Beranda · Artikel · Motivasi · Merdeka Belajar · Bahan Ajar · PTK · Pembelajaran

Pendekatan Pembelajaran Model-Eliciting Activities Mata Pelajaran Matematika

Salah satu pendekatan yang dapat merangsang siswa untuk memodelkan permasalahan ke bentuk model matematika adalah Model-Eliciting Activities (MEAs). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr Lesh dan mahasiswanya yang merasakan perkembangan model pemahaman siswa secara signifikan yang merupakan proses belajar matematika (Chamberlin, 2005: 4). 

Oleh karena itu, pada materi Program Linear ini menggunakan pendekatan MEAs agar siswa dapat menentukan model matematika dari suatu soal cerita. Pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) didasarkan pada permasalahan kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok kecil, dan menyajikan suatu model matematis sebagai solusi. 

Model yang dibuat oleh siswa selanjutnya diukur ketepatannya dalan kegiatan presentasi. Kemampuan matematika yang akan diteliti dalam hal ini adalah kemampuan pemecahan masalah. Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah pasti akan menggunakan prosedur pemecahan masalah secara logis dan rasional. 

Pada materi Program Linear, setelah memperoleh model matematika maka siswa harus menemukan solusi dan cara menemukan solusi tersebut harus melalui prosedur yang sesuai. Hal ini seperti langkah pemecahan masalah menurut Polya. 

Tujuan pembelajaran matematika tersebut harus dapat dicapai siswa dengan bantuan guru di kelas yaitu dengan melakukan pendekatan pembelajaran. Pada uraian di atas, disebutkan bahwa salah satu aternatif solusi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah dengan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs). 

Tidak jauh berbeda dengan pembelajaran konvensional dan pembelajaran yang menggunkan pendekatan lain, pembelajaran dengan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) harus memenuhi standar proses. 

Standar proses pembelajaran tersebut tercantum pada NCTM yang mengamanatkan bahwa proses pembelajaran dari pra-taman kanakkanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: 
  1. membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah, 
  2. memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks yang lain, 
  3. menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah, 
  4. memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematis (NCTM, 2000: 52). 

Cambourne (Killen, 2009: 3) memberikan definisi tentang belajar, yaitu proses yang melibatkan membuat hubungan, mengidentifikasi pola, dan mengorganisasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan yang baru menjadi pola pengetahuan baru yang lebih baik. Dalam melakukan proses belajar, siswa membutuhkan waktu yang tidak sebentar sehingga seiring berjalannya waktu ketika siswa melakukan proses belajar, siswa akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Dari pengalaman-pengalaman tersebut siswa juga belajar mengenai hal yang baru. 

Hal ini sejalan dengan pendapat Mayer (Ambrose, et al, 2010: 3) yang menyatakan bahwa belajar “... occurs as a result of experience and increases the potential for improved performance and future learning.” Pernyataan tersebut dapat kita simpulkan belajar terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan meningkatkan penampilan yang potensial dimasa yang akan datang. Meskipun belajar adalah proses, tetapi kita tidak dapat mengamati atau menilai proses belajar yang dilakukan siswa. Hal ini dikarenakan proses belajar ada pada pikiran dan diri seseorang, kita hanya dapat melihat hasil belajar orang tersebut. 

Dart (Killen, 2009: 7) menyatakan bahwa, “learners actively construct knowledge for themselves by forming their own representations of the material to be learned, selecting information they perceive to be relevant, and intepreting this on the basis of their present knowledge and needs”. Dengan demikian, dalam proses belajar, siswa tidak hanya mengumpulkan informasi, tetapi membangun pengetahuan dari informasi yang diperoleh dengan memilih informasi yang saling relevan Menurut Nitko & Brookhart (2007: 18) menyatakan: “Instruction is the process you use to provide students with the conditions that help them achieve the learning targets”. Pembelajaran adalah proses yang anda gunakan untuk mengarahkan siswa dengan kondisi yang membantu mereka mencapai tujuan belajar. 

Peraturan Menteri Pendidikan nasional No. 41 tahun 2007 tentang standar proses dijelaskan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Chambers (2008: 7) menyatakan bahwa “mathematics is objective fact; a study of reason and logic; a system of rigour; purity and beauty; free from societal influences; self contained; and interconected structure”. Artinya matematika adalah fakta objektif, studi dari penalaran dan logika, sebuah sistem ketelitian, kemurnian dan keindahan; bebas dari pengaruh sosial; mandiri; dan struktur yang saling berkaitan. 

Selain itu, Chambers (2008: 9) menyatakan: “mathematics is the study of patterns abstracted from the world around us so anything we learn in maths has literally thousands of applications, in arts, sciences, finance, health and leisure”. Matematika adalah studi tentang pola diabstraksikan dari dunia di sekitar kita, segala sesuatu yang kita pelajari di matematika memiliki ribuan aplikasi, seni, ilmu, keuangan, kesehatan dan rekreasi. 

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Matematika dalam kurikulum pendidikan Dasar dan Pendidikan menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Matematika sekolah tersebut terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan dan membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suherman, et al, 2003: 55-56 ). 

Dari teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah adalah kegiatan membangun pengetahuan, konsep dan merefleksikan kemampuan berpikir matematika siswa, termasuk kemampuan memecahkan masalah, berkomunikasi, memberikan alasan, menelusuri hubungan dan membuat pola. Pembelajaran matematika sekolah adalah suatu kegiatan yang dirancang, dilakukan dan dievaluasi oleh guru dan siswa dalam rangka membentuk pengetahuan dan mengembangkan kemampuan matematis siswa. Proses pembentukan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh peran guru sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan kondusif dan meerencanakan pembelajaran yang berkualitas dengan memahami materi matematika, memahami bagaimana siswa belajar dan menggunakan strategi yang sesuai dengan karakter siswa dan karakter materi.

Artikel keren lainnya:

Pembelajaran bahasa ditinjau dari segi Aksioligi

Setiap manusia mempunyai potensi yang sama untuk menguasai bahasa. Proses dan penguasaan bahasa setiap orang berlangsung dinamis dan melalui tahapan yang hampir serupa. Dalam hal ini terdapat dua istilah yakni pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa. 

Kridalaksana (2001: 159) mendefinisikan pemerolehan bahasa sebagai proses pemahaman dan penghasilan bahasa pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan penuh. Sedangkan pembelajaran bahasa diartikan sebagai proses dikuasainya bahasa sendiri atau bahasa lain oleh seorang manusia. 

Menurut Dardjowidjojo, (2008:225) Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni, proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang merupakan padanan dari istilah Inggris learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, yakni, belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. 

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pembelajaran bahasa merupakan proses yang terjadi secara sadar yang ditandai dengan dua karakteristik; adanya balikan dan pengisolasian kaidah. 

Seseorang yang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, maka akan semakin tinggi tingkat kompetensi dan perfomansinya. Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa. Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran (Luya, 2013:2). 

Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. 

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 

Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. 

Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik (Wikipedia, 2016). Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya (Basiran, 2006:134) Ilmu dalam perspektif Aristoteles tak mengabdi pada pihak lain. Ilmu digeluti umat manusia demi ilmu itu sendiri. Dikenallah ucapan“primum vivere, deinde philoshopori” berjuanglah terlebih dahulu, baru boleh berfilsafat. Ilmu hadir untuk kepentingan umat manusia. Sehingga dengan makalah inilah, sebuah ilmu memiliki dasar tujuan. Etika dan moral adalah sebuah nilai. Istilah moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata „moral‟ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. 

Bila kita membandingkan dengan arti kata „etika‟, maka secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, kalau arti kata moral sama dengan kata etika, maka rumusan arti kata moral adalah nilainilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa Latin (Asmaran, 1992:8) 

Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan „moral‟, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Menurut Kondratyev (2000), moralitas adalah kesadaran akan loyalitas pada tugas daan tanggung jawab. Moralitas berasal dari dalam kepribadian manusia itu sendiri. Binatang tidak memiliki moralitas karena tidak memiliki kepribadian. Moralitas tidak bisa dijelaskan dengan akal, karena itu berasal dari kepribadian manusia. Kondratyev juga menjelaskan lebih jauh bahwa moralitas manusia berasal dari kehidupan keluarga. Jadi keluarga yang baik akan menghasilkan pribadi yang memiliki moralitas yang baik pula. Keluarga adalah tempat mendidik moralitas. 

Sangat disayangkan pada masa modern saat ini banyak keluarga yang berantakan nilai-nilainya. Dihadapkan dengan masalah moral maka ilmuwan dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama yaitu golongan yang menginginkan agar ilmu harus netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Adapun golongan kedua merupakan golongan yang berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan penggunaan dan pemilihan objek penelitiannya harus berlandaskan asas-asas moral. 

Bagi kaum materialistik- rasional dan empirisme murni, ilmu mesti bebas dari berbagai nilai. Dari moralitas dan etika yang mengerangkeng. Mereka menyebut nilai sebagai penjara bagi kaum berpikir atau seorang ilmuwan. Akan tetapi, bagi kalangan agamawan atau kaum spiritualis dan humanis seperti yang telah diungkapkan pada latar belakang di atas, mereka lebih mengedepankan azas kemanfaatan. Mereka mempertanyakan segala produk manusia, “apakah bermanfaat bagi kehidupan manusia ataukah tidak.” Filosof beragama biasanya, menempatkan kebenaran berpikir manusia berada di bawah kebenaran transenden. Sebagai sebuah produsen moralitas dan etika, tak bisa disangkal bahwa doktrin agama akan mengarahkan seseorang untuk merefleksikan penemuan atau penciptaan sebuah ilmu. 

Memandang bahasa dari segi moralitas penggunaannya bukanlah hal yang mudah. Baik atau buruk, atau menilai secara moral penggunaan bahasa bergantung dari sisi mana kita memandang. Dari sisi penyampai bahasa (komunikator), suatu bahasa atau pernyataan dapat dikatakan baik meskipun dari sisi penerima (komunikan) berakibat buruk, dan sebaliknya, suatu bahasa atau pernyataan dapat dianggap baik oleh penerima pesan meskipun dari sisi penyampai pesan sebenarnya tidak baik. 

Secara umum, pandangan yang ada mengenai moralitas adalah penilaian bahwa sesuatu itu baik atau buruk. Filosof Yunani Aristoteles menyatakan bahwa moralitas adalah hidup yang tertuang dalam perilaku yang benar, yaitu perilaku yang benar dalam hubungannya dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Immanuel Kant dalam metafisika kesusilaan (Tjahjadi, 1991:47) mengartikan moralitas sebagai kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hokum batiniah kita, yakni apa yang kita pandang sebagi kewajiban kita. Apapun batasan mengenai moralitas, berkaitan dengan aksiologi keilmuan, sepantasnya kita berpedoman pada para ilmuan golongan kedua yang berpendapat bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan. 

Dalam pembelajaran bahasa, guru sebagai pengguna, harus mengikuti golongan kedua yang benyebutkan bahwa ilmu harus berlandaskan pada kaidahkaidah moral. Dalam undang-undang terdapat pasal-pasal yang menjabarkan tentang kode etik guru. Keputusan moral merupakan bagian yang penting dalam kajian filsafat moral. Penetapan apakah suatu perbuatan itu” baik ” atau ”tidak baik” yang menjadi persoalan mendasar dalam kajian filsafat moral tidak lain adalah persoalan yang sangat terkait dengan persoalan keputusan nilai. Hal ini dikarenakan jawaban tentang persoalan ini terletak pada bagaimana pemberian keputusan nilai moral tersebut. 

Dalam pengertian ini dapat pula dipahami bahwa betapa eratnya kaitan antara kajian nilai dan keputusan moral dalam filsafat moral. Sebenarnya keputusan moral lahir melalui dua proses, yaitu moral deliberation dan moral justification. 

Moral deliberation adalah proses pencarian alasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang selanjutnya dijadikan sebagai alasan untuk pembenaran atau tidak melakukan sesuatu yang selanjutnya dijadikan alasan untuk pembenaran atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan moral justification merupakan pemberian alasan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan oleh seseorang atau oleh setiap orang, pada masa lalu atau dalam lingkungan tertentu, serta menunjukkan pula kenapa suatu perbuatan itu baik atau tidak baik. 

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. 

Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila: 
  1. diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, 
  2. diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, 
  3. bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, 
  4. ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, 
  5. jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, 
  6. jika diberi balikan yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan 
  7. jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri. 


Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan pembelajaran bahasa secara tepat dalam kehidupan manusia, tetapi harus menyadari apa yang seharusnya dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia. Tanggug jawab etis tersebut tidak lepas dari kesadaran etis manusia yang memungkinkan manusia dapat memperhitungkan akibat perbuatannya bahkan dapat mengetahui perkembangan yang akan terjadi di masa depan.

Artikel keren lainnya:

Memahami Tahap Analisis dan Reflektinf dalam Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas

Tahapan sesudah pengumpulan data adalah analisis data. Walaupun data yang telah dikumpulkan lengkap dan valid, kalau peneliti tidak mampu menganalisis tidak mempunyai nilai ilmiah yang dapat digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan pengumpulan data yang sudah benar dan tepat dapat merupakan jantungnya penelitian tindakan, sedang analisis data yang akan memberi kehidupan dalam kegiatan penelitian. 

Untuk itu seorang peneliti perlu memahami teknik analisis data yang tepat, agar manfaat penelitiannya mempunyai nilai ilmiah yang tinggi. Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, ada 2 jenis data yang telah dapat dikumpulkan peneliti: 

  • data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) yang dapat dianalisis secara deskriptif. Peneliti menggunakan cara analisis statistik deskriptif. Misalnya mencari nilai rerata, persentase keberhasilan belajar dst. 
  • data kualitatif yaitu data yang berupa informasi wujud kalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa tentang tingkat pemahaman terhadap suatu mata pelajaran (kognitif), tentang pandangan sikap siswa tehadap jenis metode belajar yang baru (afektif), tentang aktifitas siswa mengikuti pelajaran, perhatian, antusias dalam belajar, kepercayaan diri, motivasi belajar dan sejenisnya, dapat dianalisis secara kualitatif. 

Statistik dekriptif bertugas untuk memberikan upaya dan usaha melihat tentang karakteristik data yang berkaitan dengan menjumlah, merata-rata, mencari titik tengah, mencari persentase dan menyajikan data dalam bentuk-bentuk penyajian yang sangat, menarik mudah dibaca dan mudah diikuti alur berpikirnya (grafik, tabel, chart). 

Yang lebih penting lagi adalah statistik dapat digunakan untuk memaknakan data statistik kelas. Untuk data kualitatif yang berupa: hasil wawancara, hasil pengamatan, berbagai isi journal hasil angket/ kuestioner, peneliti tindakan kelas umumnya melakukan proses tabulasi data untuk mengorganisir data. 

Analisis merupakan usaha untuk memilih, memilah, membuang, rnenggolonggolongkan, menyusun ke dalam kategorisasi, mengklasifikasi data untuk menjawab pertanyaan pokok: 
  1. tema apa yang dapat ditemakan pada data ini, 
  2. seberapa jauh datanya dapat menyokong tema/arah/ tujuan penelitiannya. Misalnya diperoleh simpulan bahwa terdapat peningkatan aktifitas belajar, dan perhatian siswa. 

Hal ini diwujudkan adanya data dari hasil wawancara serta observasi di kelas, dengan banyaknya anak yang bertanya secara tepat dan terarah.

Reflekting 

Reflekting/Reflection adalah kegiatan mengulas secara kritis (reflective) tentang perubahan yang terjadi (i) pada siswa, (ii) suasana kelas, (iii) guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why), bagaimana (how), dan sejauh mana (to what extent) intervensi/ tindakan telah menghasilkan perubahan secara signifikan/ meyakinkan. 

Kolaborasi dengan rekan guru (temasuk para ahli) akan memakan peran sentral dalam memutuskan nilai keberhasilan (seberapa jauh tindakan telah membawa perubahan : apa/ di mana perubahan terjadi, mengapa demikian apa kelebihan/ kekurangan, langkahlangkah penyempurnaan dan sebagainya). 

Berdasarkan hasil refleksi tersebut maka peneliti mencoba untuk mengatasi kekurangan/kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang telah dilakukan. Hal ini kalau ditemukan cara atau strateginya maka diperlukan menyusun rencana untuk melaksanakan tindakan/siklus berikutnya. Dari siklus ini diharapkan merupakan perbaikan dari siklus sebelumnya.Tahapan pada siklus perlu direncanakan seperti pada siklus-siklus sebelumnya.

Artikel keren lainnya:

Tujuan pendidikan SETS atau SaiLingTemas

SETS dalam istilah Indonesia SaiLingTemas ,membantu peserta didik memahami peranan lingkungan terhadap sains,teknologi dan masyarakat agar peserta didik dapat memanfaatkan pengetahuan yang dipelajarinya. Dalam konteks yang sama peserta didik harus tahu bagaimana teknologi mempengaruhi laju perkembangan sains,serta apa dampak perkembangan tadi terhadap lingkungan dan masyarakat.

Selain itu pengajaran SaiLingTemas mengajak peserta didik memahami bahwa kebutuhan masyarakat serta hal-hal yang terjadi pada masyarakat juga berperan dalam pengembangan sains dan teknologi, serta membimbing peserta didik agar mengetahui cara menyelesaikan masalah yang timbul akibat berkembangnya sains dan teknologi terutama memecahkan masalah yang berkaitan dengan masyarakat. 

Fokus pengajaran SETS atau SaiLingTemas, bagaimana cara membuat peserta didik agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains,lingkungan,teknologi dan masyarakat yang saling berkaitan. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan yang diperoleh dapat membantu pemecahan masalah disekitar kehidupannya. 

Dalam mengaplikasikan sains yang diperoleh siswa harus menerapkan etika, tata cara, perilaku yang mencerminkan kepribadiannya dan hakekat sains ( jujur, terbuka, tanggung jawab, demokratis, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu. Selain itu pendekatan SaiLingTemas, jelas mengajarkan bagaimana siswa nanti dalam mengaplikasikan ilmunya tetap memperhatikan lingkungan, yaitu mencegah kerusakan dan menjaga kelesteraiaanya.

“Pendidikan berwawasan SETS dapat menjadikan melek sains, dan teknologi, pada yang sama tetap memperhatikan kepentingan masyarakat serta kesehatan lingkungan  maupun mental spiritual”. (Binadja,1999).

Beliau menambahkan bahwa pendidikan SETS diusulkan agar peserta didik dapat mengetahui tiap-tiap unsur SETS dan  kir secara global dan bertindak memecahkan masalah lokal lingkungan, baik lingkungan lokal maupun hubungan juga mengerti implikasi (tentang) hubungan antar elemen-elemen unsur SETS. Selain itu, SETS akan membimbing peserta didik agar ber lingkungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat yang berperan dalam pemecahan masalah internasional sesuai kapasitasnya.

Pendidikan SETS memiliki harapan bahwa peserta didik memiliki kemampuan dan memandang sesuatu secara integratif dalam empat unsur SETS tersebut. Sebagai konsekuensinya dalam memahami serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan selalu memperhatikan kondisi,efek,manfaat serta akibat yang ditimbulkan. Maka dalam penerapan ilmu pengetahuan hendaknya diikuti dengan sikap,perilaku dan cara yang terpola. Penggabungan nilai karakter dalam pendekatan SETS diharapkan mampu memberi alternatif pemecahan dalam menyusun perencanaan pembelajaran

Artikel keren lainnya:

Langkah-langkah Metode Tiru Model, Kelebihan dan Kekurangannya

Menurut Bandura dan Walters dalam Slameto mengatakan bahwa sesuatu yang baru dikuasai atau dipelajari mula- mula dengan mengamati dan meniru suatu model/contoh/teladan. Dengan adanya model yang ditiru dapat memudahkan siswa dalam mengarang, sehingga dapat meningkatkan kemampuan mengarang siswa. 

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Tiru Model. Proses pembelajaran dengan metode tiru model adalah: 
  1. Sebuah model yang dipilih guru dibaca bersama-sama di kelas 
  2. Kemudian, dibaca pula analisis model itu (setiap model disertai sedikit analisis mengenai bagus tidaknya tulisan itu dan menelurusi jalan pikiran penulisnya ketika menciptakan tulisan itu, melihat sistematika penulisannya) 
  3. Guru mengajak para siswa memikirkan objek-objek lain yang kira-kira dapat dituliskan dengan menggunakan pola, gaya, atau cara-cara yang dipakai dalam model itu. 
  4. Selanjutnya siswa menuliskan idenya yang sejalan dengan model yang dibahas itu. 
  5. Siswa menuliskarangan dengan waktu yang cukup. 
  6. Setelah selesai, tugas siswa dikumpulkan dan diperiksa, kemudiandijanjikan kapan pekerjaan mereka dikembalikan. 
  7. Guru harusmengembalikan tugas siswa sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Ketika mengembalikan karangan-karangan itu, gurumembahas kesalahan-kesalahan yang umumnya dilakukan siswaSedangkan kesalahankesalahan yang dilakukan siswa tertentu cukup ditulis di kertas siswa yang bersangkutan untuk kemudian diselesaikan secara khusus antara guru dengan siswa. 

Kelebihan dan Kelemahan Metode Tiru Model Suatu metode atau teknik pembelajaran tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan metode tiru model adalah: 
  1. Anak dalam pembelajaran di kelas lebih mudah dikondisikan karenaanak menjadi aktif dengan kegiatan masing-masing. 
  2. Tugas guru dalam proses pembelajaran menjadi lebih ringan danmudah karena guru hanya menyediakan bahan yang dijadikan modeldan memeriksa tulisan anak. 
  3. Adanya latihan yang menunjang kemampuan menulis anak karenalatihan menulis yang dilakukan anak akan merefleksikan kemampuan menulis semakin sering berlatih maka anak akan semakin mahir dalam menulis. 
  4. Kegiatan pembelajaran melalui metode ini bisa dilakukan di dalam dan di luar kelas. 

Kekurangan metode ini adalah: 
  1. Dalam proses pembelajan guru tidak membantu menerangkan. 
  2. Dalam proses pembelajaran kurang adanya tanya jawab antara siswa dan guru. 

Pengajaran Bahasa Indonesia disekolah dasar secara umum dikembangkan menjadi keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut harus mendapat porsi yang seimbang dan dalam pelaksanaannya dilakukan secara terpadu. Menurut Solchan dkk, (2009; 7.14) ”Mendefinisikan hakekat pembelajaran keterampilan berbahasa yaitu keterpaduan keterampilan berbahasa dapat diwujudkan dalam dua cara, yakni keterpaduan dengan fokus keterampilan tertentu dan keterpaduan tanpa fokus, yang berarti keempatnya diperlakukan secara seimbang atau tanpa ada penekanan agar pelaksanaan pengajaran benar-benar dapat terpadu antara keempat keterampilan (kompetensi dasar), kompetensi dasar kebahasaan dan sastra maka perencanaannya harus terpadu pula.

Artikel keren lainnya:

Pengetahuan Dasar mempelajari Pidato yang baik

Pidato biasanya digunakan oleh seorang pemimpin untuk memimpin dan berorasi di depan banyak anak buahnya atau khalayak ramai. Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang – orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik. 

Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini: 
  1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela. 
  2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain. 
  3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan. 

Kerangka Susunan Pidato skema susunan suatu pidato yang baik: 
  1. Pembukaan dengan salam pembuka. 
  2. Pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi. 
  3. Isi atau materi pidato secara sistematis: maksud, tujuan, sasaran, rencana, langkah, dll. 
  4. Penutup (kesimpulan, harapan, pesan, salam penutup, dll) 

Sebelum menyusun naskah pidato hendaknya kita menulis hal-hal penting mengenai acara, misalnya nama acara, para undangan yang hadir, serta tujuan dari penyelenggaraan acara. Setelah itu, buatlah kerangka naskah pidato dengan memperhatikan bagian – bagian pidato. 

Ada 5 hal yang harus ada dalam naskah pidato, antara lain: 
  1. Salam atau sapaan pembuka 
  2. Pembuka pidato 
  3. Isi pidato 
  4. Penutup pidato 
  5. Salam penutup 

Sebelum memberikan pidato di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan berikut ini: 
  1. Wawasan pendengar pidato secara umum 
  2. Mengetahui lama waktu atau durasi pidato yang akan dibawakan. 
  3. Menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti. 
  4. Menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato. 

Jenis – Jenis Pidato berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi: 
  1. Pidato pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau MC. 
  2. Pidato pengarahan, adalah pidato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan. 
  3. Pidato sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu yang terbatas secara bergantian. 
  4. Pidato peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu.
  5. Pidato laporan, yakni pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan. 
  6. Pidato pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi suatu laporan pertanggungjawaban.



Artikel keren lainnya:

Memahami Learning Cycle 7E

Model learning cycle (siklus belajar) adalah rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif (Ngalimun, 2012: 145). 

Model learning cycle merupakan model pembelajaran yang berdasarkan pandangan konstruktivisme, dimana pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa sendiri (Mecit, 2006: 3). Lebih jelas Slavin (1994: 225) menjelaskan bahwa menurut pandangan konstruktivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. 

Marek (2008: 63) dalam Journal of Elementary Science Education menyatakan bahwa learning cycle merupakan cara inkuiri pada pembelajaran sains yang terdiri dari beberapa tahap berurutan. Dari penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model learning cycle merupakan model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang terdiri dari beberapa tahapan belajar yang terorganisasi dan berpusat pada siswa sehingga siswa secara aktif menemukan konsep sendiri. 

Selain berbasis konstruktivisme, learning cycle juga sesuai dengan teori belajar Piaget atau yang dikenal dengan teori perkembangan kognitif Piaget. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Abraham (1997) bahwa, “the learning cycle model derived from constructivist ideas of the nature of science, and the development theory of Jean Piaget”. Pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dikaitkan dengan pengetahuan baru yang diperoleh oleh siswa. 

Model learning cycle menekankan ke hakikat sains sebagai produk, proses, dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah dimana siswa dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. 

Pada mulanya, learning cycle terdiri atas tiga tahap, yaitu eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction) dan penerapan konsep (concept application). Dimulai dari fase exploration, maka siswa diberi kesempatan mengkonstruksi konsep dan dapat bekerjasama. Pengalaman fisik membantu siswa membangun membangun mental dari ide baru yang muncul pada konsep fase invention. Interaksi pada fase invention cukup membantu siswa mengasimilasi atau mengakomodasi ide yang spesifik. Fase application mendorong interaksi fisik dan sosial dengan memberi kesempatan untuk menggunakan ide baru tersebut pada situasi berbeda (Ngalimun, 2012: 145). 

Tiga tahap siklus belajar tersebut biasa dikenal dengan learning cycle E-I-A. Pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus tersebut mengalami perkembangan. Pada pertengahan 1980an Biological Science Curriculum Study (BSCS) mengambangkan model learning cycle menjadi lima fase yaitu terdiri dari fase engage, explore, explain, elaborate dan evaluate. 

Perkembangan ini dilakukan dengan menambahkan fase engage di awal pembelajaran yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa dan fase evaluate ditambahkan di akhir pembelajaran yang bertujuan untuk menilai pemahaman siswa, sedangkan fase pemahaman konsep dan aplikasi konsep diganti dengan istilah baru yaitu explain dan elaborate (Bybee et.al., 2006: 8). 

Oleh karena itu learning cycle lima fase tersebut sering dijuluki learning cycle 5E (Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, dan Evaluation) (Ngalimun, 2012: 146). Setelah learning cycle mengalami pengkhususan menjadi 5 tahapan atau yang disebut dengan learning cycle 5E, kemudian Eisenkraft pada tahun 2003 mengembangkan learning cycle menjadi 7 tahapan atau fase yang terorganisasi dengan baik, yaitu Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan Extend dan dikenal sebagai Learning Cycle 7E. 

Eisenkraft (2003: 57) menyatakan bahwa model learning cycle 7E bertujuan untuk menekankan pentingnya memunculkan pemahaman awal siswa dan memperluas (transfer) konsep. Dengan model baru ini, guru seharusnya tidak melewatkan tata syarat yang penting untuk proses pembelajaran. Hakikat model learning cycle 7E adalah model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang terdiri dari tujuh tahapan belajar meliputi Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Extend, dan Evaluate yang terorganisasi dan berpusat pada siswa sehingga siswa secara aktif menemukan konsep sendiri.

Artikel keren lainnya:

Konsep dan Manajemen Gerak Dasar pada Anak

Belajar gerak dapat diartikan sebagai perubahan tempat, posisi, kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu serta dapat diamati secara objektif. Dalam belajar gerak, latihan merupakan suatu proses yang paling utama dalam rangka peguasaan keterampilan gerak. 

Gerak mengacu pada sesuatu yang dapat diamati dalam perubahan letak beberapa bagian tubuh, Gerakan adalah tindakan puncak yang menjadi dasar proses motorik. Kata gerakan biasa diartikan secara luas namun secara umum berarti bahwa tindakan jelas dan bergerak. 

David L. Gallahue & John C. Ozmun (2006) menuliskan beberapa istilah gerakan yang sering digunakan, yaitu; 1) pola gerakan, 2) pola garakan dasar, 3) keahlian olahraga. Gerak merupakan unsur utama dalam pengembangan motorik anak. 

Oleh karena itu, perkembangan kemampuan motorik anak akan dapat terlihat secara jelas melalui berbagai gerakan dan permainan yang dapat dilakukan. Di kelas permulaan prasekolah dan sekolah dasar istilah kemampuan gerak mengacu kepada pengembangan dan penghalusan berbagai ragam gerakan dasar. 

Kemampuan gerak ini dikembangkan dan dihaluskan ke arah satu keadaan hingga anak-anak dapat menggunakannya dengan mudah dan efisien dalam lingkungannya. Apabila anak menjadi dewasa, kemampuan gerak yang dikembangkan ketika masih muda diterapkan pada berbagai ragam permainan dan olahraga lain yang diharapkan merupakan bagian dan pengalaman hidup seharian. Kemampuan gerak dasar, seperti memukul objek dan bawah, samping atau dan atas umpamanya diterapkan dan dijumpai dalam sejumlah cabang olahraga dan kegiatan rekreasi. 

Beberapa kategori gerakan (category of movement) yang dapat dimasukkan dalam menyusun permainan anak menurut David L. Gallahue & John C. Ozmun (2006) yaitu 1) kategori gerakan stabilisasi (stability movements) seperti putar pinggang, berputar ditempat, mendorong, menarik; 2) kategori gerakan lokomotif (locomotion movements) seperti benjalan, berlari, berbagai macam lompat, dan 3) kategori gerakan manipulasi (manipulative movements) seperti melempar, menangkap, menendang, memukul (gross motor) dan menjahit, mengguntung, mengetik, menggambar, mewarnai, berbagai macam seni melipat kertas (fine motor).

Manajemen Pembelajaran Gerak untuk Anak 

Manajemen adalah kemampuan atau keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan baik dilakukan untuk din sendiri, bersama orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai suatu tujuan (Muhammad Joko Susilo, 2008). Manajemen pembelajaran gerak untuk anak adalah kemampuan untuk mengelola pembelajaran yang bernuansa gerak (motorik) dalam kelas. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan merencanakan, melaksanakan, dan melakukan penilaian/asesmen dalam pembelajaran gerak. 

Kemampuan merencanakan pembelajaran gerak secara umum menurut Muhammad Joko Susio (2008) yaitu 1) kemampuan memahami tingkat pencapaian perkembangan motorik anak berdasarkan kurikulum dan tahapan perkembangan gerak dasar anak, 2) kemampuan mengembangkan silabi sesuai dengan kondisi anak, 3) mengembangkan materi ajar dalam hal ini permainan gerak, 4) merumuskan indikator pencapaian kompetensi, dan 5) mengembangkan instrumen penilaian gerak untuk anak. 

Jeniffer Wall & Nancy Murray (1994) mengatakan bahwa perencanaan diawali dengan melakukan pertimbangan untuk merencanakan yaitu kebutuhan anak, lingkungan, kurikulum yang digunakan, dan minat dan bakat anak. 

Tahap selanjutnya yaitu membuat perencanaan jangka panjang dalam bentuk program pengembangan tahunan, dilanjutkan dengan mengembangkan unit seperti menetapkan fokus bentuk gerak yang akan dikembangkan dan konsep gerak lalu melakukan perpaduan pada setiap unit. 

Tahap lanjutan yang dilakukan adalah mengembangkan pembelajaran. Pembelajaran gerak untuk anak terbagi atas tiga tahap yaitu tahap pengenalan, tahap pengembangan konsep dan keahlian, dan tahap puncak. 

Tahap pengenalan didesain untuk mengajak anak melakukan pemanasan dengan mengembangkan kegiatan lokomotor seperti lari dan lompat, dan mengenalkan pada anak bentuk gerak yang akan dikembangkan. 

Tahap pengembangan konsep dan keahlian meliputi tahap mengenalkan konsep dan keahlian, mengetahul konsep yang dikembangkan dan pemberian penguatan, dan praktik keterampilan tersebut. 

Tahap puncak adalah tahap anak menggunakan keahlian barunya dalam bergerak, mempelajarinya, dan mengkreasikannya dalam bentuk pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di taman kanak-kanak yaitu kurikulum 2013. Kurikulum ini menggunakan pendekatan tematik integratif dan saintifik. Pembelajaran dengan pendekatan tematik integratif adalah pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pengait dalam pembelajaran. 

Ada enam prinsip pemilihan tema yaitu kedekatan, kekonkretan, kemenarikan, kesesuaian, ketersediaan, keinsidentalan. Enam prinsip tersebut harus dipahami guru dalam memilih tema. Tema yang dipilih kemudian dikembangkan dalam sub-sub tema yang kemudian menjadi materi sebagai bahan untuk mengembangkan pembelajaran. 

Pengembangan materi mengacu pada penjabaran 5w 1 h yaitu what, who, when, where, why, dan how (Trianto, 2011). Pendekatan saintifik yaitu pendekatan pembelajaran yang terdiri dan lima tahapan yaltu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menghubungkan sebab akibat, dan mengkomunikasikannya. Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik menempatkan anak sebagai subjek utama dalam pembelajaran. Guru harus merancang pembelajaran yang sedapat mungkin mengarahkan anak pada kegiatan mengamati, memotivasi anak untuk bertanya dan apa yang diamati, bersama anak mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan pertanyaan anak tersebut, lalu menghubungkan pengetahuan yang dimiliki anak dengan informasi baru yang diperoleh dalam tahap menghubungkan sebab akibat, dan mengkomunikasikan hasil yang diperoleh dan proses awal sampai dengan akhir pembelajaran. 

Anak aktif dalam belajar untuk mendapatkan informasi. Kaitannya dalam pembuatan perencanaan pembelajaran gerak untuk anak, guru merancang pembelajaran yang melibatkan tema dan sedapat mungkin merancang anak untuk aktif dalam pembelajaran (Kurikulum, 2013). 

Pelaksanaan pembelajaran untuk anak menurut Slamet Suyanto (2008) meliputi beberapa prinsip yaitu 1) konkret dan dapat dilihat langsung, 2) bersifat pengenalan, 3) seimbang antara kegiatan fisik dan mental, 4) sesuai dengan tingkat perkembangan anak, 5) sesuai dengan kebutuhan individual, 6) mengembangkan kecerdasan, 7) kontekstual dan multikonteks, 8) terpadu dan 9) dilakukan sambil bermain. Prinsip ini hendaknya muncul dalam melaksanakan pembelajaran gerak untuk anak. 

Kemampuan yang ketiga yaitu kemampuan melakukan penilaian pembelajaran gerak pada anak. Penilaian pembelajaran untuk anak dilakukan untuk membuat keputusan yang jelas tentang mengajar dan belajar, mengidentifikasi masalah signifikan yang mungkin membutuhkan intervensi berfokus bagi anak-anak individual, dan membantu program meningkatkan intervensi pendidikan dan perkembangan anak (NAEYC, 2004). 

Cara untuk menilai gerak anak dalam pembelajaran gerak melalui penanaman menurut Janice J. Beaty (2013) terbagi menjadi tiga yaitu tidak terstruktur, terstruktur, transdisiplin. Penilaian tidak tenstruktur dilakukan untuk mengidentifikasi semua perilaku yang benlangsung selama sesi bermain. Penilaian terstruktur yaitu penilaian yang digunakan untuk sekumpulan perilaku bermain baku menggunakan mainan yang spesifik. Penilaian transdisiplin yaitu penilaian dengan menggunakan satu tim penilai serentak dalam mengamati anak, setiap tim mencari informasi yang spesifik. 

Penilaian ini berguna untuk mengamati perkembangan gerak anak agar dapat merancang program pembelajaran gerak yang selanjutnya. Penilalan gerak dapat dilakukan dua cara yaitu 1) penilaian dengan kriteria menggunakan skala rating, ceklist, catatan anekdot, dan tulisan jurnal; 2) penilaian pendekatan normatif menggunakan tes keahlian, dan tes kebugaran (Jennifer Wall & Nancy Murray, 1994).

Artikel keren lainnya:

Memahami Teori Pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif dan Kreatif (CBSAK)

Jika dibagi prinsip pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua bagain, pertama prinsip pembelajaran universal (umum), dan kedua prinsip Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Prinsip berasal (dari kata principia) berarti permulaan, titik awal yang darinya lahir hal-hal tertentu. Prinsip dapat juga diartikan asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan bertindak. 

Sedangkan pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan seperti dikutip dari Jurnal Tarbawi, Volume 1, No 2, ISSN 2527-4082 (Abd. Rachman Bakhtiar). 

Seterusnya, menurut Abd. Rachman, komunikasi transaksional menunjukkan adanya perolehan, penguasaan, hasil, proses atau fungsi belajar bagi peserta didik. Dengan demikian, berbicara tentang prinsip pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berarti berbicara tentang asas yang mendasari pelaksanaan pembelajaran PAI. Menurut Al-Nahlawi dalam Abdul Rachman (Jurnal Tarbawi, Vol, 1 No. 2) menyebutkan, ajaran Islam mempunyai prinsip dasar yang dapat dijadikan landasan dalam aktivitas pembelajaran, yaitu bahwa manusia adalah makhluk AllahSWT dan berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Walaupun tujuannya begitu ideal, namun selama ini pembelajaran PAI, sekaligus guru PAI, di sekolah sering dianggap kurang berhasil dalam mengembangkan sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik (Abd. Rachman, Jurnal, Tarbawi, Vol 1 No. 2). 

Dalam prinsip pembelajaran universal, maka dalam teori pembelajaran CBSAK (Cara Belajar Siswa Aktif dan Kreatif) dapat dijelaskan bahwa, teori ini lahir dari perenungan, pemikiran dan penelusuran dari teori-teori yang sudah ada. Setelah dilakukan penilaian dan mengkaji teori pembelajaran yang ada, maka paling tidak memiliki pembeda dari teori yang lain. 

Melalui teori pembelajaran CBSAK ini, diharapkan memiliki hasil yang berbeda dengan teori-teori pembelajaran yang ada saat ini. Sebab, teori CBSAK ini jauh berbeda dengan teori-teroi pembelajaran lainnya, terutama dalam bentuk rumusan dan pengertiannya yang hanya berupa singakatan huruf awal atau akronim. 

Namun demikian, akronim ini memiliki makna yang mendalam dan memiliki filosofi tersendiri. Karena itu, diharapkan melalui teori pembelajaran CBSAK ini akan memberikan warna positif dalam pelaksanan pembelajaran, khususnya pada tingkat pendidikan lanjutan seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan bahkan pada PT (Perguruan Tinggi). 

Selain itu, teori ini mungkin juga dapat diaplikasikasikan pada tingkat SD, terutama pada anak-anak kelas 5 (lima) dan kelas 6 (enam). Teori CBSAK dirumuskan sebagai alternatif untuk menghilangkan kemungkinan kemonotonan, dan kejenuhan dalam pembelajaran yang dilaksanakan guru dan yang diterima oleh anak didik dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. 

Dengan kata lain, diharapkan melalui kajian ini dapat digunakan sebagai solusi terhadap kebuntuan teori pembelajaran yang lainnya, yang mungkin tengah (sedang) dan sudah dilaksanakan para pengajar sejak masa lampau hingga hari ini.

Dengan lain perkataan, melalui teori CBSAK, guru, pengajar, dosen hanya sebagai pasilitator dalam penyelenggaraan belajar dan pembelajaran. Apa yang harus dilakukan guru dalam teori CBSAK? Yang mesti dilakukan oleh seorang guru, sebelum mengajar adalah: 
  • Langkah pertama, persiapan guru untuk memberikan pemahaman, cara-cara dalam melaksanakan CBSAK satu minggu sebelum dipraktikkan oleh sisiwa, 
  • Langkah kedua,guru menyampaikan dan menetapkan topik pembahasan yang akan diajarkan ketika masuk kelas dan menjelaskan secara garis besarnya saja, 
  • Langkah ketiga, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok sesuai dengan kebutuhan, 
  • Langkah keempat, siswa dipersilahkan untuk melakukan diskusi dengan kawankawannya satu kelas, 
  • Langkah kelima, guru hanya sebagai pengamat dan fasilator serta meluruskan jalannya diskusi, Langkah keenam, siswa dipersilahkan menyimpulkan topik yang sudah mereka bahas. 

Berdasarkan penjelasan dan langkah langkah tersebut, maka yang aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar adalah siswa, bukan guru. Dengan kata lain, melalui aktifitas dan kreatifitas anak didik dalam proses belajar di kelas, akan memberikan dampak positif terhadap penyerapan bahan ajar dan pelajaran yang disajikan pada saat itu. 

Memang, teori ini kelihatan agak sedikit rumit, tetapi yang terpenting adalah keluaran atau hasil yang diharapkan dari metode pembelajaran ini.

Selanjutnya, untuk memudahkan dalam mengaplikasi teori CBSAK ini, maka dapat digunakan panduan atau langkah-langkah di bawah ini. Adapun langkah-langkah atau cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengaflikasikan teori pembelajaran CBSAK dapat dipedomani tahapan dan proses seperti ini: 
  1. Satu minggu atau beberapa hari sebelum melaksanakan teori ini, maka guru membagi siswa dalam beberapa kelompok diskusi sesuai dengan kebutuhan. 
  2. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan (diskusikan) siswa pada satu pekan ke depan.
  3. Siswa mendengarkan dengan seksama penjelasan dari guru tentang topik yang akan dipelajari. 
  4. Guru menunjuk atau menetapkan satu kelompok untuk menyajikan materi diskusi dalam bentuk makalah. 
  5. Guru menetapkan kelompok mana yang harus tampil pertama dan seterusnya sehingga semua kelompok dapat tampil bergiliran sebagai pemakalah dengan topik yang berbeda. 
  6. Setelah kelompok penyaji selesai menyampaikan makalah, maka dilanjutkan dengan diskusi terhadap materi yang telah dipresentasikan. Semua kelompok yang ada di dalam kelas harus aktif dan proaktif. 
  7. Setelah diskusi usai, maka kelompok penyaji dapat membuat kesimpulan dari materi yang disajikan. 
  8. Kelompok lainnya yang bukan penyaji makalah juga membuat kesimpulan dari hasil diskusi sehingga dapat memperkaya makalah kelompok penyaji. Sebab, dari saran dan pendapat kelompok bukan penyanji (audien) akan dapat memperkaya pengetahuan dan menjadi masukan bagi kekurangan kelompok penyaji makalah. 
  9. Setelah diskusi kelompok, maka siswa akan menghasilkan pokok-pokok fikiran yang dianggap benar oleh masingmasing kelompok tentang materi yang diajarkan 
  10. Masing-masing hasil diskusi kelompok diadu tingkat akurasi hasil diskusi mereka dalam membahas topik yang sudah ditentukan 
  11. Jika terjadi silang pendapat dari hasil diskusi yang ada pada masing-masing kelompok, maka guru baru tampil untuk leuruskan pendapat siswa yang berbeda atau tidak sesuai dengan yang dikehendaki dari diskusi yang dimaksudkan 
  12. Terhadap semua yang timbul dari diskusi, baik kesimpulan yang benar maupun terhadap kesimpulan yang salah, maka peran guru dapat melakukan review terhadap materi diskusi yang sudah dilaksanakan. 
  13. Terakhir, guru dapat memberikan pengayaan terhadap materi diskusi yang dilakukan siswa


Artikel keren lainnya:

13 Karakteristik Supervisi Klinik Terhadap Guru

Karakteristik mendasar dari supervisi klinis sebagaimana dikatakan Acheson dan Gall dalam Sagala adalah: 
  1. Meningkatkan kualitas keterampilan intelektual dan perilaku mengajar guru secara spesifik. 
  2. Supervisi harus bertanggung jawab membantu para guru untuk mengembangkan; keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan data yang benar dan sistematis; terampil dalam mengujicobakan, mengadaptasi, dan memodifikasi kurikulum, dan; agar semakin terampil menggunakan teknik-teknik mengajar, guru harus berlatih berulang-ulang. 
  3. Supervisi menekankan apa dan bagaimana guru mengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan untuk merubah kepribadian guru. 
  4. Perencanaan dan analisis berpusat pada pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi. 
  5. Konferensi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenai pembelajaran yang relevan bagi guru mendorong untuk berubah. 
  6. Konferensi sebagai umpan balik menitikberatkan pada analisis konstruktif dan penguatan terhadap pola-pola yang berhasil daripada menyalahkan pola-pola yang gagal. 
  7. Observasi itu didasarkan pada bukti, bukan pada pertimbangan nilai yang substansial atau nilai keputusan yang tidak benar. 
  8. Siklus perencanaan, analisa dan pengamatan secara berkelanjutan dan bersifat kumulatif. 
  9. Supervisi merupakan proses memberi dan menerima yang dinamis di mana supervisor dan guru adalah kolega yang meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidang pendidikan. 
  10. Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran. 
  11. Guru secara individual memiliki kebebasan dan tanggungjawab untuk menganalisis dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran dan mengembangkan gaya mengajar personal guru. 
  12. Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan dikembangkan lebih banyak sama dengan keadaan pengajaran yang dapat dilakukannya. 
  13. Seorang supervisor memiliki kebebasan dan tanggungjawab untuk menganalisis kegiatan supervisinya dalam hal yang sama dengan analisis evaluasi guru tentang pembelajarannya.


Artikel keren lainnya:

11 Metode Rasulullah SAW dalam Pendidikan Islam di Era Madinah

Dalam pelaksanaan pendidikan ini Rasulullah telah mempraktekkan berbagai metode yang mudah dipahami dan meninggalkan bekas yang mendalam dalam diri pengikutnya. Di antaranya yang terpenting adalah keteladanan beliau sendiri, yang menjadikan dirinya sebagai suri teladan bagi segenap pengikutnya. Selain itu ada beberapa metode pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah dalam mengembangkan dakwahnya di Madinah, yaitu metode hikmah dan mau’idah hasanah, metode tamsil dan metode praktis. 

Metode hikmah dan mauidah hasanah 

Metode hikmah adalah yang sangat sering diterapkan Rasulullah SAW. Metode hasanah disebutkan dalam al-Qur`an, pada surah an-Nahl, dimana Allah SWT dengan tegas memberikan sebuah pedoman yang jelas bahwa keberhasilan dakwah sangat ditentukan oleh keberhasilan pembawa pesan (da`i) dalam meyakinkan para pendengar atau tujuan dari seruannya. Untuk menimbulkan keyakinan itu maka yang penting dilakukan adalah menyampaiakan pesan secara bijaksana dan kemauan untuk mengadu argumentasi secara fair (Q.S An-Nahl: 125). 

Metode memotivasi bertanya 

Ketika Rasulullah di Madinah proses pendidikan sering dilakukan dengan cara memancing para sahabat untuk bertanya. Rasulullah menjelaskan sesuatu secara tersirat, sehingga para sahabat terdorong mengetahui secara tersurat dan terperinci. Dalam pendidikan moderen kegiatan guru untuk merangsang peserta didik untuk mengembangkan potensi kritisnya dalam meyikapi berbagai persoalan disebut metode Socrates. Metode sokrates adalah mendorong seseorang untuk bertanya secara mendalam sampai ditemukan jawabannya. 

Metode tes dan melempar pertanyaan 

Pada awalnya Rasul memberikan pertanyaan yang diajukan kepada Shabat, sahabat yang mengetahui jawaban kemudian memberikan jawaban, bila tidak ada yang mengetahuinya maka mereka mengembalikannya kepada Rasulullah. Tujuan dari hal ini adalah untuk lebih menguatkan pengetahuan keislaman dalam diri shahabat. 

Metode penyegaran 

Setelah melalui serangkaian aktivitas belajar, maka tidaklah merupakan hal yang aneh bila timbul kejenuhan-kejenuhan. Untuk menghindari hal tersebut, sejak awal Rasulullah SAW memberikan antisipasi dengan memberikan peluang kepada para shahabatnya untuk mengambil masa jeda beristirahat dari aktivitas pembelajaran dari Rasulullah SAW. 

Metode mengenali kapasitas intelekual dan dialek 

Rasulullah SAW, adalah seorang yang sangat fasih dalam berbahasa, dan mengetahui betul kemampuan yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini metode yang dapat diambil adalah perlunya pengetahuan dasar mengenai siapakah yang menjadi peserta didik yang akan menerima pengajaran. Hal ini bertujuan untuk dapat menemukan pendekatan yang lebih tepat sehingga memberikan manfaat yang maksimal. 

Metode mengalihkan realitas indrawi kepada realitas kejiwaan 

Metode ini adalah kemampuan untuk menangkap makna dibalik peristiwa yang terjadi. Misalnya terjadi suatu peristiwa yang sangat umum kemudian Rasulullah menarik makna yang ada dibalik kenyataan tersebut dan menjelaskannya kepada sahabat-sahabatnya. 

Metode peragaan 

Berkenaan dengan pengetahuan ibadah praktis, seperti thaharah, sholat, dan ibadah haji, Rasulullah selalu memperagakan secara langsung kepada para sahabat. Setiap ada wahyu yang mewajibkan melakukan sesuatu, seperti halnya perintah melakukan sholat, Rasulullah menyuruh para sahabatsahabatnya untuk menyaksikan hai’ah atau prilaku salat yang benar. Setelah selesai memperagakan sholat, kemudian, Rasulullah menyuruh para shabatnya melakukan ibadah sholat secara baik dan benar. 

Metode dengan ungkapan bahasa kiasan 

Metode ini banyak dipakai Rasul ketika harus menjelaskan persoalan-persoalan yang berkaiatan dengan hal-hal yang sangat sensitif, misalnya berkenaan dengan masalah hubungan suami istri. Rasulullah tidak menggunakan bahasa yang vulgar, tetapi hanya menjelaskan hal tersebut dengan menggunakan bahasa kinayah. Ini misalnya dapat kita lihat dalam hadits beliau yang menyatakan bahwa “Aku akan menjamin seseorang untuk masuk surga, apabila ia mampu menjaga antara kedua bibir dan apa yang terdapat di antara kedua kakinya”. Maksud dari kedua kaki pada teks hadis ini adalah farj (kemaluan). 

Metode gradual 

Manusia adalah makhluk yang mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Dan oleh karenanya diperlukan tahapan-tahapan dalam memahami sesuatu. Prinsip gradualitas ini tidak hanya dapat dilihat dalam apa yang diterapkan oleh Rasulullah SAW, tetapi juga pada ketentuan-ketentuan penetapan hukum yang terdapat dalam alQur`an. Pada tahap awal, Rasulullah hanya memperingatkan sahabat-sahababnya akan bahaya dari minuman khamr dan perbuatan judi (maisr). Kemudian pada tahap kedua, Rasulullah melarang meminum khamr ketika akan melaksanakan sholat. Selanjutnya, setelah para sahabat mengetahui bahaya dari khamr dan maisir dan sudah terbiasa meninggalkannya, kemudian Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menjauhi tradisi meminum khamr dan aktivitas maisr. 

Metode kisah 

Dalam berbagai riwayat ditemukan banyak sekali kisah-kisah yang disampaikan Rasulullah SAW. Baik mengenai kisah orang-orang yang mendapat keridhaan Allah, maupun orang yang mendapat kemurkaan Allah karena keingkaran dan pembangkangannya kepada Allah Swt. Efektifitas metode kisah memang sudah diakui sejak lama.

Metode Keteladanan 

Sejarawan pada umumnya sepakat bahwa salah satu rahasia dibalik kesuksesan Rasulullah adalah kemampuan beliau untuk menyatukan ucapan dengan perbuatan. Dalam berbagai kesempatan dan merumuskan peraturan, maka pelaksana pertama adalah Rasul sendiri, demikian juga halnya dengan larangan, beliaulah yang pertama sekali yang meninggalkannya. 

Dengan demikian dapat diketahui, bahwa strategi dakwah atau pendidikan Rasulullah di Madinah selama 10 tahun adalah mengacu pada tata cara berdakwah sebagaimana yang tercantum dalam AlQur’an surat An-Nahl ayat 125, yakni dengan hikmah (memberikan pengajaran dengan sistematis), Mau’idah hasanah (memberi contoh/suritauladan dengan baik), dan mujadilah (berdiskusi dengan argumentasi yang logis dan kritis). Rasulullah selalu menempatkan diri sebagai teladan, Membiasakan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah, Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, serta selalu menganjurkan untuk bersikap peduli kepada sesama.

Artikel keren lainnya:

Perilaku Siswa Penggemar Tayangan Korea di Televisi Sebagai Kesadaran Palsu

Menurut Herbert Marcuse dalam Drajat Tri Kartono dan Pajar Indra Jaya, “Bahwa kemajuan teknologi hanya bermanfaat dalam bentuk luarnya saja, namun sejatinya kondisi tersebut menimbulkan kesadaran palsu” (2004:57). Dalam hal ini televisi menghadirkan tayangan-tayangan Korea lewat berbagai stasiun televisi. Tayangantayangan Korea tersebut ditayangkan setiap hari dan dalam sehari lebih dari sekali. Kegemaran siswa melihat tayangan Korea ternyata terus berkembang. 

Kecanggihan teknologi didukung fasilitas yang dimiliki siswa seperti laptop dan modem membuat siswa semakin mudah untuk melihat tayangan Korea. Siswa rela menghabiskan waktu berjamjam di depan layar komputer untuk melihat tayangan Korea atau sekedar browsing tentang Korea di internet. Intensitas siswa melihat tayangan Korea sangat besar sehingga membuat siswa tidak sadar bahwa mereka sebenarnya telah terdominasi oleh teknologi yaitu televisi dan media lain yang menghadirkan tayangan Korea. 

Marcuse dalam Drajat Tri Kartono dan Pajar Indra Jaya juga mengatakan, “Bahwa kebutuhan sekunder atau tersier menjadi kebutuhan sangat primer sehingga manusia akan sakit apabila manusia tidak mampu memenuhinya” (2004:58). Dalam hal ini, bagi siswa penggemar tayangan Korea di televisi, melihat tayangan Korea adalah hal yang penting bagi mereka sehingga siswa tidak ingin ketinggalan acara-acara Korea ketika harus belajar untuk ujian sekolah, bahkan siswa rela mengesampingkan kewajibannya yaitu belajar. 

Keinginan melihat tayangan Korea membuat konsentrasi belajar siswa menjadi terpecah karena siswa tetap memikirkan ingin melihat tayangan Korea ketika sedang belajar, maupun belajar sambil melihat tayangan Korea. Kegiatan belajar di Sekolah juga terganggu karena siswa tidak memperhatikan penjelasan Guru tentang pelajaran dan justru bercerita tentang tayangan Korea bersama temannya. 

Sebenarnya melihat televisi bukanlah kebutuhan primer bagi siswa, namun tayangantayangan Korea yang dihadirkan televisi mampu membuat menonton televisi menjadi kebutuhan primer bagi siswa. Para siswa tidak ingin melewatkan acara kesayangan mereka tersebut sehingga ada rasa kehilangan dan kekecewaan bila mereka melewatkan acara tersebut. 

Kegemaran siswa terhadap tayangan Korea juga diekspresikan melalui beberapa hal. Identitas menyukai budaya pop Korea atau hallyu ditunjukkan lewat kebiasaan siswa menghabiskan uang saku dan uang tabungan untuk membeli majalah, poster, mencetak foto artis Korea, membeli album original, membeli pakaian untuk bergaya seperti artis Korea dan untuk internetan guna men-download segala hal tentang hallyu. 

Marcuse berpendapat, “Bahwa kemampuan untuk mengkonsumsi barang secara bebas sesuai dengan ukuran kantong dianggap suatu bentuk kemerdekaan” (Drajat T.K dan Fajar Hatma I.J, 2004: 59-60). Dalam mewujudkan kegemarannya terhadap hallyu, para siswa harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk ukuran siswa sekolah, namun siswa tidak merasa rugi ketika mereka harus menghabiskan uang saku dan uang tabungan karena siswa mengaku bisa mendapat kesenangan dan kepuasan tersendiri. Mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka telah diliputi oleh kepentingan semu karena membeli barang-barang mahal yang di jelaskan di atas sebenarnya bukanlah kebutuhan sebagai siswa.

Artikel keren lainnya:

Dampak Orangtua Merantau Terhadap Anak Yang Ditinggal

Orang tua yang merantau secara positif dapat mempengaruhi kualitas hidup anak-anak. Anak-anak hidup dalam kondisi yang lebih baik, termasuk seperti rumah yang diperbaiki dan dilengkapi. Anak-anak memiliki sumber daya keuangan untuk membeli pakaian mahal dan berbagai barang, untuk menghibur diri sendiri. Selain itu anakanak memiliki keuntungan untuk menikmati berbagai barang seperti komputer pribadi, perekam audio, telepon seluler dan lainnya, yang biasanya sulit bagi teman-teman sebayanya untuk mendapatkan barang tersebut (UNICEF dalam Prihantini, 2015). 

Komunikasi menjadi suatu hal yang penting bagi perantau untuk sekedar menanyakan kabar atau memantau anaknya, biasanya perantau lakukan dengan menggunakan telepon Orang tua yang merantau memiliki dampak negatif di samping dampak positif. Dampak negatif terutama terhadap anak yang ditinggalkan. Bakker, Elings-Pels, dan Reis dalam Prihantini (2015) menyebutkan dampak dari remaja yang ditinggal orang tuanya merantau, remaja memiliki problem psikososial yang diakibatkan dari tidak terbentuknya kelekatan anak dengan orang tua. UNICEF dalam Prihantini (2015) memaparkan beberapa dampak psikologis pada anak-anak di Moldova yang ditinggal merantau orang tuanya, antara lain kurang mampu dalam mengembangkan kemampuan pribadi dalam mengatasi kesulitan di kehidupan dewasanya, seperti kemandirian dalam pengambilan keputusan, kepercayaan diri, manajemen waktu dan pengendalian emosi. 

Dampak dalam bidang intelektual, seperti hilangnya minat sekolah dan kemunduran prestasi akademik. Kurangnya motivasi untuk belajar dapat memiliki konsekuensi negatif pada pendidikan anak tersebut. Kerentanan terhadap penyalahgunaan narkoba yang disebabkan oleh tekanan dari teman-teman sebayanya. UNICEF secara lebih lanjut memaparkan bahwa perasaan anak-anak yang ditinggal orang tuanya merantau dapat menimbulkan sebuah kompleks rendah diri. Hal tersebut dapat memiliki konsekuensi negatif pada keluarga anak-anak di masa depan. 

Penelitian yang dilakukan oleh Bakker, Elings-Pels and Reis dalam Prihantini (2015) mengemukakan bahwa kegiatan merantau di Karibia memiliki dampak negatif besar pada keluarga, khususnya pada anak. Anak-anak yang telah ditinggalkan berada pada situasi rentan secara psikososial dan pendidikan mereka. Mereka berada pada risiko yang lebih tinggi dan lebih rentan terhadap pelecehan, penelantaran dan eksploitasi termasuk kekerasan seksual, pekerja anak dan perdagangan. Anak-anak yang ditinggalkan banyak yang menderita depresi dan rendah diri yang dapat mengakibatkan masalah perilaku seperti terlibat dalam kekerasan dan kejahatan atau melarikan diri dari rumah.

Artikel keren lainnya:

Menjadi Penggemar Tayangan Korea Lebih Banyak Berdampak Negatif Bagi Siswa

Melihat tayangan Korea di televisi maupun media lain memang bisa memberikan hiburan bagi siswa, bila intensitasnya tidak berlebihan. Artinya melihat tayangan Korea hanya untuk selingan sehingga tidak mengesampingkan kewajiban untuk belajar. Namun pada kenyataannya kegemaran siswa melihat tayangantayangan Korea membuat siswa menjadi terlena sehingga mengesampingkan belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah. 

Muhibbin Syah (2009) menyatakan, “Bahwa minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu” (hal 152). Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian. Dalam hal ini ketika minat siswa untuk melihat tayangan Korea lebih besar dari pada keinginannya untuk belajar, maka proses belajarnya menjadi tidak maksimal karena pikirannya tidak sepenuhnya tercurah pada belajar atau bisa dikatakan siswa belajar dengan terpaksa dan mempercepat belajar agar bisa segera melihat tayangan Korea. 

William L. Rivers berpendapat, “Media bukan saja bisa menjadi pembujuk kuat, namun media juga bisa membelokkan pola perilaku atau sikap-sikap yang ada terhadap suatu hal” (2008:255). Dalam hal ini televisi berhasil membuat siswa menggemari tayangan korea bahkan ketagihan ingin terus menonton. Kegemaran terhadap tayangan Korea bahkan membuat siswa melakukan tindakan yang kurang terpuji. Salah satunya adalah siswa menjadi tidak terbuka kepada orangtuanya. Seperti harus berbohong kepada Ibunya dengan mengatakan mengerjakan tugas padahal internetan di warnet untuk melihat dan men-download tentang hallyu, serta ada siswa harus diam-diam pergi ke warnet internetan untuk men-download lagu-lagu Korea. Menurut Thorne dan Brunner dalam Nesya Amellita, salah satu karakteristik tertentu yang dapat ditemukan pada penggemar dan mempengaruhi perilaku mereka.

Penggemar memfokuskan sebagian besar waktu dan kemampuan mereka secara intens pada suatu area hobi atau ketertarikan yang lebih spesifik dari pada mereka yang bukan penggemar. Penggemar biasanya memiliki rasa suka yang kuat sehingga terjadi perubahan pada gaya hidup mereka untuk mengakomodasi kesetiaan mereka pada obyek yang disukai (2010:17). Dalam hal ini siswa penggemar tayangan Korea memiliki rasa suka yang kuat terhadap tayangan Korea baik di televisi maupun media lain sehingga mereka mengkhususkan waktu untuk selalu setia mengikuti tayangantayangan Korea. 

Melihat tayangan Korea dianggap sebagai hal yang penting sehingga siswa tidak ingin melewatkan meski hanya sekali saja. Ada perasaan menyesal, kehilangan, dan malu terhadap fans lain bila sekali saja tidak menonton hingga akhirnya siswa mengesampingkan kewajiban utamanya sebagai siswa yaitu belajar dan mengerjakan PR. 

Thorne dan Brunner dalam Nesya Amellita (2010) juga mengatakan salah satu karakteristik tertentu yang dapat ditemukan pada penggemar dan karakteristik tersebut mempengaruhi perilaku mereka adalah keinginan memiliki. Siswa penggemar tayangan Korea senang mengekspresikan kegemaran mereka terhadap hallyu melalui beberapa hal yaitu membeli poster, majalah, album, pakaian agar bisa bergaya ala artis Korea. 

Para siswa juga memanfaatkan internet untuk mengekspresikan kegemaran mereka terhadap hallyu dengan cara mendownload foto, lagu, video, bahkan film Korea, serta sekedar memposting tentang hallyu melalui media sosial seperti facebook dan twitter. Dalam mewujudkan kegemarannya terhadap hallyu, para siswa tersebut harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk ukuran siswa sekolah sehingga hal tersebut adalah pemborosan.

Artikel keren lainnya:

Pengertian supervisi klinis menurut pendapat para ahli

Pada hakikatnya supervisi yang harus diterapkan di sekolah meliputi 2 (dua) macam, yaitu; supervisi akademik dan supervisi manajerial. Dua macam supervisi ini juga tergambar dalam permendiknas. Di dalam Permendikas Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah disebutkan bahwa Pengawas satuan pendidikan dituntut memiliki kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik, di samping kompetensi kepribadian, sosial, evaluasi pendidikan dan penelitian pengembangan. 

Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan pendidikan nasional. Adapun supervisi akademik esensinya berkenaan dengan tugas pengawas untuk membina guru dalam meningkatkan mutu pembelajarannya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 

Supervisi klinik, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan dan rekan-rekannya di Harvard School of Education. Titik tekan supervisi ini adalah pada pendekatan yang diterapkan bersifat khusus melalui tahap tatap muka dengan guru pengajar. 

Ada dua asumsi yang mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara yang outoritarian.

Saat ini jenis supervisi yang menekan dan mendekati inspeksi kurang relevan untuk diterapkan. Supervisi yang dikehendaki merupakan kegiatan yang berkesinambungan yang akhirnya benar-benar memberikan masukan positif terhadap kinerja guru. 

Ketika jenis supervisi ini diterapkan, awalnya digunakan pada supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi ini ditekanan pada klinik, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek. Menurut Cogan, supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data serta hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid. 

Pada hakikatnya supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran atau akademik, hanya saja dalam superivisi klinik ini lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan dan kekurangan tersebut. Dalam jenis supervisi ini ada proses bimbingan yang bertujuan membantu mengembangkan profesional guru dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku.

Secara bahasa klinik merupakan organisasi kesehatan yang bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan). Hal ini sama dengan proses diagnosa penyakit pada diri seseorang oleh dokter. Ketika dokter menghadapi pasien, dokter tidak terburu-buru memberikan resep atau obatnya. Mula-mula dicari terlebih dahulu sebab-sebab dan jenis penyakitnya dengan jalan menanyakan kepada pasien. Pertama-tama pasien ditanya: apa yang dirasakannya? Di bagian mana dan bagaimana rasanya? Ada pertanyaan yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi pasien yang telah dan sedang dialami. 

Setelah dokter mendapatkan gambaran yang jelas sebab dan kondisi pasien, kemudian dokter memberikan saran atau pendapat bagaimana sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah, dan pada waktu itu pula dokter berusaha memberi obat atau resep obatnya. Richard Waller memberikan definisi supervisi klinik sebagaimana dikutip Ngalim mengatakan bahwa supervisi klinik adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional. 

Sedangkan Platt-Koch membatasi tujuan supervisi klinis sebagai memperluas basis pengetahuan terapis, membantu dalam mengembangkan kemampuan klinis, dan mengembangkan otonomi profesional praktisi. Butterworth dan Faugier menggambarkan supervisi klinis sebagai proses memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi dan profesional. Mereka menekankan bahwa tidak melibatkan hukuman tetapi peluang untuk pengembangan.

Dari beberapa pendapat di atas kiranya dapat dianalisis bahwa supervisi klinis adalah salah satu jenis pendekatan supervisi akademik yang di dalamnya terdapat pertemuan langsung antara supervisor dan guru. Dan supervisi ini menjadi tindak inspeksi. Pendekatan ini difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata. Seluruh aktivitas ini bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional atau suatu proses memahami, mencegah dan memulihkan keadaan guru ke ambang normal. 

Singkatnya supervisi klinis memberikan bantuan pada guru yang mengalami masalah dalam proses pembelajaran. Selain itu, pendekatan supervisi ini juga bisa dimaknai dengan klinik pengajaran. Klinik pengajaran adalah tempat di mana guru didiagnosa tentang praktik mengajarnya sebagaimana orang sakit didiagnosa sakitnya oleh dokter.

Artikel keren lainnya:

Guru sebagai Motivator Belajar

Motivator adalah orang yang memiliki profesi atau pencaharian dari memberikan motivasi kepada orang lain. KBBI mendefinisikan motivator adalah orang (perangsang) yang menyebabkan motivasi orang lain untuk melaksanakan sesuatu, pendorong, penggerak. Pengertian Guru Sebagai Motivator artinya guru sebagai pendorong siswa dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi, hal ini bukan disebabkan karena memiliki kemampuan yang rendah, akan tetapi disebabkan tidak adanya motivasi belajar dari siswa sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. 

Dalam hal seperti di atas guru sebagai motivator harus mengetahui motif-motif yang menyebabkan daya belajar siswa yang rendah yang menyebabkan menurunnya prestasi belajarnya. Guru harus merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk membangkitkan kembali gairah dan semangat belajar siswa. 

Pembelajaran yang yang baik manakala berorientasi kepada siswa dengan tujuan agar dapat menimbulkan motivasi pada diri siswa. Maksudnya bahwa motivasi siswa dapat timbul tanpa perlu adanya rangsangan dari luar karena di dalam diri mereka sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Misalnya siswa yang memiliki minat membaca. Timbulnya minat membaca dari dalam diri siswa atas kesadarannya sendiri. Ia rajin mencari buku-buku yang ingin dibacanya. Keinginan untuk membaca timbul karena dorongan dan kesadaran dari dalam dirinya sendiri, jadi siswa tidak terus-terusan dijejali dengan perintah atau instruksi untuk melakukan aktivitas membaca. Namun dalam kenyataannya siswa sering mengalami lelah, jenuh, bosan dan tidak memiliki kegairahan dalam belajar dengan beberapa alasan yang bisa muncul setiap saat. 

Disinilah unsur guru sangat penting dalam memberikan motivasi, mendorong dan memberikan respon positif guna membangkitkan kembali semangat siswa yang mulai menurun. Guru bertindak sebagai alat pembangkit motivasi (motivator) bagi peserta didiknya. Guru Sebagai motivator hendaknya menunjukkan sikap sebagai berikut :

  1. Bersikap terbuka, artinya bahwa seorang guru harus dapat mendorong siswanya agar berani mengungkapkan pendapat dan menanggapinya dengan positif. Guru juga harus bisa menerima segala kekurangan dan kelebihan tiap siswanya. Dalam batas tertentu, guru berusaha memahami kemungkinan terdapatnya masalah pribadi dari siswa, yakni dengan menunjukkan perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi siswa, dan menunjukkan sikap ramah serta penuh pengertian terhadap siswa. 
  2. Membantu siswa agar mampu memahami dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya secara optimal. Maksudnya bahwa dalam proses penemuan bakat terkadang tidak secepat yang dibayangkan. Harus disesuaikan dengan karakter bawaan setiap siswa. Bakat diibaratkan seperti tanaman. Karena dalam mengembangkan bakat siswa diperlukan “pupuk” layaknya tanaman yang harus dirawat dengan telaten, sabar dan penuh perhatian. Dalam hal ini motivasi sangat dibutuhkan untuk setiap siswa guna mengembangkan bakatnya tersebut sehingga dapat meraih prestasi yang membanggakan. Ini berguna untuk membantu siswa agar memiliki rasa percaya diri dan memiliki keberanian dalam membuat keputusan. 
  3. Menciptakan hubungan yang serasi dan penuh kegairahan dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Hal ini dapat ditunjukkan antara lain, menangani perilaku siswa yang tidak diinginkan secara positif, menunjukkan kegairahan dalam mengajar, murah senyum, mampu mengendalikan emosi, dan mampu bersifat proporsional sehingga berbagai masalah pribadi dari guru itu sendiri dapat didudukan pada tempatnya. 
  4. Menanamkan kepada siswa bahwa belajar itu ditujukan untuk mendapatkan prestasi yang tinggi atau agar mudah memperoleh pekerjaan, atau keinginan untuk menyenangkan orang tua, atau demi ibadah kepada Allah, dan masih banyak lagi hal lain yang dapat dijadikan motivasi demi ditumbuhkannya minat belajar siswa.
  5. Sikap aktif dari subjek belajar (siswa) mutlak diperlukan karena minat belajar itu seharusnya dapat tumbuh dari dalam diri subjek belajar sendiri dengan atau tanpa bantuan orang lain, melalui penekanan pemahaman bahwa belajar itu ada manfaatnya bagi dirinya. 


Untuk menumbuhkan minat belajar siswa, guru juga perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar proses belajar di ruang kelas dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan menyenangkan. Dengan kata lain, siswa akan memiliki motivasi yang besar dalam mengikuti proses belajar mengajar di ruang kelas. Lingkungan belajar kondusif yang dimaksudkan adalah: Suasana santai dan nyaman, Berinteraksi dengan lingkungan sekitar, Mengembangkan dan mempertahankan sikap positif. (Bobby De Porter dan Mike Hernacki: 2001:65-67) 

Suasana santai dan nyaman sangat tergantung kepada perabotan yang ditata, kuat dan lemahnya pencahayaan, temperatur atau suhu udara yang melingkupinya, tanaman yang menghiasi lingkungan belajar, dan suasana hati siswa secara umum. Beberapa hal tersebut dianggap sangat esendial karena suasana santai dan nyaman ini dapat mempengaruhi mood dan menjadi pemicu agar siswa mau bersikap terbuka terhadap guru mereka. 

Interaksi dengan lingkungan yang sangat penting diwujudkan karena dalam interaksi dengan lingkungan dapat ditemukan sumber-sumber belajar yang baru yang dapat digunakan sebagai upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Di sini berarti guru dalam melaksanakan pembelajaran dituntut untuk mengadakan interaksi keilmuan antara teori yang diajarkan dengan realita. Sementara itu mengembangkan dan mempertahankan sikap positif terutama terhadap diri sendiri, dimaksudkan agar siswa dapat memiliki sikap yang positif. Di sini siswa harus mampu menumbuhkan sikap positif dalam dirinya karena jika menungu orang lain, termasuk guru, untuk memberikan respon positif terkadang sulit ditemui. 

Dengan kata lain, semua peristiwa yang muncul harus dihadapi siswa dengan sikap positif. Ada kiat yang dapat dikembangkan dalam menumbuhkan sikap positif pada diri sendiri, yaitu beranilah untuk memuji diri sendiri dan tanamkan bahwa kita bisa dan pasti bisa. Selain ketiga hal di atas, ada hal lain yang perlu dilakukan seorang guru sebagai motivator belajar siswa, yaitu memajang hasil pekerjaan siswa yang baik dan pekerjaan siswa yang belum berhasil. (Conny Semiawan, et al: 1992 : 93) Hal ini dimaksudkan agar pekerjaan yang dianggap telah baik dapat terus dipertahankan, sedangkan pekerjaan yang dianggap kurang berhasil dapat diperbaiki dengan prestasi yang lebih baik. 

Teori psikologi behaviorisme memandang bahwa hasil tes yang baik dan yang segera diketahui oleh siswa yang bersangkutan akan menjadi pengalaman yang menyenangkan dan mempunyai efek memperkuat dorongan untuk belajar kembali. Dengan kata lain, memperoleh nilai yang baik itu merupakan suatu rewarding learning experience, yaitu pengalaman belajar yang menyenangkan. 

Kita semua terbiasa dengan konsep kalimat take and give, dimana kita akan memberi ketika kita sudah mendapatkannya. Ketika kita memperoleh sesuatu, kita pun suatu saat harus merelakan memberikan sesuatu terhadap apa yang sudah kita keluarkan. Namun jarang sekali terpikir untuk membalik proses tersebut, Sekilas memang nampak aneh didengar, tetapi sudah banyak orang yang melakukan ini. 

Seiring dengan ide itu, sosok guru merupakan peran sentral dalam dunia pendidikan. Korelasi antara konsep give and give dapat diibaratkan seorang guru yang menjalankan tugasnya dengan selalu memberikan pengajaran yang terbaik tanpa mengharapkan balasan. Ia selalu memberikan potensi dirinya dan mendedikasikan untuk mengajar dengan penuh hati, tulus, ikhlas serta memberikan kejutan menggembirakan untuk siswa-siswanya. Ini seperti teori kekekalan energi bahwa energi yang ada di alam ini tidak akan hilang, melainkan hanya berubah bentuk. Bila seseorang memberikan suatu kebajikan dengan ikhlas, seiring dengan berjalannya waktu, ia akan dengan sendirinya memperoleh penggantinya baik itu berupa materi ataupun kepuasan batin. Begitu besar manfaat bila kita bisa memberi dengan ikhlas, apapun bentuknya. Ternyata, alam memiliki mekanisme sendiri untuk mengembalikan pemberian tersebut. 

Dengan membiasakan pola pikir give and give, siswa akan terbiasa untuk berbagi kepada orang lain. Baik itu perhatian, spirit, doa, materi, tenaga, atau apa pun kepada orang yang membutuhkan. Selain orang yang kita bantu akan merasa senang, kita pun pasti akan merasa senang. 

Artikel keren lainnya:

Fungsi Motivasi dalam Belajar

Motivasi belajar dianggap penting di dalam proses belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku siswa. 

Menurut Sardiman (2001:60) mengemukakan tiga fungsi motivasi yaitu: 
  1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan; Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 
  2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah; Artinya motivasi mengarahkan perubahan untuk mencapai yang diinginkan. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 
  3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak; Artinya mengerakkan tingkah laku seseorang. Selain itu, motivasi belajar berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.

Jenis-jenis Motivasi dalam belajar

Secara umum, motivasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. 

1. Motivasi Instrinsik 

Motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. (Hamalik,2004:46). Sedangkan menurut Sardiman (2006:78) motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah tujuan tetentu tanpa adanya faktor pendorong dari luar. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri atau dengan kata lain motivasi instrinsik tudak memerlukan rangsangan dari luar tetapi berasal dari diri siswa. 

Siswa yang termotivasi secara instrinsik dapat terlihat dari kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena butuh dan ingin mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Dengan kata lain, motivasi instrinsik dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan itu sendiri (Sardiman, 2001:72). 

Siswa yang memiliki motivasi instrinsik menunjukkan keterlibatan dan aktivitas yang tinggi dalam belajar. Motivasi dalam diri merupakan keinginan dasar yang mendorong individu mencapai berbagai pemenuhan segala kebutuhan diri sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan dasar siswa, guru memanfaatkan dorongan keingintahuan siswa yang bersifat alamiah dengan jalan menyajikan materi yang cocok dan bermakna bagi siswa. Menurut Usman (2005:56) motivasi instrinsik timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain tetapi atas kemauan sendiri. 

Pada dasarnya siswa belajar didorong oleh keinginan sendiri maka siswa secara mandiri dapat menentukan tujuan yang dapat dicapainya dan aktivitas-aktivitasnya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan belajar. seseorang mempunyai motivasi instrinsik karena didorong rasa ingin tahu, mencapai tujuan menambah pengetahuan. Dengan kata lain, motivasi instrinsik bersumber pada kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Motivasi instrinsik muncul dari kesadaran diri sendiri, bukan karena ingin mendapat pujian atau ganjaran.

Guru dapat menggunakan beberapa strategi dalam pembelajaran agar siswa termotivasi secara instrinsik, yaitu: 
  1. Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa sehingga tujuan belajar menjadi tujuan siswa atau sama dengan tujuan siswa. 
  2. Memberi kebebasan kepada siswa untuk memperluas kegiatan dan materi belajar selama masih dalam batas-batas daerah belajar yang pokok. 
  3. Memberikan waktu ekstra yang cukup banyak bagi siswa untuk mengembangkan tugas-tugas mereka dan memanfaatkan sumbersumber belajar yang ada di sekolah. 
  4. Kadang kala memberikan penghargaan atas pekerjaan siswa. 
  5. Meminta siswa-siswanya untuk menjelaskan dan membacakan tugas-tugas yang mereka buat, kalau mereka ingin melakukannya. Hal ini perlu dilakukan terutama sekali terhadap tugas yang bukan merupakan tugas pokok yang harus dikerjakan oleh siswa, kalau tugas dikerjakan dengan baik.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik berbeda dari motivasi instrinsik karena dalam motivasi ini keinginan siswa untuk belajar sangat dipengaruhi oleh adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Dorongan dari luar tersebut dapat berupa pujian, celaan, hadiah, hukuman dan teguran dari guru. Menurut Sardiman (2006:80) motivasi ekstrinsik adalah “motifmotif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan atau dorongan dari luar”. Bagian yang terpenting dari motivasi ini bukanlah tujuan belajar untuk mengetahui sesuatu tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, sehingga mendapatkan hadiah. 

Motivasi ekstrinsik juga diperlukan dalam kegiatan belajar karena tidak semua siswa memiliki motivasi yang kuat dari dalam dirinya untuk belajar. Guru sangat berperan dalam rangka menumbuhkan motivasi ekstrinsik. Pemberian motivasi ekstrinsik harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, karena jika siswa diberikan motivasi ekstrinsik secara berlebihan maka motivasi instrinsik yang sudah ada dalam diri siswa akan hilang. Motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi instrinsik, sehingga motivasi ekstrinsik sangat diperlukan dalam pembelajaran. Motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi instrinsik jika siswa menyadari pentingnya belajar. Motivasi ekstrinsik juga sangat diperlukan oleh siswa dalam pembelajaran karena adanya kemungkianan perubahan keadaan siswa dan juga faktor lain seperti kurang menariknya proses belajar mengajar bagi siswa (Dimyanti:2006:89). 

Motivasi ekstrinsik dan instrinsik harus saling melengkapi dan menguatkan sehingga individu dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa situasi yang dapat menjadikan siswa berprestasi, situasi tersebut antara lain : 
  1. Adanya persaingan atau kompetisi di dalam kelas. 
  2. Pemberian hadiah atau pujian terhadap siswa-siswa yang memiliki prestasi baik dan memberikan hukuman kepada siswa yang prestasinya mengalami penurunan. 
  3. Adanya pemberitahuan tentang kemujan belajar siswa. Dengan mengetahui hasil pekerjaan maka siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar, apabila jika hasil yang diperoleh menunjukkan kemajuan. 
  4. Ego involvement.Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimenya sebagai tantangan. 
  5. Pemberian ulangan. Guru harus memberitahukan terlebih dahulu jika akan diadakan ulangan karena siswa akan lebih giat belajar jika mengetahui akan ada ulangan.
  6. Adanya hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar berarti kemauan yang timbul pada diri anak didik untuk belajar, sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik. 

Motivasi ekstrinsik merupakan alat bantu dalam sebuah pencapaian tujuan pembelajaran, karena yang penting adalah tercapainya tujuan belajar itu sendiri. Kalau memang belajar akan dapat terjadi dengan memberikan motivasi ekstrinsik maka justru motivasi inilah yang perlu kita manipulasi dan kita manfaatkan sehingga memberikan efek maksimal terhadap usaha dalam belajar. Apabila kalau disadari bahwa proses memberikan motivasi ekstrinsik jauh lebih mudah daripada membangun motivasi instrinsik dalam diri seorang.

Artikel keren lainnya: