Beranda · Artikel · Motivasi · Merdeka Belajar · Bahan Ajar · PTK · Pembelajaran

Metode Pembelajaran Giving Question and Getting Answer

Hamruni (2011:171) mengatakan Giving Question and Getting Answer adalah strategi atau metode pembelajaran yang diarahkan untuk membangun tim dan melibatkan peserta didik dalam meninjau ulang materi pelajaran dari pelajaran sebelumnya atau diakhir pertemuan. Menurut Suprijono (2012:54) mengatakan Giving Question and Getting Answer dikembangkan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan. 

Dari kedua pendapat diatasa dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Giving Question and Getting Answer merupakan pembelajaran yang dapat melatih keaktifan siswa dalam bentuk tanya jawab atau hubungan timbal balik secara langsung baik dengan guru dan siswa, serta memberi kesempatan yang sama pada setiap siswa dalam menjawab pertanyaan. 

Secara umum tanya jawab ini berguna untuk mencapai banyak tujuan (Nasih,2009:54) antara lain:

  • Memotivasi siswa untuk berbuat dan menunjukkan kebenaran serta membangkitkan semangat untuk maju. Mengetahui penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah lalu agar guru dapat menghubungkannya dengan topik bahasan yang baru atau memeriksa efektivitas pengajaran yang dijalaninya. 
  • Menguatkan pengetahuan dan gagasan pada pelajaran dengan memberi kesempatan untuk mengajukan persoalan yang belum dipahami dan guru mengulang bahan pelajaran yang berkaitan dengan persoalan tersebut

Berdasarkan pemaparan diatas pembelajaran Giving Question and getting Answer selain dapat merangsang, memancing serta mengajak peserta didik untuk ikut berpartisipasi aktif tetapi metode ini juga dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk menetapkan kadar pengetahuan setiap peserta didik dalam suatu kelas, karena metode ini dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengeluarkan argumentasi yang dimilikinya. 

Langkah-langkah penerapan metode Giving Question and getting Answer (Suprijono, 2012:107-108) sebagai berikut:

  1. Bagikan dua potongan kertas kepada tiap siswa, kertas satu merupakan kartu untuk bertanya dan kertas kedua merupakan kartu untuk menjawab. 
  2. Kartu bertanya dgunakan untuk ketika mengajukan pertanyaan, sebaliknya kartu menjawab digunkan untuk menjawab pertanyaan.  
  3. Mintalah semua siswa untuk menulis nama lengkap beserta no absensi dibalik kartu-kartu tersebut. 
  4. Guru bisa mengawali penjelasan materi dengaan menggunakan metode ceramah dan  menyisakan waktu untuk dibuka sesi Tanya jawab. 
  5. Pada sesi Tanya jawab siswa dituntut untuk menghabiskan kartu-kartunya, dan apabila diantara mereka yang kartunya masih utuh dapat dikenakan hukuman. 
  6. Terakhir guru membuat kesimpulan atas sesi Tanya jawab tersebut.


Artikel keren lainnya:

Membangun Karakter Guru Yang Berwawasan Kebangsaan Nasional

Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang sangat kompleks, karena diperlukan adanya partisipasi nyata dari masyarakat, terutama guru di lingkungan sekolah. Pendidikan juga tidak bisa lepas dari karakter dan budaya. Tataran sekolah adalah sebagai bagian dari membangun karakter dan budaya. Pendidikan memiliki pengaruh terhadap perkembangan kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok, dan kehidupan individu. Pendidikan mampu menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Pendidikan juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan kontribusi, serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation and Character).   

Adanya tujuan pendidikan nasional diharapkan mampu menjadi satu fokus utama dalam menciptakan pembelajaran yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama dapat terealisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Harapannya, lulusan pendidikan memiliki kepekaan untuk membangun silaturrahmi, toleransi, dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Selain itu juga, pendidikan Indonesia menemukan kembali ideologi yang sempat hilang dan tidak terarah, yakni pendidikan demokratis bermoral Pancasila sesuai dengan pernyataan pencetus pendidikan karakter yaitu pedagogik Jerman FW Foerster (1869-1966) yang dikutip oleh Elmubarok (2008: 104) yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi. Pendidikan karakter itu sendiri merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogik ideal-spiritual yang sempat hilang (Masruroh, 2011).   

Para ahli dan praktisi dalam pendidikan semakin menyadari betapa pentingnya peranan pendidikan afektif dalam pencapaian tujuan pendidikan yang sebenarnya. Tujuan tersebut ialah bahwa peserta didik mampu dan mau mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih setelah muncul suatu penemuan bahwa EQ (Emotional quotient) menyambung 80% terhadap keberhasilan seseorang dalam kehidupan, dibandingkan dengan IQ (Intelectual Quotient) yang hanya menyambung 20%. Sehingga menguatkan bahwa “keseimbangan antara zikir (menyadari kekuasaan Allah) dan pikir (mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menyintesis dan mengevaluasi) merupakan ajaran Islam yang kebenarannya telah terbukti secara empiris, yakni terbentuknya akhlak mulia dan kecerdasan secara terpadu” (Aqib, 2011). Pendidikan karakter bangsa ini urgen dan diajarkan dan dijadikan teladan. Peserta didik tidak hanya harus dicerdaskan secara intelektual dan emosional, namun karakternya perlu dibangun agar nantinya tercipta pribadi yang unggul dan berakhlak mulia. Pendidikan sangatlah penting, maka dari itu pemerintah sejak awal telah mewajibkan belajar 9 tahun. Pelaksanaan pendidikan, salah satunya pendidikan karakter, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)  mencantumkan pendidikan karakter yang bisa membangun bangsa untuk masa depan Indonesia (Sofan, 2011).  

Tujuan pendidikan karakter adalah sebagai peningkatan wawasan, perilaku, dan ketrampilan, dengan berdasarkan 4 pilar pendidikan. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu dan berkarakter, namun pendidikan karakter belum menunjukkan hasil yang mengembirakan. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh pemahaman orang tua yang masih minim, lingkungan anak didik yang tidak kondusif bagi tumbuh kembang emosi dari psikologisnya, dan situasi negara yang menumbuh-suburkan jiwa korupsi.  

Degardasi moral anak bangsa semakin memprihatinkan. Karakter telah pertaruhkan dalam tempat yang tidak semestinya. Jika tidak hati-hati, bangsa ini menuju pada apa yang dinamakan The Lost Generation. Semua patut bersyukur banyak pihak yang menyadari kondisi tersebut. Kesadaran itu membawa diskursus dalam banyak kesempatan dan muaranya adalah revitalisasi character building. Meskipun diskursus pendidikan karakter marak dibicarakan, ada yang pro dan ada yang kontra, hal ini wajar dalam dinamika kehidupan nalar masyarakat, dan itu menandakan adanya kehidupan berpikir, dengan kata lain diskursus pendidikan karakter telah masuk dalam pikiran masyarakat (Barnawi, 2012). 

Kelihatannya masyarakat Indonesia belum dapat berlapang dada, karena pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih dihadapkan pada masalah pokok sistem pendidikan nasional, salah satunya menurunnya akhlak dan moral peserta didik dan manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, serta sumber daya manusia yang kurang profesional.  

Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat. Kearifan lokal secara dominan masih diwarnai nilainilai adat seperti bagaimana suatu kelompok sosial melakukan prinsip-prinsip konservasi, manajemen dan eksploitasi sumber daya alam. Perwujudan bentuk kearifan lokal yang merupakan pencerminan dari sistem pengetahuan yang bersumber pada nilai budaya di berbagai daerah di Indonesia, memang sudah banyak yang hilang dari ingatan komunitasnya,  namun di sebagian kalangan komunitas itu, walaupun sudah tidak lengkap lagi atau telah berakulturasi dengan perubahan baru dari luar, masih tampak ciri-ciri khasnya dan masih berfungsi sebagai pedoman hidup masyarakat. 

Eksplorasi terhadap kekayaan luhur budaya bangsa, sangat perlu untuk dilakukan, sekaligus yang berupaya untuk mengkritisi eksistensinya terkait dengan keniscayaan adanya perubahan budaya. Ruang eksplorasi dan pengkajian kearifan lokal menjadi tuntunan tersendiri bagi eksplorasi khasanah budaya bangsa pada umumnya. Keunggulan lokal merupakan segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, komunikasi, ekologi, agama, dan lain-lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Ahmadi, 2012). 

Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif  juga turut membentuk karakter peserta didik. Inilah bukti nantinya guru mempunyai karakter itu sebagai agen perubahan (agent of change) dalam perwujudan sikap karakter yang nantinya mencetak pada peserta didik baik dalam soft skills and hard skills bisa diandalkan dalam pengembangan pemikiran terhadap IPTEK. Tentunya harus dimulai sejak keberadaannya di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sampai dengan tingkatan yang lebih tinggi yakni perguruan tinggi.  

Pendidikan karakter yang dilaksanakan oleh guru akan diarahkan kepada pendidikan yang berwawasan kebangsaan dalam penanaman nilai-nilai yang berkarakter bangsa Indonesia. Tentunya sebagai penyangga negara, yang pada akhirnya melaksanakan pengamalan nilai-nilai tersebut dalam aktivitas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui pembentukan dasar negara. Nilai demokrasi dan moralitas bagian dari perwujudan nilai karakter bangsa Indonesia yang memiliki sifat keterbukaan dan sikap saling menghargai dan menghormati antar negara satu dan negara lain, antar suku bangsa, dan yang memiliki watak khas dan etos kebudayaan dalam kesatuan yang utuh dan berbhinneka dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengedepankan sebuah tatanan nilai-nilai Pancasila

 

Artikel keren lainnya:

6 hal yang berhubungan dengan analisis butir soal

Bila analisis butir soal dilakukan secara manual, maka akan memerlukan waktu yang sangat lama dan berpotensi memiliki kemungkinan ada kesalahan, olehnya itu perlu menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan analisis butir soal, seperti: pengertian tes, pengertian reliabilitas dan validitas, tingkat kesukaran butir tes, nilai rata-rata, daya pembeda dan efektifitas pengecoh. 

 Pengertian Tes 

Banyak pengertian atau definisi tentang tes yang dikemukakan oleh para ahli, sehingga pengertian yang baku mengenai tes belum ada. Namun secara umum, pengertian tes adalah seperangkat alat penilaian. Menurut Arikunto (2002:53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. 

 Pengertian Validitas 

Surapranata (2004:50) menyatakan bahwa “validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur”.  Tujuan validitas soal adalah untu menentukan dapat tidaknya suatu soal tersebut membedakan kelompok dalam aspek yang diukursesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Validitas tes perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas tes dalam kaitannya mengukur hal yang seharusnya diukur. Supranata (2004:60-61) menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk menentukan validitas, diataranya dengan menggunakan: a. Indeks Diskriminasi b. Indeks Korelasi c. Indeks Keselarasan 

 Pengertian Reliabilities 

Menurut Arikunto (2002:86), sebuah alat tes dikatakan reliable atau mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila alat tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Sedangkan, Djiwandono (1996) menyatakan bahwa:  “. . . reliabilitas diartikan sebagai ciri tes yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan pengukuran yang ajeg, tidak berubah-ubah, sedandainya digunakan secara berulang-ulang pada sasaran yang sama”

Dengan demikian, pengertian reliabel berhubungan dengan ketetapan hasil tes. Untuk menunjukkan reliabilitas suatu tes,  banyak model, rumus  atau teori yang digunakan. Dalam analisis butir soal ini, penulis menggunakan rumus KR-21.  

Tingkat kesukaran butir tes 

Mengetahui tingkat kesukaran soal amat penting, karena hal ini akan memberikan berbagai macam alat diagnostik kesulitan belajar peserta didik ataupun dalam rangka meningkatkan penilaian berbasis kelas. Sebuah instrumen tes yang baik memiliki butir-butir dengan tingkat kesukaran yang proporsional, maksudnya instrumen tersebut tidak didominasi butir-butir tes yang sukar atau sebaliknya didominasi oleh butir-butir tes yang mudah atau sedang. Instrumen tes yang baik memiliki perbandingan tingkat kesukaran mudah:sedang:sukar yang proporsional, misalnya; 1:2:1,  3:5:2, atau 2:5:3. Sedangkan nilai rata-rata atau mean adalah nilai dari jumlah skor secara keseluruhan dibagi jumlah peserta tes. 

Daya pembeda 

Daya pembeda butir tes adalah kemampuan butir tes untuk membedakan siswa mampu dan kurang mampu. Indeks daya beda butir dihitung dengan menggunakan rumus, D=Ph – Pl, dimana Ph adalah proporsi kelomok atas yang menjawab benar, dan Pl adalah proporsi kelompok bawah yang menjawab benar. Pembagian kelompok ini didasarkan pada pendapat Kelly yang dikutip oleh Ratumanan dan Th. Laurens (2003:68) bahwa indeks daya beda butir yang lebih stabil dan sensitive dapat dicapai dengan menggunakan 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah. Dengan demikian, dalam makalah ini karena jumlah peserta tes adalah 39 mahasiswa, maka 27% x 39 = 10.53. Karena hasilnya adalah 10.53, maka penulis membulatkan menjadi 11. Dengan demikian, penulis menentukan jumlah 22 mahasiswa yang terdiri atas 11 mahasiswa dari kelompok atas dan 11 mahasiswa dari kelompok bawah. 

Efektifitas pengecoh 

Pengecoh (distractor option) dikatakan efektif jika memenuhi kriteria berikut: (a) jumlah pemilih kelompok atas harus kurang dari jumlah pemilih kelompok bawah (b) jumlah pemilih paling sedikit (minimal) 5% siswa pada kelompok atas  dan kelompok bawah. Untuk menentukan efektifitas pengecoh kita menghitung pilihan siswa untuk setiap butir tes (kelompok atas dan kelompok bawah), kemudian kita gunakan criteria di atas untuk melihat tingkat efektifitasnya..  


Artikel keren lainnya:

Pentingnya grammar dalam pengajaran bagi guru dan siswa

Menurut Patel & Praveen (2008:141) grammar adalah suatu  pernyataan  scientific yang menghubungkan  kata – kata di dalam sebuah kalimat. Berdasarkan pernyataan di atas, grammar mempunyai peranan yang sangat penting dalam menggabungkan unit-unit kebahasaan menjadi sebuah kalimat. Kalimat tersebut dapat dikatakan benar jika kalimat-kalimat tersebut mengikuti aturan di dalam tatabahasa. 

Dengan penguasaan grammar yang bagus akan membuat seseorang mudah untuk mengekspresikan/menyampaikan suatu informasi, perasaan, serta ide/pendapat kepada orang lain. Dengan kata lain, kegagalan dalam suatu komunikasi akan terjadi jika seseorang tidak dapat memahami tatabahasa (grammar) dengan baik karena tujuan dari suatu komunikasi tersebut tidak tercapai. Melalui tatabahasa yang tepat dapat menghindarkan kesalahpahaman seseorang dalam menyampaikan suatu pendapat ataupun ide. 

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tatabahasa (grammar) sangat penting untuk dikuasai oleh siswa supaya mereka dapat mengungkapkan perasaan, emosi, dan dapat menggunakan bahasa Inggris dengan baik. Hal ini sejalan dengan Littlewood(1984) yang mengatakan bahwa pengajaran yang menggunakan pendekatak komunikatif, grammar  dianggap sebagai language usage  yang merupakan fondasi untuk berkomunikasi.


Permainan dalam Pengajaran Grammar 

Definisi Permainan (Game) Menurut Hadfield (dalam Cahyono & Mukminatien, 2011:40) game adalah sebuah aktifitas yang disertai aturan-aturan, tujuan, serta  untuk kesenangan. Permainan (game) digunakan sebagai latihan untuk membantu siswa memahami serta mengaplikasikan aturan-aturan serta rumus-rumus yang ada didalam tatabahasa.  Permainan (game) dapat di definisikan sebagai aktifitas yang menyenangkan, bisa dimainkan secara individu atau berkelompok, game mempunyai aturan, tujuan, dan termasuk jenis ketrampilan yang digunakan. 

Dalam sebuah permainan terdapat beberapa faktor seperti aturan (rules), persaingan (competition), relaksasi (relaxation) serta pembelajaran (learning). Semua factor mempunyai peran masing-masing ketika diaplikasikan dikelas. Aturan-aturan (rules) dalam sebuah permainan harus diterangkan dengan jelas oleh  guru dan aturan-aturan tersebut harus dipahami oleh siswa. Salah satu cara untuk membantu siswa memahami aturan-aturan tersebut, yaitu dengan cara mendemonstrasikannya. 

Disamping itu, persaingan (competition) sebagai bagian dari sebuah permainan sangatlah penting keberadaannya, karena persaingan (competition) dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dan meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas. Siswa dapat belajar serta bermain pada waktu yang sama; mereka dapat bermain dengan riang gembira dan bersantai. 

Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa permainan tidak harus dijadikan sebagai aktivitas yang menyenangkan. Dalam proses pembelajaran bahasa. Namun, dilain pihak permainan (game) dapat dimasukkan sebagai bagian/isi dari syllabus pembelajaran bahasa, selama permainan (game) tersebut dapat diaplikasikan sebagai suatu strategi  pembelajaran yang efektif dalam pengajaran bahasa.   


Artikel keren lainnya:

Hakikat Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Pendidikan dapat dikatakan baik bila pendidikan itu dapat memberi kesempatan berkembangnya semua aspek pribadi manusia atau dengan kata lain rumusan tujuan berisikan pengembangan aspek pribadi manusia. Sukintaka (2004:27) mengutip Winarno Surachmad (1980) menyatakan bahwa, mengajar merupakan peristiwa yang terikat oleh tujuan, terarah oleh tujuan dan dilaksanakan semata-mata untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan harus benar-benar memahami tujuan pendidikan sehingga guru tersebut akan mampu menentukan langkah-langkah yang tepat sehingga pencapaian tujuan akan lebih terjamin. 

Ciri guru pendidikan jasmani dan kesehatan yang efektif adalah: 

  1. mampu mengelola lingkungan belajar siswa secara efektif, efisien dan menimbulkan rasa aman bagi siswa; 
  2. mampu mengelola lingkungan belajar siswa yang dilandasi oleh rasa cinta kasih, keterbukaan, semangat dan antusias, sabar, ikhlas serta penuh rasa empati; 
  3. menguasai bahan pelajaran, terampil dalam menggunakan berbagai metode dan gaya mengajar yang bervariasi dan menggunakan pendekatan individual;
  4. selalu tampil rapi, bersih, semangat, riang dan gembira (Toto Subroto, 2000:57). 

Selanjutnya menurut Toto Subroto (2000:31) tentang tugas guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan adalah: 

  1. membimbing aktivitas siswa, siswa hanya dapat berenang jika ia melakukan berenang sendiri, hal yang tidak mungkin terjadi jika siswa dapat berenang hanya dengan membaca buku tentang berenang; 
  2. membimbing pengalaman siswa, berkat pengalaman siswa memperoleh pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, keterampilan; 
  3. membantu siswa tumbuh dan berkembang, melalui pendidikan dan pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan yang kondusif diharapkan siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pembelajaran tidak semata-mata ditujukan kepada ujian, namun lebih dari itu hasil belajar tersebut berfungsi positif bagi kehidupan anak di kemudian hari. 

Melihat bahwa tugas dan peran guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan kompleks dan sukar untuk melaksanakannya dengan efektif, maka yang dibutuhkan adalah profil serta karakteristik personal guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang pada umumnya memenuhi persyaratan berjiwa Pancasila dan UUD 45 serta melaksanakan kompetensi guru. Disamping itu ada persyaratan utama bagi guru yakni mempunyai kelebihan dalam bidang pengetahuan dan norma yang berlaku. 

Bagi guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, disamping profil dan persyaratan utama, sebaiknya guru mempunyai persyaratan kompetensi pendidikan jasmani dan kesehatan agar ia mampu melaksanakan tugas dengan baik. Persyaratan yang dimaksud adalah: 

  1. memahami pengetahuan pendidikan jasmani dan kesehatan sebagai bidang studi; 
  2. memahami karakteristisk anak didiknya; 
  3. mampu membangkitkan dan memberi kesempatan anak didik untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan dan mampu menumbuhkembangkan potensi kemampuan motorik dan keterampilan motorik; 
  4. mampu memberikan bimbingan dan mengembangkan potensi anak didik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan; 
  5. mampu merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan menilai serta mengoreksi dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan; 
  6. memiliki pemahaman dan penguasaan kemampuan keterampilan motorik: 
  7. memiliki pemahaman tentang unsur-unsur kondisi fisik; 
  8. memiliki kemampuan untuk menciptakan, mengembangkan dan memanfaatkan lingkungan yang sehat dalam upaya mencapai tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan ; 
  9. memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi potensi anak didik dalam berolahraga dan 
  10. mempunyai kemampuan untuk menyalurkan hobinya dalam berolahraga (Sukintaka, 2004:72). 

Syarat tersebut harus dimiliki dan mampu dijalankan oleh guru pendidikan jasmani olahraga  dan kesehatan, sebab profesi tersebut banyak diharapkan masyarakat dan dapat memberi pengaruh besar terhadap lahirnya generasi baru yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional seutuhnya.


Artikel keren lainnya:

5 komponen dasar dalam pembelajaran emosi

Secara epistemologis, emosi dapat didefinisikan sebagai fenomena psikologis multifaktor yang melibatkan komponen afektif, kognitif, fisiologis, motivasi, dan ekspresi (Shuman and Scherer, 2014). Seorang siswa yang akan menjalani ujian, mungkin dia khawatir dan mengalami parasaan yang tidak enak (afektif), takut gagal dalam ujian karena mendapatkan nilai yang jelek (kognitif), denyut jantungnya meningkat (fisiologis), ada keinginan menghindari keadaan tersebut (motivasi), dan menampakkan wajah yang cemas (ekspresi). Sekolah, termasuk di dalamnya kelas, merupakan tempat pembelajaran emosi yang bagus. Hampir setiap sekuen kegiatan di sekolah syarat dengan fenomena emosi, baik yang bersifat positip seperti senang dan bahagia maupun yang bersifat negatip seperti takut, cemas, dan marah.

Ada lima komponen dasar dalam pembelajaran emosi:

  1. Kesadaran diri (self-awareness): setiap individu perlu menyadari bahwa dalam dirinya terdapat emosi, baik yang bersifat positip maupun negatip. Siswa perlu mengenal emosi yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap perilaku. Mereka memahami apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya serta memiliki rasa percaya diri. 
  2. Manajemen diri (self-management): Individu tidak bisa menghalangi munculnya emosi yang bersifat alamiah, seperti perasaan benci dan marah. Yang dibutuhkan, siswa memiliki kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilakunya, termasuk stress, memotivasi diri, pengaturan tujuan, dan kemajuan dalam pencapaian tujuan. 
  3. Kesadaran sosial (social awareness): Perlu disadari bahwa individu tidak hidup dalam ruang yang vakum, tetapi mengalami hidup bersama bersama orang lain. Karena itu, siswa perlu berempati dan mengambil perspektif dari orang yang berbeda. Mereka juga perlu memahami norma sosial dan etis serta mengenal lingkungan jejaringnya. 
  4. Keterampilan berrelasi (relationship skills): Dalam kehidupan sosial, individu perlu berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Siswa perlu diajarkan bagaimana berkomunikasi dengan jelas, mendengar secara aktif, bekerjasama, negosiasi konflik, tahan terhadap tekanan sosial yang tidak sesuai, dan berusaha mencari dan menawarkan bantuan. 
  5. Membuat keputusan yang bertanggungjawab (responsible decision making): Setiap hari seseorang akan dihadapkan pada situasi di mana ia harus mengambil keputusan. Dalam mengambil keputusan, siswa perlu mempertimbangkan standar etik, peduli keselamatan, norma sosial, konsekuensi realistik, dan merasa nyaman dalam menentukan pilihan perilaku yang konstruktif dan bermartabat


Artikel keren lainnya:

Cara Meningkatkan Keterlibatan siswa dalam pembelajaran

Keberhasilan belajar siswa tidak hanya diukur dari nilai ujian sebagai tertera dalam buku raport. Proses keterlibatan para siswa dalam kegiatan pembelajaran juga perlu untuk dievaluasi. Evaluasi terhadap keterlibatan siswa siswa dalam pembelajaran digunakan untuk memastikan bahwa para siswa benar-benar belajar  (Middle States Commission on Higher Education, 2007:62). 

Fredricks, et al. (2011) mengemukakan beberapa indikator  utama yang menunjukkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, seperti perhatian dalam pembelajaran, partisipasi di kelas, kesungguhan dalam belajar dan komitmen dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Keaktifan para siswa di sekolah dapat dilihat dari derajat keterlibatan mereka dalam kegiatan pembelajaran. Para siswa yang aktif dalam kegiatan di sekolah adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. 

Sedangkan para siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan pembelajaran (Connell,1990; Skinner & Belmont,1993). Sedangkan kajian yang dilakukan oleh Miller, et al. (1996) menjelaskan keterlibatan siswa dalam belajar dapat dilihat dari kemampuan mengarahkan diri sendiri yang ditujukan untuk terwujudnya hasil belajar yang maksimal.  

Keterlibatan siswa dalam belajar dinilai dari tiga dimensi, yaitu dimensi perilaku, afeksi, dan kognisi (Fredricks, et al.,2004). Dari dimensi perilaku, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan akademik, sosial, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler (Fredricks,2011). Dari dimensi afeksi, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dilihat dari persepsi para siswa, apakah positip atau negatif; terhadap kegiatan pembelajaran berbasis saintifik yang dilaksanakan oleh para guru di sekolah (Fredricks,2011). Sedangkan dari dimensi kognisi, keterlibatan siswa dalam pembelajaran  dilihat dari kesungguhan para siswa untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah; termasuk didalamnya adalah dilihat dari kesungguhan mengerjakan tugas-tugas yang sulit yang dibebankan para guru kepada para siswa. (Fredreicks, et al. 2011).  

Para pendidik dan siswa harus didorong untuk terlibat dalam pembelajaran yang berkualitas, karena dari situlah titik awal  kemajuan peradaban suatu bangsa dan negara. Pembelajaran yang berkualitas akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu bersaing dalam era global. 

Sumber daya manusia yang berkualitas adalah mereka yang memiliki berbagai kecakapan yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan jaman. Oleh karena itu, keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas akan sangat menentukan kemampuan berbagai negara di dunia untuk memenangkan persaingan dalam era global.  

Para pendidik diharapkan mampu membiasakan para peserta didik untuk mengembangkan berbagai kecakapan yang dibutuhkan dalam abad 21. Berbagai ketrampilan belajar yang perlu dikembangkan para peserta didik agar mampu bersaing dalam abad 21 antara lain adalah kemampuan untuk menjadi manusia pembelajar, kemampuan komunikasi dan kolaborasi, kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi (Pacific Policy Research Centre,2010). 

Agar dapat bersaing dalam abad 21, setiap negara di dunia harus didukung oleh sumber daya manusia yang inovatif dan kreatif (Barkema, et.al.,2002). Suyanto (2015) dalam sebuah kajiannya menyatakan bahwa  kreatifitas dan inovasi memberikan kontribusi bagi keunggulan negara masing-masing sebesar 45% dan 25%.  Data ini menunjukkan pentingnya bagi setiap institusi pendidikan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi para peserta didik.  

Hingga saat ini, kemampuan kreatifitas dan inovasi sumber daya manusia Indonesia belum berkembang dengan optimal. Data yang dirilis oleh The Global Innovation Index 2014 menunjukkan bahwa kemampuan berinovasi sumber daya manusia Indonesia memiliki koefisien 31,81 berada pada peringkat 87 dari semua Negara di dunia, dan di Asia Pasifik berada pada peringkat 12. Indek kreatifitas dan indek talenta sumber daya manusia Indonesia pada tahun 2011 masing-masing berada pada peringkat 76 dan 80 (Florida,2011).  

Agar tidak semakin tertinggal dengan negara lain di kawasan, maka pengembangan kreatifitas dan kemampuan berinovasi harus menjadi program utama dari kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran saintifik dilaksanakan melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Apabila dilaksanakan dengan konsisten, sesungguhnya pembelajaran saintifik dapat digunakan untuk meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berinovasi para siswa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). 

Para guru di beberapa sekolah yang dijadikan pilot project untuk menerapkan K13 sudah dilatih untuk menerapkan pembelajaran saintifik. Para guru yang sudah terlatih kemudian melaksanakan pembelajaran saintifik di masing-masing sekolah. 

Pembelajaran saintifik approach dilaksanakan agar para siswa terbiasa berpikir kritis. Para siswa terus didorong untuk mempertanyakan kebenaran informasi dan pengetahuan yang sedang dikaji dan dipelajari. Pengujian kebenaran informasi dan pengetahuan dilakukan dengan bebasis fakta dan data empiric yang akurat. Proses pencarian fakta dan data dilakukan melalui beberapa kegiatan, meliputi: pengamatan, merumuskan pertanyaan sesuai dengan permasalahan yang dikaji, mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan, membuatkan rangkaian keterkaitan antar data, merumuskan hipotesis, menguji keterkaitan antar data, evaluasi dan analisis, mendiskusikan hasil analisis dengan teman sejawat dan para pendidik, dan mempublikasikan hasil kajian.

Artikel keren lainnya:

Hakikat Menulis dan Prinsip Pembelajaran Menulis

Menulis merupakan suatu proses berpikir berkelanjutan, mencobakan dan mengulas kembali. Kegiatan menulis berkembang melalui latihan secara terus menerus. Pada hakekatnya menulis dapat dibagi menjadi tiga aspek, yaitu 

  1. menulis sebagai proses berpikir, 
  2. menulis sebagai proses berpikir meliputi serangkaian aktivitas, dan 
  3. menulis sebagai proses berkaitan dengan membaca. 

Hal tersebut dipaparkan sebagai berikut. Menulis sebagai proses berpikir. Menulis sebagai suatu proses menuangkan ide, gagasan, perasaan dalam bentuk tulis. Salah satu subtansi retorika dalam menulis adalah penalaran yang baik. Hal ini berarti bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir yang rasional (Syafi’ie, 1988:43). 

Menulis sebagai proses berpikir yang meliputi serangkaian aktivitas. Menulis sebagai proses berpikir yang berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra. Karangan sebagai hasil kreativitas diperoleh melalui serangkaian aktivitas menulis. Menurut Tomkins (1994:126) rangkaian aktivitas menulis terdiri dari pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi. 

Menulis sebagai proses berpikir berkaitan erat dengan membaca. Menulis berkaitan erat dengan membaca. Kegiatan membaca dan menulis merupakan kegiatan yang mempunyai hubungan yang erat dan saling mendukung. Hal ini terlihat pada saat sebelum menulis, saat menulis, dan saat sesudah menulis. 

Dilihat dari segi kegiatan sebelum menulis, siswa memerlukan pengetahuan awal dan informasinya berkaitan dengan topik yang digarap. Dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan, kegiatan membaca merupakan salah satu sarana yang penting dan tepat. 

Dilihat dari segi kegiatan saat menulis, siswa melakukan kegiatan berpikir untuk menuangkan ide-ide atau gagasan secara jelas dengan bahasa tulis. Dalam proses tersebut diperlukan kesungguhan dalam mengolah, mengatur, dan menata gagasan-gagasan yang talah ditulis. Dalam hal ini diperlukan kegiatan membaca secara berulang-ulang apa yang ditulis untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang ada sehingga tulisan tersebut dapat dipahami dengan baik oleh pembaca. 

Dilihat dari saat sesudah menulis, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah siswa dapat membacakan tulisannya kepada orang lain dengan memperhatikan ketepatan lafal, intonasi, dan kelancaran dalam membaca. Hal ini dilakukan agar lebih memperjelas makna tulisan yang dihasilkan.  


Prinsip Pembelajaran Menulis 

Pembelajaran menulis akan terlaksana secara terarah dan efektif apabila guru menggunakan prinsip-prinsip sebagai pedoman pembelajaran. Dixon dan Nessel (1983:40) mengemukakan beberapa prinsip mengenai pembelajaran menulis. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 

  1. Dalam kegiatan menulis siswa harus berdasar pada topik pribadi yang bermakna. Prinsip mengisyaratkan bahwa topik yang dipilih merupakan topik yang dipahami dan digemari oleh siswa. 
  2. Sebelum menulis hendaknya diberi percakapan. Prinsip ini mengisyaratkan agar kegiatan menulis didahului dengan kegiatan bebicara tentang pengalaman, pengetahuan, dan kegemaran siswa dalam kaitannya dengan topik. Oleh karena itu, sebelum menulis perlu diberi serangkaian pembahasan secara lisan tentang topik dan kerangka yang akan dikembangkan. 
  3. Menulis bukan merupakan suatu keterampilan yang mudah. Prinsip ini mengisyaratkan agar keterampilan menulis diajarkan dalam konteks yang menyenangkan sehingga siswa bergairah untuk menulis dan terhindar dari rasa frustasi. 
  4. Kegiatan menulis hendaknya diberikan dalam bentuk komunikasi bukan dalam sekedar memberikan tugas menulis begitu saja. Segala ide dan gagasan yang akan ditulis hendaknya merupakan sesuatu yang dapat mereka tuangkan melalui tulisan sehingga ide atau gagasan tersebut dapat dikomunikasikan kepada orang lain. 
  5. Melakukan pengoreksian kesalahan. Kesalahan tata bahasa, penyusunan frasa, dan kesalahan mekanik sebagai akibat keterbatasan pengetahuan tentang kebahasaan, hendaknya disikapi sebagai sesuatu yang wajar. Pengoreksian kesalahan tata bahasa dan mekanik dilaksanakan setelah siswa sudah selesai dalam menulis. 
  6. Antara pembelajaran menulis dan membaca atau keterampilan lainnya hendaknya memiliki hubungan yang jelas. Pembelajaran menulis hendaknya mempunyai keterkaitan dengan apa yang telah dibaca. Dalam mengembangkan meteri tulisan, siswa diberi tugas membaca buku bacaan yang dapat digunakan untuk memperkaya ungkapan dan memperluas isi tulisan. 

Berdasarkan prinsip pembelajaran menulis yang telah diuraikan di atas, guru dapat melaksanakan pembelajaran menulis dengan mudah. Selain itu, pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis dengan baik sampai taraf sempurna melalui bimbingan guru. Dengan demikian, tujuan dalam pembelajaran menulis akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.


Artikel keren lainnya:

12 Keterampilan Mengajar Yang Harus Dimiliki Guru

Keterampilan mengajar merupakan hal yang fundamental harus dimiliki setiap guru. Tanpa keterampilan mengajar tentu guru tidak akan menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk belajar bagi siswa. Dan tentu hasilnya akan sia-sia. Keterampilan-keterampilan mengajar yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut: 

1. Keterampilan menyiapkan pembelajaran 

Keterampilan menyiapkan pembelajaran merupakan awal dari proses belajar mengajar guru. Keterampilan menyiapkan pembelajaran terdiri dari membuat perangkat pembelajaran, merefresh penguasaan materi, mengecek data kemampuan awal siswa, menyiapkan tempat, dan menyiapkan alat-alat pembelajaran. 

2. Keterampilan membuka pelajaran 

Keterampilan membuka pelajaran merupakan keterampilan untuk menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, membuat kaitan. Komponen dalam keterampilan ini adalah melakukan presensi, menyampaikan ruang lingkup materi, mengadakan apersepsi, menyampaikan tujuan psikomotor, menyampaikan tujuan kognitif dan afektif. 

3. Keterampilan mengelola waktu dan arena pembelajaran 

Komponen dalam keterampilan adalah menyampaikan waktu yang tersedia untuk pembelajaran, menyampaikan waktu yang tersedia untuk setiap tugas belajar, menyampaikan batas-batas arena pembelajaran, membuat tanda-tanda peningkatan level tugas, membuat tanda pembeda dari tugas gerak yang berbeda. 

4. Keterampilan mengelola pemanasan dan pendinginan 

Komponen dalam keterampilan ini adalah menyebut nama gerak/ formasi/ permainan, menyampaikan tujuan gerak/ formasi /permainan, cara melakukan/indikator kesempurnaan, mengaitkan dengan materi inti, mengecek hasil pemanasan/pendinginan.

5. Keterampilan menempatkan diri 

Komponen dalam keterampilan ini adalah pada saat osisi perintah verbal menjamin semua siswa dengar, pada saat posisi demo memungkinkan semua peserta didik melihat dan mendengar penjelasan guru, pada saat posisi monitoring total dengan sudut pandang penuh, pada saat posisi memberi feedback individu, pada saat membuka pelajaran (lokasi + arah sinar matahari). 

6. Keterampilan membuat perintah 

Komponen dalam keterampilan ini adalah singkat, waktu mulai jelas dan waktu selesai jelas, isi jelas, pelaksana jelas, ada indikator kesempurnaan jelas. 

7. Keterampilan memonitor perintah  

Komponen dalam keterampilan ini adalah posisi monitoring (sudut pandang penuh/checklist), mencocokkan dengan indikator, mencatat deviasi/penyimpangan dari indikator, menginformasikan peran guru, memberi tanda bentuk feedback (koreksi atau apresiasi). 

8. Keterampilan memberikan umpan balik  

Komponen dalam keterampilan ini adalah singkat, spesifik/khusus, segera, menyeluruh, variatif. 

9. Keterampilan mencatat kemajuan belajar siswa  

Komponen dalam keterampilan ini adalah format siap,ada indikator kesempurnaan, indikator yang dinilai lengkap, indikator urut kronologis, konsistensi klasifikasi penilaian/Norma penilaian tetap. 

10. Keterampilan bertanya  

Komponen dalam keterampilan ini adalah terkait langsung dengan materi ajar, singkat,  jelas, variatif, ada jawaban/ memungkinkan dijawab. 

11. Keterampilan mengevaluasi diri  

Komponen dalam keterampilan ini adalah ada catatan evaluasi persiapan, proses, produk/hasil,ada format Evaluasi diri, menyediakan waktu khusus. 

12. Keterampilan menutup pelajaran  

Komponen dalam keterampilan ini adalah menyimpulkan proses, hasil, memberikan apresiasi, menyampaikan rencana materi berikutnya dan persiapan yang diperlukan, menyampaikan tindak lanjut  dalam kehidupan sehari-hari siswa


Artikel keren lainnya:

Memahami Manfaat Pemberian Hukuman yang dilakukan oleh Guru terhadap Siswa

Hukuman adalah salah satu alat belajar yang juga diperlukan dalam pendidikan. Hukuman diberikan sebagai akibat dari pelanggaran kejahatan atau kesalahan yang  dilakukan anak didik. Tidak seperti akibat yang ditimbulkan oleh ganjaran, hukuman mengakibatkan penderitaan atau kedukaan bagi anak didik yang menerimanya. Pemberian hukuman tidak bisa sembarangan, ada peraturan yang mengaturnya. Tidak  ada alasan menghukum seseorang tanpa kesalahan. Jadi,hukuman itu dilaksanakan karena ada kesalahan. Di sinilah pangkal bertolaknya. Oleh karena itu, menurut Purwanto hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan. Jika begitu, sebagai alat pendidikan, maka hukuman hendaklah senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik, sedikit banyak selalu bersifat menyusahkan peserta didik, dan selalu bertujuan ke arah perbaikan dan untuk kepentingan peserta didik.  

Ada pendapat yang membedakan hukuman itu menjadi dua  macam yaitu :  

  • Hukuman preventif yaitu hukuman yang dilakukan  dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi  pelanggaran, sehingga hal itu dilakukan sebelum pelanggaran itu dilakukan.  
  • Hukuman represif yaitu hukuman yang dilakukan  disebabkan oleh pelanggaran, karena dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan.  

Dalam konteks ilmu mendidik, tidak tepat jika  istilah “preventif” dan “represif” hanya dihubungkan  dengan hukuman. Lebih sesuai jika kedua istilah itu  dipergunakan untuk memberikan sifat terhadap alat- alat siasat atau alat-alat pendidikan pada umumnya. 

Tujuan pemberian hukuman bermacam -macam. Itu berarti  ada tujuan tertentu yang ingin dicapai dari pemberian hukuman.  Dalam perspektif paedagogis, hukuman dilaksanakan dengan tujuan melicinkan jalan tercapainya tujuan pendidikan dan engajaran. Dari berbagai tujuan itulah pada akhirnya melahirkan teori-teori hukuman, sebagai berikut:  

a. Teori pembalasan  

Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam  atas kelalaian dan pelanggaran dan  pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Teori ini seratus persen tidak bisa diterapkan dalam pendidikan. Karena dalam kamus pendidikan tidak ada istilah pembalas dendam. Bahkan sifat balas dendam inilah yang hendak dibasmi dan dijauhkan dari diri anak didik. 

b. Teori perbaikan  

Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk membasmi kejahatan atau untuk membetulkan kesalahan. Hukuman jenis ini dilakukan untuk membuat seseorang jera melakukan kesalahan yang sama. Karena hukuman ini bersifat paedagogis, maka penerapannya sangat baik dilakukan dalam pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan untuk meluruskan sikap dan perilaku anak didik sesuai apa yang diharapkan.

c. Teori perlindungan  

Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan- perbuatan yang tidak wajar. Tujuan dilaksanakannya hukuman ini agar masyarakat dapat dilindungi dari berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh pelanggar. 

d. Teori ganti rugi 

Menurut teori ini hukuman dilakukan untuk mengganti kerugian yang telah diderita akibat kejahatan atau pelanggaran. 

e. Teori menakut-nakuti 

Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk menimbulkan emosi negatif dari dalam diri seseorang.  

f. Hasil Belajar  

Hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah peserta didik menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne hasil belajar  harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku melalui stimulus respon (Sudjana, 2005:19)

Artikel keren lainnya:

Bagaimana awal munculnya matematika?

Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran (Russeffendi, 2006: 260). Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). 

Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Pecahan adalah bagian dari konsep matematika. 

Yim (2009) menyatakan pembagian dengan bilangan pecahan memberikan siswa berkesempatan untuk merenungkan makna perkalian dengan bilangan pecahan dan pembagian dengan bilangan bulat, konsep pecahan yang senilai, dan konsep timbal balik, yang berkaitan dengan satu sama lain. Pembagian bilangan pecahan merupakan suatu konsep yang menarik karena hasil bagi pada pembagian bilangan asli itu lebih kecil dari deviden namun hasil bagi pada pembagian bilangan pecahan itu lebih besar dari deviden. 

Geller (dalam Walle, 2010) menyatakan seorang guru harus merangsang siswa untuk membuat strategi sendiri dalam menyelesaikan soal. Oleh karena itu sebelum guru merangsang siswanya untuk membuat strategi sendiri dalam menyelesaikan soal, seorang guru juga harus berpikir bagaimana dia membuat strategi sendiri dalam menyelesaikan soal. Tujuannya adalah melihat bagaimana guru menyelesaikan soal pembagian bilangan pecahan, dan bagaimana mereka mengkonstruk strategi untuk menyelesaikan soal tersebut


Artikel keren lainnya:

Cara melakukan pengukuran Soft Skills dalam Pembelajaran

Kechagias (2011: 131), Soft skills assessment is a new and as yet underdeveloped domain. Hali ini menunjukkan bahwa penilaian Soft skills adalah domain baru dan belum berkembang. Widhiarso (2011), menyebutkan bahwa soft skills  lebih didominasi oleh komponen kepribadian individu sehingga prosedur pengukurannya sedikit berbeda dengan pengukuran komponen abilitas individu. Oleh karena itu pengukuran soft skills akan mengarah pada karakteristik yang sifatnya internal pada diri individu seperti dimensi afektif, motivasi, dan interes. Pengukuran soft skills dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

  1. Pelaporan diri, sebagaimana tes yang diartikan sebagai sekumpulan sampel respon yang menunjukkan atribut ukur pada diri individu, pengukuran soft skills juga menghasilkan sejumlah respon dari individu yang menunjukkan tingkat soft skills yang dimiliki. Pelaporan diri merupakan sekumpulan stimulus berupa pernyataan, pertanyaan atau daftar deskripsi diri yang direspon oleh individu. Pernyataan merupakan turunan dari domain ukur yang sifanya teoritik konseptual setelah melalui proses operasionalisasi menjadi indikator-indikator. Setelah domain ukur dan indikator telah ditetapkan, proses penyusunan instrumen pengukuran selanjutnya adalah penulisan item. Misalnya mengukur tingkat kesenangan individu diwujudkan melalui pernyataan “Saya senang bisa berinteraksi dengan banyak orang” atau “Saya lebih suka bekerja sama dibanding dengan bekerja sendirian”. Item ini kemudian direspon dengan kontinum dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Proses penulisan item ini merupakan seni tersendiri yang membutuhkan kepekaan dalam membahasakan indikator empirik perilaku individu. 
  2. Checklist, adalah jenis alat ukur afektif atau perilaku yang memuat sejumlah indikator, biasanya kata sifat atau perilaku yang diisi oleh seorang penilai. Checklist lebih banyak dipakai untuk mengukur aspek psikologis yang tampak, misalnya perilaku. Sama seperti self report, penyusunan item-item pada checklist juga diawali dari operasionalisasi aspek-aspek domain ukur yang sifatnya konseptual menjadi seperangkat indikator yang sifatnya operasional. Pada pengukuran soft skills, checklist lebih tepat dipakai untuk mengukur dimensi perilaku mahasiswa misalnya cara mempresentasikan makalah, cara berinteraksi dengan orang lain, atau strategi mengatasi masalah. Teknik peer evaluation antar mahasiswa biasanya menggunakan checklist. 
  3. Pengukuran performansi, beberapa soft skills banyak yang terkait dengan abilitas relatif aktual seperti komunikasi efektif, pemecahan masalah, berpikir kreatif atau berpikir kritis sehingga pengukuran dengan menggunakan self report pada tataran tertentu kurang relevan. Desain yang tepat untuk mengukur komponen ini adalah pengukuran performansi. Pengukuran performansi merupakan pengukuran terhadap proses atau hasil kinerja individu terhadap tugas yang diberikan. Penyekoran dilakukan dosen berdasarkan rubrik yang telah dibuat sebelumnya. Rubrik merupakan panduan penyekoran yang memuat kriteria performansi. Penyekoran dapat dilakukan ketika subjek sedang bekerja atau hasil pekerjan yang diberikan. Sebelum diaplikasikan kepada subjek, instrumen yang dibuat perlu dievaluasi kualitasnya yang ditunjukkan oleh properti psikometris instrumen tersebut dari data uji coba instrumen soft skills. Pengukuran soft skills terhadap mahasiswa perlu dikenakan pada setiap kategori mahasiswa, dari mahasiswa baru, mahasiswa tingkat menengah dan mahasiswa tingkat akhir.

Solichin (2011) menggunakan beberapa cara untuk mengumpulkan data pada penelitiannya tentang tingkat kompetensi soft skills guru, yaitu; kuesioner berupa daftar pertanyaan /pernyataan yang diberikan kepada responden untuk diisi, observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap perilaku guru sebagai responden dalam menularkan soft skills kepada anak didiknya, dan wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan para responden untuk mendapatkan informasi yang   mendukung kuesioner dan pengamatan.

Instrumen untuk memperoleh hasil belajar nontes terutama dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrumen seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra (Widoyoko, 2009:104).


Artikel keren lainnya:

Integrasi Soft Skills dan Hard Skills dalam Pembelajaran

Pengajaran dan pembelajaran di sekolah memiliki komponen sosial, emosional, dan akademis yang kuat. Bagaimana agar siswa tidak bosan dalam belajar? Pendidik harus memberikan muatan-muatan lain seperti memberi motivasi, memberi pujian, memberi jokes yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal dengan ekspresi wajah yang ceria, dan memberikan senyuman yang tidak dipaksakan.  Agar hal tersebut dapat dilakukan maka harus dibarengi dengan mengatur emosi ketika menghadapi berbagai macam karakter siswa yang berada dalam kelas. 

Sebagaimana kita ketahui bahwa siswa yang berada dalam satu kelas sangat mungkin kemampuannya heterogen. Untuk itulah guru/pendidik juga harus mengelola manajemen stres.  Selain itu, guru/pendidik juga harus menguasai keterampilan manajemen waktu, agar apa yang sudah direncanakan sebelumnya dapat dilaksanakan dengan benar. Hal tersebut untuk mendukung ketika mengajar. Bagaimana mengelola waktu dalam mengajar bukanlah hal yang mudah, apalagi jika sebelumnya tidak membuat perencanaan sama sekali. 

Oleh karena itu pendidik harus sudah membuat alokasi waktu yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Komunikasi baik verbal maupun nonverbal, manajemen waktu dan manajemen stres adalah sebagian kecil dari atribut soft skills yang sebaiknya dimiliki dan dikembangkan oleh pendidik yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran. 

Guru sebagai salah satu komponen  dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. Kemampuan yang dikembangkan tidak hanya ranah kognitif dan psikomotorik semata yang ditandai dengan penguasaan materi pelajaran dan keterampilan, melainkan juga ranah kepribadian siswa. Pada ranah ini siswa harus menumbuhkan rasa percaya diri sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri yakni manusia yang berkepribadian yang ungggul dan mandiri. Manusia utuh yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang mengenal dirinya, yang mengendalikan dirinya dengan konsisten dan memiliki rasa empati (tepo seliro). 

Menurut Howard Gardner dalam bukunya yang bejudul Multiple Inteligences (1993), bahwa ada 2 kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan mengembangkan kepribadian yaitu:

  1. Kecerdasan Interpersonal (interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara dan gerak tubuh orang lain (isyarat), dan kemampuan untuk menjali relasi dan komunikasi dengan berbagai orang lain.  
  2. Kecerdasan Intrapersonal (intrapersonal intelligence) adalah kemampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan tentang diri. Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri tinggi, inisiatif dan berani.  

Soft skill yang diberikan kepada siswa/mahasiswa oleh guru dapat diintegrasikan dengan materi pembelajaran. Menurut Saillah (2008), materi soft skills yang perlu dikembangkan kepada para mahasiswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skills dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skills yang relevan.  

Menurut Sudrajat (2009), guru dalam melaksanakan pembelajaran harus memperhatikan hal-hal berikut ini: volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik; tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik; guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik; guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran; guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung; guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi; guru menghargai pendapat peserta didik; guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi; pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya; dan guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. 

Setiap orang termasuk peserta didik sudah memiliki soft skills walaupun berbeda-beda. Soft skills ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik atau bernilai (diterapkan dalam kehidupan sehari-hari) melalui proses pembelajaran. Pendidikan soft skills tidak seharusnya melalui satu mata pelajaran khusus, melainkan dintegrasikan melalui mata pelajaran yang sudah ada atau dengan menggunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.


Artikel keren lainnya:

Pengertian Soft Skills menurut para ahli

Klaus (2007) menyatakan bahwa soft skills encompass personal, social, communication, and self management behaviours, they cover a wide spectrum: self awareness, trustworthiness, conscientiousness, adaptability, critical thinking, organizational awareness, attitude, innitiative, emphathy, confidence, integrity, self-control, leadership, problem solving, risk taking and time management. Pernyataan ini menjelaskan bahwa soft skill meliputi personal, sosial, komunikasi, dan perilaku manajemen diri, yang mencakup spektrum yang luas: kesadaran diri, kepercayaan, kesadaran, kemampuan beradaptasi, berpikir kritis, kesadaran organisasi, sikap, inisiatif, empati, kepercayaan diri, integritas, pengendalian diri, kepemimpinan, pemecahan masalah, pengambilan risiko dan manajemen waktu. 

Aribowo (dalam Sailah, 2008) membagi soft skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur diri sendiri. Adapun interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain. Dua jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai berikut, intrapersonal skills terdiri dari: transforming character, transforming beliefs, change management, stress management, time management, goal setting & life purpose, accelerated learning techniques. Interpersonal skills terdiri dari: communication skills, relationship building, motivation skills, leadership skills, self-marketing skills, negotiation skills, presentation skills, public speaking skills. 

Zhang (2012) membuat definisi hard skills dan soft skills sebagai berikut, "hard skills are the technical skills required to perform a certain type of task, and soft skills are interpersonal skills, such as communication, teamwork, and conflict management". Hard skills adalah keterampilan teknis yang diperlukan untuk melakukan jenis tugas tertentu, dan soft skills merupakan keterampilan interpersonal, seperti komunikasi, kerja sama tim, dan manajemen konflik. 

Elfindri dkk. (2010:67), mendefinisikan Soft skills sebagai keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk diri sendiri (intrapersonal), maupun berkelompok atau bermasyarakat (interpersonal). 

Coates (2006) menyebutkan bahwa intrapersonalitas adalah keterampilan yang dimiliki seseorang dalam mengatur dirinya sendiri, seperti manajemen waktu, manajemen stres, manajemen perubahan, karakter transformasi, berpikir kreatif, memiliki acuan tujuan positif, dan teknik belajar cepat. Sedangkan interpersonalitas adalah keterampilan berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan kelompok masyarakatnya dan lingkungan kerjanya serta interaksi dengan individu manusia sehingga mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal, kemampuan memotivasi, kemampuan memimpin, kemampuan negosiasi, kemampuan presentasi, kemampuan komunikasi, kemampuan menjalin relasi, dan kemampuan bicara di muka umum. 

Yuliani (2012), mendefinisikan soft skills sebagai bentuk kompetensi perilaku sehingga dikenal pula sebagai keterampilan interpersonal atau people skills, yang mencakup keterampilan komunikasi, resolusi konflik dan negosiasi, efektivitas pribadi, pemecahan masalah secara kreatif, pemikiran strategis, membangun tim, keterampilan mempengaruhi dan keterampilan menjual (gagasan atau ide). 

Rani (2006), menjelaskan bahwa: Soft Skills have two parts. One part involves developing attitudes and attributes, and the other part involves fine-tuning communication skills to express attitudes, ideas and thoughts well. Crucial to successful work is the perfect integration of ideas and attitudes, with appropriate communication skills in oral, written and non-verbal areas. Attitudes and skills are integral to soft skills. Each one influences and complements the other.  Tulisan ini menjelaskan bahwa soft skills memiliki dua bagian, yaitu bagian yang melibatkan pengembangan sikap dan atribut, dan bagian lainnya melibatkan ketepatan keterampilan komunikasi untuk mengekspresikan sikap, ide dan pikiran dengan baik. Penting untuk pekerjaan yang sukses adalah integrasi sempurna dari ide-ide dan sikap dengan keterampilan komunikasi yang tepat secara lisan, tertulis, dan nonverbal. Sikap dan keterampilan merupakan bagian integral dari soft skill.  

Rujukan lainnya, Sharma (2009), menyebutkan bahwa soft skills adalah seluruh aspek dari generic skills yang juga termasuk elemen-elemen kognitif yang berhubungan dengan non academic skills. 

Menurut Widhiarso (2009), soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft skills  merupakan kemampuan yang tidak nampak dan seringkali berhubungan dengan emosi manusia.  

Donata (2010) menjelaskan bahwa Soft skills are intangible interpesonal skills that are associated with an individual’s ability to effectively interact with others and/or lead others. These skills are not easy to measure but they can be observed in individuals who possess the ability to interact with people well.  

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa soft skills adalah keterampilan interpersonal yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Keterampilam ini tidak mudah diukur, tetapi dapat diamati dengan melihat ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. 

Patrick  (2001),  mengelompokan  soft skill  dapat dikategorikan ke dalam 7 area yang disebut Winning Characteristics, yaitu, communication skills, organizational skills, leadership, logic, effort, group skills, and  ethics. Kemampuan nonteknis yang tidak terlihat wujudnya  (intangible) namun sangat diperlukan itu, disebut soft skills.   

Chaturvedi (2011) menuliskan soft skills are essentially to be categorized as self development skills, interaction skills, leadership skills, organization skills and communication skills. Artinya, soft skills dikategorikan sebagai keterampilan pengembangan diri, keterampilan berinteraksi, keterampilan kepemimpinan, keterampilan berorganisasi, dan keterampilan komunikasi. Soft skills melengkapi hard skills (bagian dari IQ), yang merupakan persyaratan teknis pekerjaan dan banyak kegiatan lainnya. Soft Skill atau keterampilan lunak merupakan tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, dan pengambilan keputusan lainnya.  

Selanjutnya, Klaus (2007) menyatakan "...What, then, are soft skills? Soft skills are those personality traits and interpersonal skills that balance technical skills and quantitative job requirements". Soft skills adalah ciri-ciri kepribadian dan keterampilan interpersonal. 

Lorenz (2009) menyebutkan "soft skills refer to a cluster of personal qualities, habits, attitudes and social graces that make someone a good employee and compatible to work", yang berarti soft skills mengacu pada sekelompok kualitas pribadi, kebiasaan, sikap dan rahmat sosial yang membuat seseorang karyawan yang baik dan kompatibel untuk bekerja. Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut soft skills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru.  Soft Skills included in Measuring Assessing Soft Skills (MASS) Materials Manners, Ownership of tasks, Attendance, Motivation, Professionalism, Work output Conduct in workplace, Timekeeping, Verbal Communication, Organisation/ planning, Team-working/ Respect, Helping others, Conscientiousness, Ability to ask for help, Adaptability/ Flexibility, (Kechagias,. 2011: 83-84). Maksudnya, beberapa hal yang merupakan penilaian dalam soft skills yaitu, kemampuan kerja, kepedulian, motivasi, profesionalisme, pengaruh hasil  kerja di tempat kerja, kedisiplin, komunikasi verbal, organisasi atau perencanaan, kerjasama atau rasa hormat, membantu orang lain, waspada, kemampuan untuk membantu, adaptasi atau loyalitas. 

Berbeda dengan soft sklls, hard skills adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang terkait sesuai bidang ilmu. Hard skilsl merupakan  keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk profesi tertentu. Contoh, guru olah raga membutuhkan keterampilan menangkap bola, programmer wajib menguasai teknik pemrograman dg bahasa tertentu. Hard skills dibutuhkan untuk dapat bekerja sesuai tujuan. Hard skills berhubungan dengan kompetensi inti untuk setiap bidang keilmuan lulusan. Contoh, seseorang sarjana pendidikan harus menguasai hard skill di bidang menyusun perangkat pembelajaran. Berdasarkan definisi di atas, soft skills dapat didefenisikan sebagai jalinan atribut personalitas baik intrapersonal skills maupun interpersonal skills. Sedangkan hard skills adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang terkait sesuai bidang ilmu. 

Artikel keren lainnya:

Kumpulan dokumen penting Lingkup Dinas Pendidikan

Berikut beberapa dokumen yang berkaitan dengan kerja dan pegawai dalam lingkup dinas pendidikan yang bisa dijadikan sebagai rujukan, sumber atau contoh yang guna peningkatan kinerja tugas :

PENILAIAN ANGKA KREDIT GURU

URUSAN KEPEGAWAIAN

  1. Blangko Dan Surat Permohonan Bantuan Biaya Penulisan Tugas Akhir-Skripsi-Thesis dapat di unduh DISINI
  2. Blanko Surat Cuti Dll dapat di unduh DISINI
  3. Blangko Izin Belajar  dan Tugas Belajar dapat di unduh DISINI
  4. Blangko Laporan Kepemilikan Ijazah dapat di unduh DISINI
  5. Blangko Laporan Selesai Pendidikan dapat di unduh DISINI
  6. Blangko Surat Keterangan Sedang Menyelesaikan Pendidikan dapat di unduh DISINI
  7. Blangko Pengajuan Pensiun dini dapat di unduh DISINI





Artikel keren lainnya:

Memahami Tujuan Pembelajaran dan Manfaatnya

Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Di dalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk menyediakan pengalaman-pengalaman belajar. 

Manfaat Tujuan Pembelajaran

Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:

  1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada  siswa, sehingga anak dapat melakukan perbuatan belajarnya secara  lebih mandiri
  2. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
  3. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan   belajar dan media pembelajaran
  4. Memudahkan guru mengadakan penilaian.

Suatu tujuan pembelajaran hendaknya  memenuhi kriteria sebagai berikut :

  • Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar.
  • Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati.
  • Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki

Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. : 

A  = Audience (anak didik/siswa) 

B  =Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), 

C  =Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai.

D =Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)

Kemudian dalam merumuskan tujuan pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah rumusan tujuan pembelajaran tidak mengandung 2 penafsiran ganda

Contohnya : 

              MEMILIH  warna  dan  MEWARNAI

Untuk memudahkan menyusun rumusan tujuan pembelajaran dapat menggunakan metode KKO  (Kata  Kerja  Operasional) baik dari domain : Kognitif, Afektif  dan  Psikomotor


Contoh rumusan tujuan Pembelajaran (goals) :

  • Anak Mampu  Mengaplikasikan Peraturan  Permainan Dengan Baik
  • Anak Mampu Mengidentifikasikan Ciri-ciri Binatang Berkaki Dua Dengan Tepat.


Artikel keren lainnya:

Memahami kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian yang wajib dimiliki oleh guru

Ada tiga kompetensi yang wajib dimiliki oleh guru terutama guru yang sudah mendapatkan sertifikasi pendidik sebagai bentuk pengakuan terhadap profesionalisme guru terhadap bidangnya. Berikut penjelesaan singkat terhadap kompetensi dimaksud

1. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik meliputi: 

  • pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik. 
  • perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. 
  • pelaksanaan pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 
  • perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

2. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. 

Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial  menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Banyak ahli pendidikan yang memberikan koreksi seharusnya lebih cocok  digunakan istilah kompetensi akademik.  Kompetensi professional adalah untuk keempat kompetensi guru tersebut di atas.

3. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar

4. Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.


Artikel keren lainnya:

Memahami Konsep Dasar Kegiatan “Evaluasi”

Pengertian evaluasi menurut Fattah (1999: 4) adalah “Pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan”. Menurut  Suharsimi  Arikunto  (1996:  3)  Ada  dua langkah kegiatan dalam kegiatan evaluasi yaitu pengukuran dan penilaian. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah kegiatan menilai untuk mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. 

Sedangkan evaluasi adalah  kegiatan menetapkan perbedaan antara hasil yang benar-benar dicapai dengan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dicapai menurut rencana, serta menilai perbedaan-perbedaan tersebut. Kemudian dari penilaian itulah digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya.

Pada hakikatnya, evaluasi memiliki dua kegiatan utama yakni; Pertama pengukuran atau pengumpulan data. Kedua membandingkan hasil pengukuran dan pengumpulan data dengan standar yang digunakan. Berdasarkan hasil perbandingan ini baru dapat disimpulkan bahwa suatu  program, kegiatan, produk itu layak atau tidak, relevan atau tidak , efisien atau tidak, efektif atau tidak.

Menurut Siagian (1995: 17) pengertian evaluasi (penilaian) yaitu, “Pengukuran dan perbandingan  hasil-hasil yang nyatanya dicapai dengan hasil- hasil yang seharusnya dicapai”. Dari pengertian itu dapat dikemukakan bahwa Evaluasi adalah pengukuran dan perbandingan antara hasil nyata dengan hasil yang  diharapkan.  Hasil  nyata  atau  realisasi  merupakan  keluaran  dari  suatu kegiatan,  sedangkan  hasil  yang  seharusnya  dapat  dilihat  dari  rencana,  target, tujuan atau sasaran, atau standar yang telah ditetapkan sebelum kegiatan itu dilaksanakan.

Evaluasi hanya dapat dilakukan setelah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan selesai, sehingga dapat dilihat hasil nyata dari kegiatan tersebut. Suatu kegiatan  dapat  diselesaikan  dalam  satu  tahap,  namun  dapat  juga  diselesaikan dalam beberapa tahap. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan pada akhir setiap kegiatan  atau  pada  akhir  seluruh  kegiatan.  Evaluasi  yang  dilaksanakan setiap kegiatan disebut evaluasi parsial, sedangkan evaluasi pada akhir seluruh kegiatan biasanya disebut evaluasi komprehensif.


Artikel keren lainnya:

8 Syarat yang harus dipenuhi saat belajar

Ada yang belajar tetapi hasilnya hampa, hal ini disebabkan oleh proses belajar yang dilakukan tidak memenuhi syarat belajar itu sendiri. Lalu apa saja syarat belajar yang wajib dipenuhi agar hasilnya sesuai yang diharapkan? Berikut 8 syarat belajar yang saya maksudkan

1. Niat dan semangat

Belajar harus diawali dengan niat, dengan demikian akan lahir semangat untuk mengetahui inti materi yang akan diketahui. Proses ini akan merangsang pikiran membedah materi yang dipandang dari segala sisi. Tentu, membutuhkan berbagai sumber untuk mendukungnya, sehingga pada proses penemuan akan melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat menambah wawasan.

2. Focus pada tujuan

Kegagalan pada umumnya terjadi sebagai akibat dari munculnya ragam pikiran sehingga berdampak pada pergeseran proses belajar. Akibatnya, tujuan semakin pudar setelah belajar mengalami proses, malah tidak tahu apa yang akan dipelajari dan apa saja yang sudah dipelajari. Olehnya itu, selalu fokus pada tujuan belajar, karena ini akan membatasi proses belajar tidak melebar kemana-mana, belajar dari apapun selalu tuntas sesuai tujuan yang diharapkan.

3. Jaga kebugaran tubuh

Belajar membutuhkan stamina yang kuat, otak memerlukan pasokan oksigen yang cukup. Dengan demikian proses belajar harus dibarengi dengan kebugaran tubuh, otak yang sehat, dan stamina yang cukup, olehnya itu, jaga kebugaran tubuh. Siswa yang mengikuti pelajaran pada pagi hari lebih maksimal menerima materi pelajaran ketimbang di siang hari. Faktor kebugaran tubuhlah penentunya.

4. Belajar di tempat dan suasana yang nyaman

Belajar di dekat tempat sampah, hasilnya tidak maksimal begitupula belajar di tempat keramaian sebab kedua tempat ini bukanlah tempat yang nyaman untuk belajar kecuali melakukan pengamatan pada obyek tertentu yang berada di kedua tempat ini. Belajar membutuhkan tempat yang kondusif dan suasana yang nyaman sehingga pikiran-pikiran tetap fokus pada materi pelajaran

5. Siapkan perlengkapan belajar

Sebelum belajar sebaiknya siapkan terlebih dahulu perlengkapan yang dibutuhkan seperti buku, intrumen dan lain sebagainya. 

6. Belajar diselingi istirahat

Rata-rata orang maksimal fokus dalam belajarnya hanya  selama dua jam, selebihnya akan mengalami kelelahan terutama kelelahan dalam berpikir. Olehnya itu, wajib diselingi dengan instrahat  sehingga mengembalikan kebugaran tubuh yang dapat menunjang kembali proses belajar selanjutnya.

7. Membantu teman dalam belajar

Yang banyak tidak dipahami orang adalah membantu teman dalam belajar, ingatlah bahwa tindakan ini bagian dari proses belajar yang baik karena dapat mengulang kembali pelajaran yang pernah dipelajari sehingga menjadi mahir pada materi yang diajarkan kepada teman.

8. Bersosialisasi

Bersosialisasi bagian dari belajar, lingkungan merupakan wadah unjuk diri terhadap wawasan dan pengetahuan yang dimiliki. 

Artikel keren lainnya: