi dengan bahasa ciptaannya. Semakin maju suatu budaya belajar, maka struktur komunikasi berbahasa memperlihatkan kompleksitasnya. Dalam budaya belajar, peranan bahsa menjadi alat yang kehadirannya sangat diperlukan dalam pewarisa budaya.

Artikel keren lainnya:

Memahami Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan dan Langkah-langkahnya

Menurut Arifin, (2004), membaca permulaan merupakan membaca awal yang diberikan kepad anak di kelas I dan II sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya. seiring dengan itu Sahari dalam (Pattiha, Hawa 2006) mengemukakan membaca adalah kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa (linguisti) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis yang di pengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca. 

Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca yang di peroleh anak di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca kelas-kelas berikutnya. Supryadi dalam (Sulistyarini, Dian 2007) mengemukakan bahwa “ kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut”. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benarbenar memerlukan perhataian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai. 

Tujuan membaca permulaan tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada khususnya. Tujuan pengajaran membaca permulaan pada dasarnya adalah memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai tehnik-tehnik membaca dan menangkap isi bacaan dengn baik dan benar. Menurut Rita Wati dalam (Ritawati Wahyudin, 1996) tujuan pengajaran membaca permulaan adalah “agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”. 

Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Membaca juga merupakan satu trategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai macam strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkontruksi makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dan teks tergantung dengan konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami sehingga terjadi interaksi antara pembaca dengan teks. 

Membaca proses yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata / bahasa tulis”. Membaca yaitu melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya di hati mengucapkan, mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulis atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bacaan tulisan. 

Rita Wati dalam (Soedarso. 2001), mengemukakan langkah-langkah membaca permulaan sebagai berikut: 
  1. Mengenal unsur kalimat, 
  2. Mengenal unsur kata, 
  3. Mengenal unsur huruf, 
  4. Merangkai huruf menjadi suku kata dan 
  5. Merangkai suku kata menjadi kata. 

Sedangkan menurut Sibarani Akhadiah dalam (Dwi Indri Oktaviani 2003) (1992) mengemukakan langkah-langkah pengakaran membaca permulaan sebagai berikut: 

  1. Menentukan tujuan pokok bahasan yang akan di berikan. Tujuan ini dapat di ambil dari GBPP
  2. Mengembangkan bahan pengajaran 
  3. Setelah bahan pelajaran dan bahan latihan disusun, kemudian harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan. Bagaimana urutan pemberian bahan-bahannya, dan bagaimana cara mengaktifkan siswa. 
  4. Pada tahap latihan, guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata maupun suku kata, dan huruf. Hal ini mudah dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu yang tersedia, anak dapat bermain dengan kartukartu tersebut. Misalnya membentuk suku kata, kata ataupun kalimat. 
  5. Untuk memantau apakah anak telah mencapai tujuan yang di tetapkan, guru dapat membuat tes formatif. Dalam hal ini guru dapat menggunakan berbagai cara yaang ddi naaggap terbaik untuk kelangsungan pembelajaran. 

Berdasrkan hal di atas, agar tuuan pengejaran membaca dapat tercapai dengan baik, sebaiknya guru menetapkan langkah-langkah tersebut dilakukan secara berulang-ulang.

Artikel keren lainnya:

Menjadi Penggemar Film Korea Termyata Lebih Banyak Berdampak Negatif Bagi Siswa

Melihat tayangan Korea di televisi maupun media lain memang bisa memberikan hiburan bagi siswa, bila intensitasnya tidak berlebihan. Artinya melihat tayangan Korea hanya untuk selingan sehingga tidak mengesampingkan kewajiban untuk belajar. Namun pada kenyataannya kegemaran siswa melihat tayangantayangan Korea membuat siswa menjadi terlena sehingga mengesampingkan belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah. 

Muhibbin Syah (2009) menyatakan, “Bahwa minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu” (hal 152). Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian. Dalam hal ini ketika minat siswa untuk melihat tayangan Korea lebih besar dari pada keinginannya untuk belajar, maka proses belajarnya menjadi tidak maksimal karena pikirannya tidak sepenuhnya tercurah pada belajar atau bisa dikatakan siswa belajar dengan terpaksa dan mempercepat belajar agar bisa segera melihat tayangan Korea. 

William L. Rivers berpendapat, “Media bukan saja bisa menjadi pembujuk kuat, namun media juga bisa membelokkan pola perilaku atau sikap-sikap yang ada terhadap suatu hal” (2008:255). Dalam hal ini televisi berhasil membuat siswa menggemari tayangan korea bahkan ketagihan ingin terus menonton. Kegemaran terhadap tayangan Korea bahkan membuat siswa melakukan tindakan yang kurang terpuji. Salah satunya adalah siswa menjadi tidak terbuka kepada orangtuanya. Seperti ada siswa yang harus berbohong kepada Ibunya dengan mengatakan mengerjakan tugas padahal internetan di warnet untuk melihat dan men-download tentang hallyu, serta ada juga yang harus diam-diam pergi ke warnet internetan untuk men-download lagu-lagu Korea. 

Menurut Thorne dan Brunner dalam Nesya Amellita, salah satu karakteristik tertentu yang dapat ditemukan pada penggemar dan mempengaruhi perilaku mereka. Penggemar memfokuskan sebagian besar waktu dan kemampuan mereka secara intens pada suatu area hobi atau ketertarikan yang lebih spesifik dari pada mereka yang bukan penggemar. 

Penggemar biasanya memiliki rasa suka yang kuat sehingga terjadi perubahan pada gaya hidup mereka untuk mengakomodasi kesetiaan mereka pada obyek yang disukai (2010:17). Dalam hal ini siswa penggemar tayangan Korea memiliki rasa suka yang kuat terhadap tayangan Korea baik di televisi maupun media lain sehingga mereka mengkhususkan waktu untuk selalu setia mengikuti tayangantayangan Korea. Melihat tayangan Korea dianggap sebagai hal yang penting sehingga siswa tidak ingin melewatkan meski hanya sekali saja. Ada perasaan menyesal, kehilangan, dan malu terhadap fans lain bila sekali saja tidak menonton hingga akhirnya siswa mengesampingkan kewajiban utamanya sebagai siswa yaitu belajar dan mengerjakan PR. 

Thorne dan Brunner dalam Nesya Amellita (2010) juga mengatakan salah satu karakteristik tertentu yang dapat ditemukan pada penggemar dan karakteristik tersebut mempengaruhi perilaku mereka adalah keinginan memiliki. Siswa penggemar tayangan Korea senang mengekspresikan kegemaran mereka terhadap hallyu melalui beberapa hal yaitu membeli poster, majalah, album, pakaian agar bisa bergaya ala artis Korea. Para siswa juga memanfaatkan internet untuk mengekspresikan kegemaran mereka terhadap hallyu dengan cara mendownload foto, lagu, video, bahkan film Korea, serta sekedar memposting tentang hallyu melalui media sosial seperti facebook dan twitter. Dalam mewujudkan kegemarannya terhadap hallyu, para siswa tersebut harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk ukuran siswa sekolah sehingga hal tersebut adalah pemborosan.

Artikel keren lainnya:

Beberapa Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman

Ada beberapa upaya peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa yang dapat dibahas pada bagian ini, yaitu menumbuhkan minat baca siswa, memberi motivasi kepada siswa, memilih strategi pembelajaran membaca yang relevan, dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. 

1. Menumbuhkan Minat Baca Siswa 

Apakah minat baca siswa ? Kata minat berarti kecenderungan hati atau keinginan terhadap sesuatu. Sujanto (1989 : 92) menyatakan, “Minat ialah sesuatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungannya”. Senada dengan hal itu, Chaplin (2006 : 255) menyatakan bahwa “minat adalah perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan, atau objek itu berharga atau berarti bagi individu”. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa minat baca adalah keinginan yang kuat terhadap aktivitas membaca karena aktivitas itu dirasakan berharga atau berarti. 

Minat baca sangat menentukan kemajuan seseorang bahkan suatu bangsa. Sutikno (2006 : 94-95) menyatakan, “Kurangnya minat membaca menyebabkan rakyat dalam sebuah negara itu lemah dalam pelbagai aspek, sama ada dalam aspek pelajaran atau kerjanya.

Lalu bagaimana menumbuhkan atau menimbulkan minat baca, Sutikno (2006 : 95) menyatakan, “…. Untuk menimbulkan minat baca dan bagaimana cara membaca yang baik terletak pada tingkat ingin tahu yang tinggi. Untuk meningkatkan ingin tahu, maka harus dihadapkan kepada persoalan yang membuat penasaran dan segera ingin mengetahuinya”. Sutikno memberi contoh bahwa buku kelima Harry Potter dibaca berjuta anak-anak di seluruh dunia saat ini, bukan karena buku itu bagus atau menarik. Karena penilaian bagus atau menarik akan diketahui setelah membacanya. Dapat diyakini bahwa buku itu dibaca karena tingkat penasaran dan keingintahuan anak-anak tentang isi cerita selanjutnya Harry Potter. Namun, dapat diduga bahwa buku-buku sebelumnya Harry Potter berisi cerita yang cukup menarik. 

Berdasarkan hal itu dapat dinyatakan beberapa upaya menumbuhkan minat baca siswa di sekolah, yakni sebagai berikut.

  1. Sekolah selalu menyediakan buku-buku atau bahan bacaan yang baru dan menarik. Selain dapat menumbuhkan minat baca siswa, penyediaan buku-buku atau bahan bacaan yang baru dan menarik di sekolah (perpustakaan) secara rutin dapat memperkaya siswa dengan pengetahuan atau pengalaman baru. Buku-buku atau bahan bacaan itu dapat dibaca mereka pada waktu istirahat. 
  2. Dalam merencanakan program pembelajaran membaca pemahaman, guru selalu memilih bahan bacaan yang diperkirakan menarik perhatian siswa. Dengan menggunakan bahan bacaan yang menarik, kegairahan membaca akan timbul pada diri siswa ketika mereka belajar atau mengikuti latihan-latihan membaca 
  3. Buku-buku bacaan maupun bahan bacaan sebagai bahan pembelajaran selalu diupayakan yang memiliki tingkat keterbacaan yang relevan untuk anak didik. Sebab menghadapi bahan bacaan yang terlalu sukar, dapat mengurangi kegairahan mereka dalam membaca

Berkaitan dengan penyediaan dan pemilihan bahan bacaan, yang perlu mendapat perhatian para guru Bahasa Indonesia ialah persoalan menarik atau tidak menarik perhatian. Sebab sebuah bacaan yang menarik bagi siswa SMP belum tentu menarik bagi siswa SD. Dalam hal inilah guru harus mengetahui dan menyadari bahwa hal-hal yang menarik bagi siswa adalah hal-hal yang relevan dan berkaitan dengan pengalaman lingkungannya. Tentunya, bahan bacaan yang dijadikan sebagai materi pembelajaran seharusnya bacaan-bacaan yang bertemakan hal-hal yang relevan dan berkaitan dengan pengalaman lingkungan mereka; dan pembahasannya pun relevan dengan kemampuan berpikir mereka.

2. Memberi Motivasi kepada Siswa

Pengertian motivasi tidak terlepas dari apa yang dimaksud dengan motif. Purwanto (1990 : 60) menyatakan sebagai berikut. Pengertian motif dan motivasi sukar dibedakan. Motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak melakukan sesuatu karena ada tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah pendorong ; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga tercapai hasil tertentu. 

Hamzah B. Uno (2008 : 3) menyatakan, “Motif adalah sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat”. Senada dengan hal itu, Winkel dalam Hamzah B. Uno (2008 : 3) menyatakan, “Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu”.

Jika ditinjau dari asal katanya, yaitu motif, maka motivasi dapat diartikan dengan segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Senada dengan hal ini, Barus dkk. (1988 : 4) menyatakan, “… motivasi adalah kondisi-kondisi yang mendorong seseorang untuk bersikap dan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan”. Jika ditinjau dari sektor pendidikan anak, motivasi merupakan faktor pendorong dalam belajar, yang biasa disebut motivasi belajar. Lebih lanjut Barus dkk. (1988 : 4) menyatakan, “Motivasi dapat dibedakan atas motivasi internal dan motivasi eksternal”. Dalam hal ini, motivasi internal adalah motivasi dari dalam diri seseorang dan motivasi eksternal adalah motivasi dari luar diri seseorang. 

Untuk memperkuat motivasi internal siswa, guru dapat berasumsi bahwa secara kodrati setiap orang yang dapat berbahasa lisan maupun tulis, mempunyai motivasi internal sebagai berikut. 
  1. Setiap orang mempunyai keinginan untuk menambah pengalaman atau pengetahuannya yang berguna bagi kehidupannya. Tetapi tidak setiap orang yang benar-benar menyadari bahwa kemampuan membaca pemahaman yang tinggi merupakan salah satu modal penting untuk memenuhi keinginannya itu. 
  2. Setiap orang merasa senang atau bangga kalau memiliki kekayaan pengalaman atau pengetahuan karena kekayaan tersebut dapat membuatnya menjadi orang yang terkenal dan bermanfaat bagi orang banyak.

Berdasarkan asumsi itu, guru dapat memberi motivasi kepada siswa dengan pemberian bimbingan dan dapat membangkitkan semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran membaca di sekolah maupun untuk melakukan latihan-latihan membaca secara otodidak dengan serius. Dengan pemberian bimbingan itu diharapkan siswa mengetahui dan menyadari bahwa : 
  1. pemerolehan IPTEKS yang paling strategis dan relevan pada era globalisasi ini adalah melalui membaca, 
  2. mengingat IPTEKS terus berkembang pesat, kemampuan membaca pemahaman yang relatif tinggi benar-benar diperlukan, dan 
  3. kemampuan membaca pemahaman dan peningkatannya hanya dapat diperoleh melalui belajar atau latihan membaca secara kontinu.

3. Memilih Strategi Pembelajaran Membaca yang Relevan

Brown (1980 : 83) menyatakan, “Strategi didefinisikan sebagai metode khusus dalam mendekati satu tugas atau maslah, yakni satu bentuk operasi dalam mencapai tujuan akhir, suatu desain yang direncanakan untuk mengendalikan dan memanipulasi informasi tertentu”. Dalam konteks belajar mengajar Joni (1985 : 4) menyatakan, “Strategi berarti pola dan urutan umum perbuatan guru murid di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar”. Senada dengan kedua pendapat ini Sanjaya (2008 : 126) mengutip pendapat J.R. David yang menyatakan, “Strategi adalah suatu rencana, metode, atau rangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. 

Selanjutnya, kata pembelajaran secara umum dapat diartikan dengan hal, cara atau proses membuat siswa melakukan perbuatan belajar. Hal ini senada dengan pendapat Parera (1997 : 24-25) yang menyatakan, “… pembelajaran bermakna proses membuat atau menyebabkan orang lain belajar”. 

Dengan lebih jelas Brown (1980 : 7) mendefinisikan pembelajaran sebagai sesuatu yang menunjukkan atau yang membantu seseorang untuk mengetaui cara melakukan sesuatu, memberikan instruksi, memberikan arahan dalam mempelajari sesuatu yang dilengkapi dengan pengetahuan dan membuat seseorang tahu dan mengerti. Senada dengan hal itu, Sagala (2007 : 61) menyatakan, “Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu kemampuan dan atau nilai yang baru”. 

Berdasarkan pengertian strategi di atas dan konsep pembelajaran ini, dapat disimpulkan bawa strategi pembelajaran adalah pola dan urutan umum perbuatan yang harus dilakukan siswa dan guru di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. 

Oleh karena itu, dapat pula dinyatakan bahwa strategi pembelajaran membaca adalah pola dan urutan umum perbuatan yang harus dilakukan siswa dan guru di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar membaca. 

Berbagai macam strategi pembelajaran membaca yang dapat dipilih dan digunakan untuk pembelajaran membaca pemahaman ini, antara lain, strategi pembelajaran mengulang, strategi pembelajaran PQRST (Preview, Question, Read, State, dan Test), strategi pembelajaran SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, dan Review), strategi pembelajaran PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, dan Review), dan sebagainya. Strategi pembelajaran mengulang adalah strategi pembelajaran yang sudah biasa digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman di sekolah-sekolah. 

Dalam perencanaan pembelajaran membaca pemahaman, pemilihan strategi pembelajaran membaca harus berdasarkan prinsip relevansi. Artinya, strategi pembelajaran membaca yang dipilih adalah strategi pembelajaran yang paling relevan dengan karakteristik siswa dan yang paling relevan dengan tujuan ataupun indikatorindikator pembelajaran sebagaimana tercantum dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia. 

Untuk mengetahui hal itu, para guru sudah seharusnya selalu mencari, menemukan, dan membaca hasil-hasil penelitian dalam bidang pembelajaran bahasa. Sebagai contoh, Barus (2010:100) melaporkan “… kemampuan membaca pemahaman siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran PQ4R lebih tinggi daripada kemampuan membaca pemahaman siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran mengulang”. Selain itu, Barus (2010:103) juga melaporkan, “… kemampuan membaca pemahaman siswa kelompok kemampuan berpikir kreatif rendah yang diajar dengan strategi pembelajaran PQ4R lebih tinggi daripada kemampuan membaca pemahaman siswa kelompok kemampuan berpikir kreatif rendah yang diajar dengan strategi pembelajaran mengulang”. 

Selain itu, penggunaan strategi pembelajaran membaca merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran membaca pemahaman. Karena sekalipun strategi pembelajaran yang dipilih adalah yang paling relevan ; kalau penggunaannya tidak baik, tidak relevan dengan prosedur pembelajaran sebagaimana mestinya, maka pembelajaran membaca pemahaman itu tidak akan membuahkan hasil yang baik.

4. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Berpikir merupakan rangkaian proses dalam diri yang dipengaruhi oleh motivasi, harapan, keinginan, situasi emosi, dan situasi luar diri manusia untuk bertindak dan mencapai suatu tujuan mulai dari pengorganisasian minat hingga proses kreatif yang menghasilkan satu gagasan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa salah satu tahap dari berpikir adalah berpikir kreatif. 

Berkaitan dengan hal itu, kata creativity dapat dipadankan dengan kata create ‘mencipta’, creation ‘kreasi’, dan creative ‘kreatif’. Kata create berarti menyebabkan ada, menghasilkan, menimbulkan, menghadirkan, menggambarkan, untuk pertama kali dan memberi karakter pada satu peran atau bagian (dalam sebuah karya fiksi). Kata kreasi berarti produk asli (orisinal), temuan manusia, atau imajinasi. Kata kreatif berarti memiliki daya cipta atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang asli. Dari makna ketiga padanan kreativitas ini, yang paling menonjol adalah orisinalitas. Artinya, produk, proses, dan orangnya mampu menciptakan sesuatu yang belum diciptakan orang lain. Informasi ini sejalan dengan empat jenis defenisi tentang kreativitas sebagai Four P’s of Creativity yang dikemukakan oleh Rhodes dalam Munandar (2004 : 20), yaitu “Person, Process, Press, Product”. Keempat p itu saling berkaitan. Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif. 

Munandar (2004 : 44-45) berpandangan, “… kreativitas merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam bepikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Dalam hal ini, kelancaran (fluency) dalam berpikir adalah kemampuan memberikan gagasan pada objek tertentu dengan cepat dan tepat. Keluwesan (fleksibilitas) adalah kemampuan memberikan gagasan yang beragam, bebas dari perseverasi. Orisinalitas adalah kemampuan memberikan gagasan yang unik dan langka untuk populasi tertentu, kemampuan melihat hubungan-hubungan baru, atau kombinasi baru dari bermacam unsur. Kemudian elaborasi adalah kemampuan mengembangkan, merinci, dan memperkaya atau memperluas suatu gagasan. 

Guilford dalam Rakhmad (2005 : 75) menyatakan, “Orang kreatif ditandai dengan pola berpikir divergen, yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban … Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility, dan originality. 

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kesanggupan mengelaborasi suatu gagasan secara divergen berdasarkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas. 

Kemampuan berpikir kreatif ini berpengaruh positif terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barus (2010 : 101), yaitu “kemampuan membaca pemahaman siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tinggi lebih tinggi daripada kemampuan membaca pemahaman siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif rendah”. 

Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di sekolah, peningkatan kemampuan berpikir kreatif mereka dipandang perlu. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama, sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman, siswa dapat dimotivasi untuk selalu mencari sesuatu yang baru dalam bacaan atau berusaha untuk seunik mungkin dalam mengembangkan gagasan yang dinyatakan dalam bacaan. Kedua, guru dapat melatih siswa sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang komprehensif sekaligus kemampuan untuk mengembangkan gagasan-gagasan orisinal meskipun itu berkaitan dengan satu bacaan bahasa Indonesia, yaitu (1) kelancaran dalam menemukan gagasan, (2) kelenturan dalam struktur kalimat, (3) orisinalitas dalam menemukan tema yang khas, orisinalitas dalam gagasan yang ditangkap, dan (4) elaborasi, yang mampu membuat suatu bacaan tampak lebih kaya dengan gagasan, misalnya dengan menghubungkan gagasan dalam bacaan dengan gagasan yang tidak biasa. Ketiga, diperlukan dukungan dari lingkungan yang meliputi fleksibilitas dalam memberi keesmpatan, bimbingan, dan dukungan untuk membangun kepercayaan diri dalam melakukan kegiatan kreatif.

Artikel keren lainnya:

Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share)

Tipe Think Pair Share dalam pembelajaran kooperatif pertama kali diperkenalkan oleh Frank Lymn. Tipe ini merupakan tipe yang sangat sederhana dan banyak keuntungan karena dapat meningkatkan partisipasi siswa dan pembentukan pengetahuan oleh siswa. Dalam metode pembelajaran kooperatif, tipe ini termasuk ke dalam pendekatan struktural (Trianto, 2007:67). 

Pendekatan struktural menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dengan menggunakan suatu prosedur atau struktur tertentu, para siswa dapat belajar dari siswa yang lain dan berusaha untuk mengeluarkan pendapatnya dalam situasi non kompetisi sebelum mengungkapkannya di depan kelas. 

Menurut Spencer Kagan (dalam Zainal Aqib 2009:43) menyatakan bahwa Think Pair Share memberikan kesempatan kepada siswa memikirkan sendiri jawaban dari pernyataan yang kemudian berdiskusi dengan pasangannya untuk mencapai konsensus atas jawaban tersebut dan akhirnya guru meminta siswa untuk berbagi jawaban yang mereka sepakati kepada semua siswa di kelas. 

Model think pair and share merupakan salah satu dari pembelajaran kooperatif yang mengutamakan kerja sama antar siswa dalam kelompok. Model think pair and share berarti memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang akan diberikan oleh guru. Siswa saling membantu dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuan yang dimiliki masingmasing. Sebagai contoh media pembelajaran kartu kata atau kalimat adalah media yang digunakan dalam pembelajaran yang berisi kata atau kalimat tunggal. Media pembelajaran ini berfungsi untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam kelompok. Misalnya, guru memberikan sebuah wacana rumpang, setiap siswa, kemudian setiap siswa memikirkan jawaban yang tepat untuk mengisi kata atau kalimat yang hilang tersebut dengan kata atau kalimat yang tepat. Kartu kata dan kartu kalimat yang telah dibagikan dalam setiap kelompok dapat digunakan untuk mengisi kata atau kalimat yang hilang. Siswa saling bekerja sama untuk mengisi wacana rumpang tersebut. 

Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think pair share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.

Langkah-langkah Penggunaan Pembelajaran dengan TPS (Think Pair Share)

Menurut Munawaroh (2005: 31-32) langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif model think pair and share adalah berikut ini: 
  1. Berpikir (thinking): guru mengajukan pertanyaan atau isu atau materi mengenai mata pelajaran tertentu dan siswa diberi waktu untuk berpikir sendiri mengenai jawaban pertanyaan tersebut. 
  2. Berpasangan (pairing): selanjutnya guru meminta kepada siswa untuk berpasangan. Namun, jika tidak memungkinkan, maka kelas dapat dibentuk kelompok dengan anggota empat sampai lima orang. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama. 
  3. Berbagi (sharing): pada langkah ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut atau kelompok tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain sehingga hampir setengah dari jumlah kelompok di dalam kelas mempunyai kesempatan untuk melaporkan hasil pekerjaan.


Artikel keren lainnya:

Sebaiknya Hanphone (HP) jangan dilarang di sekolah. Inilah Alasannya !

Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pembelajaran adalah belum dimanfaatkannya berbagai sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Handphone merupakan salah satu hasil karya abad teknologi informasi perlu dimanfaatkan penggunaannya dalam pembelajaran apalagi saat ini sudah banyak aplikasi yang dapat membantu siswa untuk belajar. 

Dengan dimanfaatkannya handphone sebagai sumber belajar, diharapkan siswa termotivasi untuk berpikir logis dan sistematik sehingga memiliki pola pikir yang nyata dan semakin mudah memahami hubungan materi pelajaran dengan alam sekitar serta kegunaaan belajar dalam kehidupan sehari–hari. Atas dasar pemikiran inilah, ingin diungkapkan bagaimana pemanfaatan handphone dalam pembelajaran. 

Sebagai media, handphone yang semula berfungsi sebagai alat komunikasi, kini memiliki banyak fungsi, dengan beragam aplikasi yang ditawarkan, mulai dari radio, televisi bahkan internet. Sehingga kini handphone selain berfungsi sebagai sarana komunikasi, alat hiburan, penyampai informasi, dan edukasi. Selama ini handphone menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan siswa. Walaupun banyak kalangan menilai bahwa handphone berdampak negatif, tetapi handphone memiliki sisi positif juga. 

Manfaat handphone diantaranya adalah: 
  1. mempermudah komunikasi, misalnya saja ketika orang tua atau pihak keluarga akan menjemput anak ketika pulang sekolah/selesai melakukan kegiatan diluar rumah, 
  2. menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi, karena bagaimanapun teknologi ini hari ini sudah merambah hingga kepelososk-pelosok desa, 
  3. (memperluas jaringan persahabatan. Nah pada point kedua itulah handphone bisa diberdayagunakan (Jaya, 2014:44). 

Untuk mengatasi keterbatasan sarana yang ada perlu adanya alternatif penggunaan sumber belajar yang menarik yang sesuai dengan minat siswa dan karakteristik materi pembelajaran, sehingga siswa merasa senang belajar. Apabila siswa senang belajar tentu saja prestasi siswa akan meningkat. Minat siswa untuk belajar dipengaruhi oleh media yang ada. Perlu bagi guru meningkatkan motivasi siswa untuk belajar karena minat untuk belajar yang tinggi akan menyebabkan prestasi belajar siswa meningkat. 

Pemanfaatan handphone dalam pembelajaran dirasa sesuai dengan Kurikulum 2013 karena dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut: 
  1. pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama; 
  2. pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakatlingkungan alam, sumber/media lainnya); 
  3. pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh); 
  4. pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains); 
  5. pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim); 
  6. pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia; 
  7. pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik; 
  8. pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan 
  9. pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. 

Pada kompetensi inti memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata, serta mencoba, mengolah, serta kompetensi inti menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori, inilah handphone bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran. 

Pola pemanfaatan handphone dalam pembelajaran yaitu pada saat kegiatan inti, dimana pembelajaran disajikan dengan pendekatan saintis, maka guru membimbing siswa secara berkelompok untuk 
  1. Mengamati teks yang disajikan lewat handphone, 
  2. Merumuskan pertanyaan (menanya) Guru dapat memotivasi siswa dengan bertanya berdasarkan pengamatan dari teks yang disajikan melalui handphone. 
  3. Mengumpulkan data / informasi tambahan tentang membedakan teks, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman baik melalui lisan maupun tulisan, mengklasifikasi teks, tanggapan, tantangan, dan rekaman baik melalui lisan maupun tulisan. Mengidentifikasi kekurangan teks, tanggapan kritis, tantangan, dan rekaman percobaan berdasarkan kaidah-kaidah teks. 
  4. Membuat asosiasi, menganalisis dan menyimpukan pentingnya penggunaan handphone dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai contoh, serta menganalisis, mengkaitkan, dan mendeskripsikan perbedaan setiap teks. 
  5. Mengkomunikasikan, menyajikan secara tertulis dan lisan hasil pembelajaran atau apa yang telah dipelajari pada tingkat kelas atau tingkat kelompok mulai dari apa yang telah dipahami berkaitan dengan konsep berdasarkan hasil diskusi dan pengamatan, memberikan tanggapan hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, memberikan tambahan informasi, melengkapi informasi ataupun tanggapan lainnya, melakukan resume secara lengkap, komprehensif dan dibantu guru dari konsep yang dipahami, keterampilan yang diperoleh maupun sikap lainnya (Jaya, 2014:40).

Berdasarkan uraian di atas, maka guru perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut guna meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa: 
  1. Guru hendaknya lebih inovatif dalam memanfaatkan media di sekitar siswa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran 
  2. Guru hendaknya mampu memberdayakan teknologi komunikasi dan informasi dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran meningkat kualitasnnya. 
  3. Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah hendaknya lebih mengintensifkan perannya sebagai supervisor agar guru memiliki motivasi yang lebih tinggi dalam menerapkan media pembelajaran yang bermakna. Selebihnya, pemberian kesempatan yang lebih luas kepada guru untuk mengikuti penataran, bimbingan teknis, workshop, dan kegiatan ilmiah sejenisnya


Artikel keren lainnya:

Konsep Dasar Belajar Kooperatif

Menurut Slavin, belajar kooperatif dapat membantu peserta didik dalam mendefinisikan struktur motivasi daan organisasi untuk menumbuhkan kemitraan yang bersifat kolaboratif (collaborative parternership). Istilah belajar kooperatif berkonotasi peserta didik belajar dalam kelompok. Mengapa peserta didik harus belajar dalam kelompok? Pada dasarnya, pengelompokkan bukanlah tujuan utama belajar kooperatif. Belajar kooperatif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari sekedar penyampaian informasi (transfer of information) menjadi konstruksi pengetahuan (construction of knowledge) oleh individu siswa melalui belajar berkelompok. Meskipun demikian, prinsip ini seringkali tidak tampak jelas. Informasi petunjuk pelaksanaan belajar kooperatif pada umumnya menitikberatkan pada struktur dan manajemen pembelajaran seperti distribusi gender, jumlah peserta didik dalam kelas/kelompok serta strategi pembagian tugas sehingga semua peserta didik aktif bekerja. Dalam hal ini pengelompokkan peserta didik merupakan variasi dan aktivitas pembelajaran, cara untuk mengajarkan peserta didik bekerja dalam kelompok, cara peserta didik berbagi tugas dan cara untuk belajar dari temannya. Pengelompokkan peserta didik menurut pendekatan yang berorientasi konstruktivistik, merupakan salah satu strategi yang dianjurkan sebagai cara untuk peserta didik saling berbagi pendapat, berargumentasi dan juga mengembangkan berbagai altematif pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan oleh individu peserta didik.

Belajar kooperatif adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil sehingga peserta didik bekerja dan belajar satu sama lain untuk mencapai tujuan kelompok. Di dalam belajar kooperatif peserta didik berdiskusi dan saling membantu serta mengajak sama lain untuk memahami isi materi pelajaran.

Belajar kooperatif juga mempunyai pengertian sebagai strategi yang digunakan untuk membantu siswa atau peserta didik menemukan kekhususan dan hubungan antarindividu dalam kelompok. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam belajar koperatif harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif antara anggota kelompok.

Di dalam belajar kooperatif setiap anggota kelompok saling membagi ide, belajar bersama dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan anggota lain pada kelompoknya, sebagaimana terhadap dirinya sendiri. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Stahl mengemukakan bahwa belajar kooperatif menempatkan peserta didik atau pembelajar sebagai bagian dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Belajar Kooperatif ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat yaitu ''getting better together" atau raihlah yang lebih baik secara bersama-sama. Hal tersebut mengimplementasikan di dalam pembelajaran di kelas, strategi pembelajaran belajar koperatif ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh peserta didik dalam kesehariannya dalam bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas.

Secara umum pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya, karena setiap saat mereka akan melakukan diskusi, saling berbagi pengetahuan, pemahaman dan kemampuan serta saling mengoreksi antara teman sejawat dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif diantara sesama anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk berhasil dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam belajar kooperatif pemelajar diberikan kesempatan yang memadai untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok belajar lainnya dan pembelajar.

Suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang diantara sesama anggota kelompok memungkinkan pemelajar untuk memahami bahan ajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, membantu pula mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar. Sementara itu pemelajar yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oleh pemelajar lain yang mempunyai gairah lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajar berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai-nilai pengiring (nurturant values), yaitu nilai gotong royong, saling percaya, kesediaan menerima dan memberi dan tanggung jawab peserta didik, baik terhadap dirinya maupun terhadap anggota kelompoknya.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan belajar kooperatif adalah suatu strategi dalam membelajarkan peserta didik yang menekankan kepada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri atas empat sampai lima orang.

Adapun unsur-unsur untuk menentukan keberhasilan penggunaan belajar kooperatif ini menurut Johnson dan Johnson dapat dicapai dengan memperhatikan lima komponen esensial sebagai berikut:

1) Saling Ketergantungan Positif (positif interdependence) 
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha dan peran serta setiap anggota kelompoknya, karena setiap anggota kelompok dianggap memiliki kontribusi. Jadi peserta didik berkolaborasi bukan berkompetisi. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Setiap anggota kelompok harus ada rasa saling tergantung secara positif, mempunyai rasa satu untuk semua, merasa akan sukses jika peserta didik yang lain juga sukses.

2) Tanggung Jawab Perseorangan (individual accountability) 
Penguasaan bahan ajar secara individu selaku anggota kelompok sangat menentukan sumbangan, dukungan dan bantuan yang diberikan untuk anggota lain di dalam kelompoknya. Dengan demikian setiap individu dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan, mempelajari bahan ajar dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota.

3).Tatap Muka atau Interaksi Langsung (face to face interaction) 
Komunikasi verbal antar peserta didik yang didukung oleh saling ketergantungan positif diharapkan akan menghasilkan hasil belajar yang baik. Posisi peserta didik mengharuskan mereka bertatap muka satu sama lain dan berinteraksi secara langsung, saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian belajar, serta menyumbangkan pikirannya dalam memecahkan masalah. Selain itu peserta didik juga harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara efektif. Kegiatan berinteraksi ini akan memberikan para peserta didik untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Komunikasi Antar Anggota (interpersonal and small group skill). 
Unsur ini menghendaki agar para pemelajar dibekali dengan berbagai keterampilan komunikasi. Sebelum menugaskan peserta didik dalam kelompok, pengajar perlu membelajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap peserta didik mempunyai kemampuan mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.

5). Evaluasi Proses Kelompok 
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok melainkan bisa dilakukan selang beberapa waktu setelah beberapa kali peserta didik terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.

Artikel keren lainnya:

Analisis Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading And Composition )

Keberagaman peserta didik didalam kelas maupun dalm dunia pendidikan secara umum merupakan tantangan tersendiri bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik didalam kelas menjadi tantangan bagi seorang guru untuk bisa membuat strategi pembelajaran yang tepat, sehingga prestasi peserta didik menjadi baik. 

Untuk itu guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bermakna dan peserta didik dapat aktif membangun pengetahuan sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme, yaitu keberhasilan belajar tidak hanya tergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pengetahuan awal dari peserta didik. 

Belajar melibatkan pembentukan “makna” peserta didik dari apa yang mereka lakukan, mereka lihat dan didengar. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan oleh teori kontruktivisme karena teori ini lebih menekankan pada struktur kognitif untuk membangun pengetahuan melalui berfikir rasional. 

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang member kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam mengerjakan tugas dari guru. Pembelajaran kooperatif tidak hanya merupakan belajar kelompok atau kerja kelompok tetapi didalam pembelajaran kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka diantara peserta didik. 

Menurut Lie (2002) dan Tejada (2002) dalam Susilo (2007),ada lima elemen dasar dalam strategi kooperatif, yaitu 
  1. Saling ketergantungan positif antara anggota kelompok, 
  2. Tanggung jawab individu dan kelompok, 
  3. Interaksi yang baik diantara anggota kelompok, 
  4. Adanya keterampilan interpersonal dan kelompok (keterampilan sosial), 
  5. Anggota kelompok berdiskusi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan bersama. 

Dari strategi kooperatif itu guru dapat membuat strategi pembelajaran kooperatif dengan tipe cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC). Dimana Cooprerative Integrated Reading And Composition merupakan strategi pembelajaran yang terdiri atas membaca dan menulis secara komprehensif pada tingkat menengah ataupun atas (Madden,Slavin dan Stevens,1986). 

Pada strategi pembelajaran Cooprative Integrated Reading And Composition peserta didik dibentuk kelompok untuk membaca (reading) materi atau wacana. Materi yang akan dipelajari ditentukan oleh guru. Proses membaca dapat dilakukan secara klasikal.

Strategi pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada kemampuan membaca dan menulis secara komprehensif. Karena strategi pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition termasuk dalam strategi pembelajaran kooperatif, maka pelaksanaannya peserta didik dibentuk kelompok untuk membaca (reading) suatu materi atau wacana. 

Pada proses membaca bisa dilakukan secara kelompok ataupun klasikal, dimana peserta didik melakukan aktivitas berupa membuat prediksi terhadap isi bacaan, membuat rangkuman atau ringkasan, menuliskan hasil kesimpulan bacaan termasuk mencatat pengertian atau materi pembelajaran yang dianggap sulit. Kemudian menyusun tulisan (composition) untuk memberikan tanggapan terhadap materi atau wacana.Hasil membaca dan menyusun materi yang dipelajari akan dipresentasikan didepan kelas. Saat presentasi peserta didik mengikuti petunjuk dari guru untuk menyusun pertanyaan yang akan diajukan pada kelompok lain.Pada pembelajaran dengan strategi Coopertaive Ingrated Reading And Composition, peserta didik tidak bisa mengikuti kuis sebelum semua anggota kelompok benar-benar siap dalam mempelajari materi pelajaran. 

Beberapa unsur dam strategi pembelajaran tipe Cooperative Integrated reading And Compotision antara lain : 

a).Saling ketergantungan positif 
Untuk menciptakan kerja kelompok yang efektif, seorang guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri, dengan cara ini mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya . 

b).Tanggung jawab perseorangan 
Dalam strategi ini setiap peserta didik memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan seorang guru. 

c).Tatap muka 
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka atau bertatap muka dan melakukan diskusi. Dalam kegiatan diskusi akan terjadi interaksi antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. 

d).Komunikasi antar kelompok 
Proses ini sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional peserta didik. 

Fase-fasestrategi pembelajaran tipe Cooperative Integrated Reading And Compotision (CIRC) : 

1.Fase Pertama, Pengenalan konsep. 
Fase ini seorang guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya. 

2.Fase Kedua, Eksplorasi dan Aplikasi. 
Fase ini memberikan peluang pada psereta didik untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru dengan bimbingan guru. 

3.Fase Ketiga, Publikasi 
Pada fase ini peserta didik mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Peserta didik siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya untuk memperkuat pendapatnya. 

Langkah-langkah strategi pembelajaran tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) : 

  1. Guru membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan empat orang secara heterogen 
  2. Guru memberikan materi atau wacana sesuai dengan topic pembelajaran 
  3. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap materi atau wacana serta di tulis pada lembar kertas 
  4. Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok
  5. Guru membuat kesimpulan bersama peserta didik 


Kelebihan strategi pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC): 

  1. Peserta didik dapat memberikan tanggapan secara bebas 
  2. Peserta didik di latih untuk bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain 
  3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga apa yang diperoleh peserta didik akan dapat bertahan lama di otak 
  4. Menumbuhkan interaksi sosial peserta didik seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain 

Kekurangan strategi pembelajaran tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) : 

  1. Hasil penyusunan materi tidak sesuai harapan guru 
  2. Pada saat presentasi hanya perserta didik yang aktif saja, yang mau tampil 
  3. Persiapan dari seorang guru yang cukup sulit 
  4. Pengelolaan kelas dan pengorganisasian peserta didik lebih sulit 

Strategi pembelajaran koopeartif tipe CIRC, merupakan strategi pembelajaran yang terdiri atas membaca dan menulis secara komprehensif terhadap materi atau wacana yang sedang di pelajari peserta didik, sehingga dalam hal ini peserta didik akan mencari dan menemukan sendiri bahan atau materi yang di pelajari.

Pustaka

  • Muliawan Jasa. 2010.Penelitian Tindakan Kelas. Yogjakarta:Gava Media. 
  • Dwitasari Yuyun & Chotimah Husnul. 2009. Strategi-Strategi Pembelajaran Untuk PenelitianTindakan Kelas.Malang: Surya Pena Gemilang. 
  • Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta: Bumi Akasara. 
  • Kamdi Waras.dkk. 2007.Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: UM Press.


Artikel keren lainnya:

5 Standar Kinerja Unggul Pendidikan sesuai Karakteristik Abad 21 dan Cara Mencapainya

Masa depan adalah kehidupan abad 21. Cirri utama dan pertama abad 21 adalah perubahan berlangsung amat cepat. Begitu cepat perubahan sehingga “kita tidak sadar bahwa diri kita juga berubah”, begitulah kata Lord Snow dalam karyanya “two cultures” yang tersohor itu. Ciri ini membawa dampak pada kehidupan umat manusia, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau: kehidupan umat manusia berubah. Implikasi dari perubahan itu adalah, semua bidang pekerjaan dan profesi juga mengalami perubahan. Oleh karena itu tidak mungkin bagi seorang dokter pada abad 21 mengobati pasien dengan tehnik abad 19. 

Begitu pula bagi seorang guru tidak mungkin mengajar peserta didik pada abad 21 dengan tehnik mengajar abad 19. Abad ke 21, karena kemajuan teknologi kehidupan manusia semakin nyaman namun juga semakin kompleks. Kehidupan masa depan memerlukan individu dengan kemampuan abstrak simbolik, daya kritis dan kemampuan berkomunikasi serta bekerjasama, serta kemampuan memanfaatkan tehnologi modern. Disamping kemampuan intelektual tersebut diatas yang prima juga dituntut kekuatan moral yang kokoh untuk menjaga jati diri sebagai suatu bangsa berdaulat dan bermartabat ditengah pusaran global dan modal sosial yang lentur, untuk memungkinkan hidup berdampaingan dengan berbagai perbedaan: sosial, politik, ekonomi, kultural dan keyakinan. 

Lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal, harus mampu mempersiapkan dan menjembatani kemampuan yang sekarang dihasilkan dunia pendidikan dan kemampuan yang harus dimiliki pada masa depan, abad 21 tersebut. Oleh karena itu, visi pembelajaran abad 21 adalah: mata pelajaran inti, ketrampilan berpikir abstrak, kritis dan belajar analitis, menguasai ICT, memiliki sifat innovatif & kreatif, materi dan assesment-evaluasi abad 21, kekuatan modal moral dan kelenturan modal sosial. Ketrampilan abad 21 harus terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Outcome sekolah harus menitik beratkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dan bermartabat pada abad 21. Untuk itu sekolah harus merumuskan dengan jelas kemampuan abad 21 yang harus diintegrasikan kedalam kurikulum. Hanya dengan cara ini sekolah akan mampu mempersiapkan para pesertadidik dengan seperangkat pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan serta modal moral dan modal sosial untuk hidup pada abad 21.

Jadi sekolah harus melahirkan lulusan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. kemampuan berpikir abstrak-simbolis, kritis analitis, 
  2. kemampuan memecahkan masalah, 
  3. kemampuan berkomunikasi secara efektif baik lesan maupun tulis, 
  4. menguasai mata kuliah inti, 
  5. memililki kekuatan moral dan kelentuiran sosial, dan, 
  6. menguasai ketrampilan untuk hidup masa depan. 

Hal ini selaras dengan kesimpulan the Business-Higher Education Forum, yang menyatakan bahwa kehidupan masyarakat dan dunia usaha abad 21 memerlukan "today's high-performance job market requires graduates to be proficient in such crossfunctional skills and attributes as leadership, teamwork, problem solving, and communication," as well as time management, self-management, adaptability, analytical thinking, and global consciousness

Semua sekolah yang ada harus melakukan penyesuaian dengan melakukan perubahan untuk dapat mempersiapkan para pesertadidik memasuki kehidupan abad 21 dengan sukses. Sekolah harus berani melakukan eksperimen. Kunci keberhasilan adalah, sekolah harus berani menggunakan cara-cara baru yang selama ini tidak pernah dipergunakan, dan sebaliknya sekolah harus berani meninggalkan cara-cara lama yang selama ini selalu dilaksanakan. Inilah sikap mentalitas yang diperlukan oleh mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan. 

Sekolah masa depan, secara lebih detail, harus mampu menciptakan pada diri peserta didik berbagai karakteristik, termasuk:

  1. cakap, ahli, dan fasih 
  2. memiliki pemahaman dan jiwa multiklultural, dan, 
  3. memiliki kinerja berstandard ekselen. 

Untuk mencapai tujuan ini ini sekolah harus di reorganized, sistem belajar mengajar perlu diubah, dan sistem assessment dan evaluasi harus ditata ulang. 

Standard kinerja yang unggul perlu untuk dirumuskan dan bagaimanma sistem yang ada di sekolah bisa menjamin mencapai standard tersebut. 

Standard keunggulan pertama: Cakap, Ahli dan Fasih. Standard keunggulan ini mencakup antara lain a)kemampuan menguasai bahan atas materi dengan cepat dan teliti, b)kemampuan berkomunikasi dengan fasih dan lancar baik dalam bentuk tulis maupun lesan, c)kemampuan menghitung, matematik dan logika, d)kemampuan melakukan scientific inquiry, dan, e)kemampuan mengoperasikan ICT. Perlu dicatat bahwa ahli dan fasih tidak sebatas hal-hal yang bersifat tehnis. Melainkan juga berkaitan dengan kepemimpinan, etika dalam pengambilan keputusan, bekerja berkolaborasi. Dan ini semua tidak harus diajarkan sebagai mata pelajaran, melainkan dikembangkan dalam kegiatan proses belajar mengajar dan dalam kehidupan sosial-kultural sekolah itu sendiri. 

Standard Keunggulan 2: Kesadaran dan pemahaman multikultur. Kesadaran dan pemahaman akan kehidupan mulkultur ini amat penting bagi kehidupan di masa depan. Sekolah di masa depan harus dapat melahirkan lulusan yang “culturally literate”, yakni mereka memahami sejarah masyarakat dan bangsa mereka sendiri beserta dengan undang-undang dan aturan yang dimiliki, memahami dan menguasai bahasa, kondisi geografis dan ekologi yang ada. Disamping itu juga faham dengan geografi dan kultur bangsa dan negara sekitarnya. 

Standard Keunggulan 3: Kinerja yang bekualitas. Semua warga sekolah terutama pesertadidik harus memiliki semangat keunggulan “why not the best?”. Mereka harus mencapai kinerja terbaik dalam semua bidang, baik yang bersifat praktis maupun teoritis dan bidang seni. Para pesertadidik juga mengembangkan kemampuan untuk hidup bersama dan bekerjasama dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Khususnya lewat partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti olah raga, seni, deklamasi, drama-teater, lomba pidato dan lomba debat. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler bukan hanya sebagai sekedar kegiatan pelengkap penderita di sekolah. Sebaliknya, kegiatan ekstra kurikuler merupakan kurikulum untuk, dari, dan oleh pesertadidik. Guru melakukan peran “tut wuri handayani”. 

Standard Keunggulan 4: Kekuatan moral yang kokoh. Moral akan menjadi fondasi bagi kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa. Kekuatan modal moral yang kokoh akan memungkinkan bangsa tumbuh berkembang menjadi suatu bangsa kuat karena diikat dengan sifat kejujuran saling percaya mempercayai atau disebut social capital. Berdasarakanm social capital ini kehidupan masyarakat akan nyaman dan enak. Sebaliknya, tanpa social capital kehidupan masyarakat akan rumit dan serba sulit. 

Standard Keuungullan 5: modal sosial yang lentur dan fleksibel. Modal sosial ini diperlukan untuk membangun kebersamaan sebagai suatu bangsa. Kebersamaan, saling memperhatikan dan saling membantru merupakan fondasi untuk melahirkan bangsa yang kokoh, kuat dan bermartabat. Tanpa modal sosial yang lentur, kehidupan masyarakat akan dihancurkan oleh sikap individualistik. Modal social ini erat berkaiatan dengan modal moral. 

Bagaimana sekolah bisa mencapai ke lima standard unggulan tersebut? 

Pertama, sekolah harus menekankan dan mengutamakan pada kebutuhan pesertadidik. Semua fihak di sekolah harus senantiasa berpikir dan berusaha bagaimana dapat lebih baik melayanai para pesertadidik. Gagasan-gasan baru dan kebijakan-kebijakan baru serta aturan-aturan baru diperlukan. Dan semua itu harus fleksibel dan kenyal sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada, dengan tujuan pokok meningkatakan pelayanan kepada para pesertadidik. Termasuk disini adalah para guru harus memperbaharui cara mereka mengajar. Para guru tidak hanya bertanggung jawab melaksanakan transfer of knowledge, melainkan melaksanakan kurikulum dalam rangka mengembangkan pesertadidik secara utuh. Dibidang kognitif harus dapat mengembangkan kemampun berpikir abstrak simbolis dan critical thinkings, tidak hanya menjadikan peserta didik sebagai a deposit knowledge. Proses belajar mengajar harus terus menerus mengalami penyempurnaan.

Kedua, semua guru memiliki tugas untuk mengembangkan moral dan modal sosial pesertadidik. Tugas pengembangan moral bukan hanya tugas guru agama dan guru PMP. Demikian pula tugas pengembangan individu termasuk modal sosial bukan hanya tugas guru BK. Dalam interaksi dengan pesertadidik guru harus senantiasa menyadari bahwa dirinya pemegang fungsi pelaksana “kurikulum tersembunyi”. 

Ketiga, prinsip dalam menataulang sekolah perlu melibatkan dunia usaha dan organsiasi bisnis, dengan penekanan pada pengembangan kemampuan pesertadidik dalam mengambil keputusan dan kemampuan bekerjasama, mempersiapkan pesertadidik dengan pengetahuan dan ketrampilan abad 21, mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan dan assessment abad 21 dalam kurikulum sekolah, serta mengembangkan kemampuan profesional di kalangan guru. 

Keempat, sekolah untuk bisa mempersiapkan para pesertadidik hidup di masa depan, abad 21, harus melaksanakan proses belajar mengajar, yang menekankan pada: a)pembelajaran berbasis problem dan projek, b)motivasi intrinsic pesertadidik untuk belajar dan berprestasi setinggi mungkin, c)kemampuan dan ketrampilan guru yang memadai, dan, d)ujian sebagai evaluasi akhir bersifat terbuka dan komprehensif, yang bisa menunjukan kemampuan yang telah dikuasai oleh pesertadidik dalam aplikasi materi dalam kaitan dengan problem riil yang dihadapi 

Pada tahun 2002, the Federal Reserve Bank of Boston menyelenggarakan konferensi tahunan mengangkat tema "Education in the 21st Century: Meeting the Challenges of a Changing World." Konferensi mengundang para ahli dari berbagai bidang, seperti bidang ekonom termasuk para bankir dan dari kalangan pemerintahan, guna mengidentifikasi dan menemukan apa kelemahan pendidikan dan kemana pembangunan pendidikan harus diarahkan agar bisa menjawab tantangan abad 21. Bukti-bukti pengalaman negara-negara lain menunjukan bahwa ketidakmampuan dunia pendidikan disebabkan oleh tekanan ekonomi global di satu sisi dan di sisi lain adalah kualitas sistem pendidikan yang ada. Beberapa pernyataan yang muncul, adalah: 

  1. Peserta konferensi merasa tidak puas dengan sistem pendidkan yang ada saat itu.
  2. Pencapaian prestasi akademik pesertadidik harus ditingkatkan. Ketimpangan prestasi yang disebabkan oleh perbedaan pendapatan harus segera dapat diatasi.
Membahas kualitas siswa, perlu dikaji beberapa studi yang memfokuskan pada kemampuan guru. Pepatah mengatakan kalau ingin melhat kualitas pesertadidik lihatlah kualitas gurunya. Richard Murnane berpendapat bahwa dalam menata ulang sekolah harus menekankan pada analisis kinerja individu pesertadidik dan pendidikan serta pelatihan guru untuk meningkatkan kualitas kinerja pesertadidik. Informasi kedua hal tersebut multlak diperlukan, kalau tidak menginginkan upaya peningkatan prestasi pesertadidik gagal. 

Sejalan dengan studi ini, College of Education, Memphis State University menekankan perlunya kajian mendalam berkaitan dengan interaksi pesertadidik dan guru di kelas. Kesimpulan menyatakan guru harus menjadi bagian pemecahan masalah pendidikan, jangan menjadi bagian dari problem pendidkan. Apa artinya? Guru harus memiliki kemampuan yang prima dalam melaksnakan prose belajar mengajar semenjak dari guru TK sampai guru sekolah menengah. Upaya-upaya konkrit mengatasi problem praktis yang dihadapai di ruang-ruang kelas sangat diperlukan. 

Partisiapsi dunia peguruan tinggi tidak dapat dihindari lagi. Peguruan Tinggi perlu memfokuskan penelitian pada kehidupan ruang-ruang kelas, khususnya apa dan bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi serta meningkatkan kualitas guru. Sudah barang tentu, membawa teknologi modern ICT ke ruang-ruang kelas guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas PBM amat diperlukan. 

Dengan kata lain, guna meningkatkan kualitas pembelajaran sekolah diperlukan paradigma baru pembelajara yang bertumpu pada 1)meningkatkan kualitas praktis proses belajar mengajar, 2)penelitian pendidikan dengan fokus ruang-ruang kelas, dan 3)penggunaan teknologi modern dalam PBM. Disamping itu, keberadaan suatu sistem professional development bagi guru amat diperlukan.

Artikel keren lainnya: