Beranda · Artikel · Motivasi · Merdeka Belajar · Bahan Ajar · PTK · Pembelajaran

Hubungan antara kebiasaan belajar yang baik dengan disiplin siswa terkait sikap dan prilakunya

Seorang siswa yang mempunyai kebiasaan belajar yang baik dimungkinkan mempunyai disiplin belajar yang baik pula. Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan dan keteraturan terhadap perannya sebagai seorang siswa yaitu belajar secara terarah dan teratur. Pada akhirnya siswa yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. 

Disiplin belajar merupakan salah satu sikap atau perilaku yang harus dimiliki oleh siswa. Tu’u (2004:93) menyatakan pencapaian hasil belajar yang baik selain karena adanya tingkat kecerdasan yang cukup, baik, dan sangat baik, juga didukung oleh adanya disiplin sekolah yang ketat dan konsisten, disiplin individu dalam belajar, dan juga karena perilaku yang baik. 

Disiplin sangatlah diperlukan bagi setiap orang, dimanapun dan kapanpun. Hal tersebut dikarenakan disiplin menentukan kelancaran seseorang di dalam menggapai tujuannya. Permasalahan disiplin jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka disiplin tersebut akan menentukan bagaimana proses pembelajaran di lingkungan pendidikan berjalan dengan baik. 

Menurut Rifa’i (2011:97) faktor – faktor yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar siswa adalah kondisi internal dan eksternal siswa. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Beberapa faktor eksternal seperti antar lain variasi dan tingkat kesulitan materi (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar. 

Proses pembelajaran siswa terdapat hal-hal yang mempengaruhi disiplin belajar. Beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin belajar menurut Suradi (2011) adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor yang pertama yaitu faktor instrinsik, meliputi faktor psikologi, seperti minat, motivasi, bakat, konsentrasi, dan kemampuan kognitif. Faktor fisiologis, yang termasuk dalam faktor fisiologis antara lain pendengaran, penglihatan, kesegaran jasmani, kekurangan gizi, kurang tidur dan sakit yang diderita. Faktor yang kedua yaitu faktor ekstrinsik meliputi faktor non-sosial, seperti keadaan udara, waktu, tempat dan peralatan maupun media yang dipakai untuk belajar. Faktor sosial, terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. 

Artikel keren lainnya:

Ketahuilah bahwa tujuan belajar mengajar bukan untuk memperoleh hasil belajar siswa secara kuantitatif

Apabila pemahaman kita bahwa kegiatan belajar mengajar hanya untuk memperoleh hasil belajar secara kuantitatif, maka pemahaman itu perlu di perbaiki. Pemahaman inilah yang sebenarnya telah menjebak guru dan siswa selama ini, dampaknya tentu saja kurangnya hasil belajar siswa atau hasil belajar yang diharapkan tidak maksimal atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Tujuan kegiatan belajar mengajar sebenarnya adalah terjadinya perubahan dan peningkatan hasil belajar siswa baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil belajar dimaksudkan adalah perubahan sikap dan prilaku siswa selama mengikuti kegiatan proses belajar mengajar. Perubahan ini mengacu pada nilai karakter yang harus dikuasai oleh siswa. Intinya, siswa mengalami perubahan sikap dan prilaku menjadi lebih baik berdasarkan ilmu-ilmu yang diperolehnya.

Materi pelajaran yang dipelajari dikuasai oleh siswa untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana sikap dan prilaku siswa berpedoman pada apa yang telah dipelajari. Untuk itulah sehingga tugas guru adalah mendidik, mengarahkan, membina dan lain sebagainya.

Dampak yang terjadi akibat dari kesalahan pemahaman selama ini adalah meningkatnya kenakalan siswa. Baik etika maupun etiket yang sesuai dengan norma dan budaya bukan lagi menjadi landasan sikap dan prilaku siswa, nilai-nilai karakter yang diharapkan tidak menjadi prinsip yang harus dipegang teguh dan dilaksanakan.

Inilah permasalahan dunia pendidikan saat ini, sehingga jangan heran maka sistem penilaian kurikulum 2013 menitikberatkan pada tiga domain yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan. Khusus penilaian sikap, semua materi mengandung aspek Kompetensi Inti, mulai dari KI-1, KI-2, KI-3 dan KI-4. Semua ini ditekankan untuk menciptakan perubahan pada diri siswa, tentunya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang harus dicapai sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan yang telah ditetapkan.

Jadi, pada intinya proses belajar mengajar ditekankan pada perubahan sikap dan prilaku siswa. Dampak dari terjadi peningkatan hasil belajar siswa secara kualitatif akan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa secara kuantitatif, hal ini terjadi karena baik hasil belajar siswa maupun prestasi belajar siswa ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.

Artikel keren lainnya:

Pendidikan Indonesia setelah otonomi daerah; Antara kepentingan politik dan tujuan pendidikan nasional atau otonomi sekolah dan pejabat daerah

Otonomi daerah lahir bersamaan dengan pelaksanaan demokrasi secara langsung, otonomi daerah merupakan jawaban atas keterlambatan pembangunan di daerah, otonomi daerah merupakan solusi atas semua permasalahan pemerintahan yang bersifat sentralisasi, diharapkan pembangunan di daerah menjadi maksimal tetapi tetap mempertahankan kearifan lokal sebagai dasar dan nilai kepribadian bangsa.

Pendidikan sebagai salah satu faktor penting pembangunan, pengelolaannya diserahkan kepada daerah sebagai bagian dari semangat pelaksanaan otonomi daerah dengan tujuan agar nilai-nilai kearifan lokal dapat tereksploitasi secara maksimal dan mandiri. Dengan demikian, pemerintah daerah bertanggung jawab penuh atas peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, peningkatan standar sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan, serta berbagai kebijakan dan regulasi terkait pendidikan yang bersifat kedaerahan. Praktis hanya kurikulum pendidikan yang tetap dipertahankan dan dikelola oleh pemerintah pusat, selebihnya adalah tanggung jawab pemerintah daerah.

Beberapa daerah mampu menciptakan perubahan di dunia pendidikan, perubahan dimaksud adalah terjadinya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan pengelolaan dan manajemen pendidikan, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga pendidikan, dan lain sebagainya. Namun sebagian daerah justru mengalami penurunan kualitas pendidikan sebagai akibat dari politisasi dunia pendidikan. 

Sebutlah pengangkatan kepala sekolah, kepala sekolah tidak lagi mempertimbangkan kemampuan manajerial, kompetensi dan syarat-syarat sebagai sebagai kepala sekolah. Kepala sekolah kini diangkat berdasarkan pertimbangan politik, demikian pula halnya dengan tenaga pendidik dan kependidikan, akibatnya terjadi kesenjangan di satuan pendidikan. Ada sekolah yang mengalami kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu, sementara disekolah lain justru kekurangan pada mata pelajaran tersebut. Ada sekolah yang membutuhkan sarana dan prasarana belajar, disisi lain ada sekolah yang kelebihan sarana dan prasarana belajarnya, hal ini terjadi karena program peningkatan sarana dan prasarana termasuk program lainnya di dunia pendidikan tidak melalui perencanaan yang mempertimbangkan aspek kebutuhan dan prioritas sebagai dampak dari politisasi dunia pendidikan di daerah.

Begitu besarnya pengaruh politisasi dunia pendidikan di daerah, mengakibatkan program-program yang terkait dengan dunia pendidikan seakan tidak mampu dilaksanakan. Hampir semua daerah, pembangunannya berorientasi pada fisik dan melupakan pembangunan SDMnya. Bentuk-bentuk pelatihan bagi tenaga pendidik dan kependidikan mengalami penurunan, yang sering dilaksanakan hanyalah KKG/MGMP, sedangkan pelatihan lainnya tenggelam oleh hegemoni politik di daerah.

Mencermati kondisi pendidikan saat ini, dunia pendidikan membutuhkan program penyelamatan, pemerintah pusat harus lebih intens menekan pemerintah daerah untuk memperhatikan pembangunan dunia pendidikan khususnya pembangunan SDMnya. Jika perlu, dunia pendidikan dikembalikan pengelolaannya kepada pemerintah pusat agar pengaruh-pengaruh negatif sebagai dampak dari demokrasi dan politik di daerah dapat diminimalkan. Sangat sulit bagi pemerintah daerah melakukan evaluasi dan pengawasan secara obyektif kepada tenaga pendidik dan kependidikan terutama yang terlibat dan yang berjasa pada saat pilkada. Penegakkan aturan hanya simbol semata, karena kepentingan mampu mengubur tujuan pendidikan yang sebenarnya. 

Semua unsur di satuan pendidikan harus dikembalikan ke kondisi pendidikan yang sebenarnya, betapa indahnya tenaga pendidik dan kependidikan masa sebelum otonomi daerah. Dalam melaksanakan tugasnya tidak terpengaruh oleh proses politik dan demokrasi, setiap satuan pendidikan menjadi tempat yang menyenangkan dan membahagiakan karena tidak ada faktor eksternal yang mengganggu independensi tenaga pendidik dan kependidikan. Riak-riak politik tidak mempengaruhi proses pendidikan di satuan pendidikan, semua itu terjadi karena tidak ada hubungan antara dunia pendidikan dengan proses demokrasi dan politik. Bandingkan dengan sekarang, pasca pelaksanaan pilkada, pergeseran kepala sekolah selalu terjadi, beberapa guru dipindahkan sebagai bentuk sanksi akibat berbeda arah politik dan lain sebagainya.

Dalam melakukan pembinaan kepada anak didik, guru selalu diperhadapkan kepada kepentingan dari para pejabat daerah. Nota dari para pejabat mampu merubah otonomi dan kemandirian sekolah dalam melaksanakan program kegiatannya, guru sangat tertekan dan terbebani sehingga untuk menciptakan keadilan dan kesamaan kesempatan kepada semua anak didik tidak mampu direalisasikan.

Jika kondisi ini terus terjadi, maka dapat dipastikan bahwa dunia pendidikan di Indonesia akan mengalami degradasi paradigma berpikir, mutu dan kualitas pendidikan akan terus tergerus oleh kepentingan, tenaga pendidik dan kependidikan akan mengalami frustrasi, secara khusus dampaknya adalah terjadi kesenjangan kompetensi anak didik, sedangkan secara umumnya dunia pendidikan di Indonesia mengalami penurunan kualitas generasi penerus bangsa.

Tindakan cepat pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah bangsa ini sangat ditunggu. Demi masa depan bangsa ini, pemerintah pusat harus mengambil alih pengelolaan dunia pendidikan agar pengaruh demokrasi dan politik didaerah tidak berimbas pada proses palaksanaan pendidikan di satuan pendidikan. 

Artikel keren lainnya:

Melatih kompetensi komunikatif siswa melalui pembinaan dengan pendekatan tematis bagi guru Bahasa Indonesia

Kompetensi komunikatif yang ada pada murid dapat tumbuh dengan sendirinya, atau dapat pula tumbuh dengan usaha pembinaan. Usaha pembinaan dapat dilakukan melalui sesuatu yang strategis berupa penerapan pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan tematis. Pendekatan tematis yang diterapkan oleh guru merupakan acuan yang bersifat aksiomatis, digunakan untuk mendasari pemilihan langkah- langkah pembelajaran yang dapat membina kompetensi komunikatif pada murid (Kaswanti Purwo, 1998).

Pendekatan tematis yang diterapkan dalam membina kompetensi komunikatif merupakan pendekatan pembelajaran yang disajikan dalam strategi yang berpola integrated. Strategi instruksional yang berpola integrated ditandai dengan; pengajaran berpusat pada murid memberikan pengalaman langsung kepada murid, tidak ada pemisahan dengan bidang studi lain, menyajikan konsep dari berbagai bidang studi di dalam sebuah unit proses pembelajaran, dan hasil belajar dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan murid. Hal ini berlawanan dengan strategi yang berpola fragmented. Adapun strategi instruksional yang berpola fragmented ditandai dengan; pengajaran berpusat pada guru sebagai model, tidak memberikan pengalaman langsung kepada murid, mengadakan pemisahan suatu bidang studi dengan bidang-bidang studi lain, dan hasil belajar murid merupakan hasil yang seragam (Fogarty, 1991).

Dalam hal ini, pendekatan tematis adalah sebuah model pengitegrasian dari berbagai keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, wicara dan menulis) yang selama ini disajikan guru secara terpisah-pisah (Andayani, 2008).

Reynold (1992) menyatakan adanya problema dalam hal keefektifan mengajar yang tidak diterapkan oleh guru di dalam pembelajarannya di sekolah lanjutan dan ditemukan juga adanya hubungan antara hasil belajar murid dengan gaya mengajar guru.

Kompetensi komunikatif yang ada pada murid sebenarnya berupa pola berpikir atau ide yang timbul secara spontan dan imajinatif, yang mencirikan hasil-hasil yang artistik, idealis atau temuan-temuan lain (Nolan&Kagan, 1980).

Kompetensi komunikatif memiliki tiga aspek sebagai ciri penanda, yaitu kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik dan kompetensi wacana (Tarigan, 1992).

Kompetensi gramatikal secara langsung memfokuskan diri pada pengetahuan dan keterampilan seseorang yang dibutuhkan untuk memahami dan mengekspresikan secara tepat makna dari bahasa. Dengan demikian, kompetensi gramatikal merupakan hal yang penting bagi pelaksana program pembelajaran bahasa (Canale, 1984). Adapun ciri-ciri kompetensi gramatikal berupa penguasaan terhadap kosakata, pembentukan kata dalam proses morfologis dan pembentukan kalimat.

Kompetensi sosiolinguistik adalah keluasan pemahaman ucapan-ucapan yang dihasilkan seseorang yang dipahami secara tepat dalam berbagai konteks. Ketepatan ucapan ini mengacu kepada ketepatan makna dan bentuk. Ketepatan tersebut berkaitan dengan wadah fungsi-fungsi komunikatif tertentu, misalnya perintah, tuntutan, undangan, dan juga sikap-sikap tertentu, seperti keramahan dan kewajaran dalam menempatkan gagasan tertentu. Hal ini dapat dilakukan seseorang secara kreatif dan spontan. (Andayani, 2008).

Kompetensi wacana berkenaan dengan penguasaan seseorang dalam menggabungkan bentuk-bentuk dan makna untuk mencapai pemahaman dan produksi bahasa dalam bentuk teks, dalam berbagai genre, yang di dalamnya mencakup: narasi, esei argumentatif, laporan ilmiah, dan surat menyurat (Little, 1993). Ciri-ciri kompetensi wacana yang dimiliki seseorang adalah adanya hal-hal berikut ini: ulangan makna untuk menandai kesinambungan, gerak maju  makna untuk menyatakan arah ide, nonkontradiksi untuk menandai kekonsistenandan relevansi makna untuk menandai kesesuaian (Laughlin & Moulton, 1990).

Pola lain dari pendekatan yang sering dijumpai pada pembelajaran bagi anak-anak selain integrated adalah fragmented. Hal demikian didasarkan pada anggapan bahwa siklus belajar pada anak yang meliputi, kesadaran – eksplorasi – inkuari – penerapan - dst. (Bredekamp&Rosegrant, 1992). Dari sinilah akhirnya banyak guru yang memisahkan berbagai bahasan pengajarannya ke dalam pokok-pokok bahasan yang sering dikenal dengan fragmented. Terhadap pembelajaran yang sasarannya anak-anak, ada hal-hal tertentu yang perlu disajikan dengan integrated, namun ada pula yang seharusnya diterapkan secara fragmented. (Andayani, 2008).

Kemudian, pendekatan yang berpola fragmented ini memiliki ciri-ciri; pengajaran berpusat pada guru sebagai model, tidak memberikan pengalaman langsung kepada murid, dan hasil belajar murid merupakan hasil yang seragam. (Andayani, 2008).

Pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilaksanakan dengan pendekatan tematik integrated sangat penting diterapkan karena pengaruhnya dapat meningkatkan kompetensi komunikatif siswa, indikatornya siswa dapat:
  1. mengungkapkan ide dengan santai; 
  2. bertanya dan menjawab pertanyaan dengan air muka murid yang tampak gembira;
  3. menunjukkan hubungan interpersonal antar murid yang akrab, dan 
  4. menggunakan bahasa Indonesia dengan wajar dan ramah (Andayani, 2008)

Pembelajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya tidak hanya berhenti pada instructional-objective berupa selesainya evaluasi yang ditandai dengan lulus ujian. Akan tetapi, sebenarnya pembelajaran Bahasa Indonesia juga bermaksud melahirkan nurturant-effect yang berupa kompetensi komunikatif dengan ciri penanda mahir secara gramatikal, mahir dalam wacana, dan juga mahir secara sosiolinguistik yang kesemuanya itu tidak mungkin tercapai jika di dalam kelas guru masih menerapkan cara lama dengan lebih banyak mengisi kegiatan belajar murid dengan membahas soal-soal yang terangkum di dalam buku paket dan LKS(Lembar Kerja Siswa) saja. (Andayani, 2008)

Artikel keren lainnya:

Pengaruh tutor sebaya terhadap pembentukan dan peningkatan kepercayaan diri siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah

Masih ingat dengan awal pelaksanaan kurikulum 2013? Salah satu permasalahan yang timbul adalah kurangnya motivasi siswa untuk mencari tahu terhadap materi yang diberikan. Hal ini sebagai dampak dari perubahan paradigma pembelajaran dimana guru bukan lagi sebagai fokus pembelajaran atau sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi hanya sebagai salah satu sumber belajar. 

Pada kurikulum 2013, siswa dituntut lebih aktif berperan dalam pembelajaran. Siswa harus mampu memanfaatkan semua sumber belajar misalnya internet, buku dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang pola pikir kritis siswa, merangsang kemampuan menganalisis, mengamati, mengasimilasi, termasuk membuat laporan atas hasil kerjanya bahkan mempresentasikan laporan tersebut.

Model pembelajaran ini ternyata tidak mudah dilaksanakan, sebagian besar siswa terkendala oleh beberapa hal misalnya sumber belajar, kepercayaan diri, kompetensi dan sebagainya. Kendala ini cukup merepotkan bagi guru, sebab waktu yang tersedia sangat terbatas, disisi lain kompetensi yang harus dikuasai siswa sangat padat dan kompleks tentunya diikuti dengan materi yang cukup padat pula. Artinya target pencapaian standar kompetensi lulusan tidak akan bisa dicapai apabila beberapa kendala di atas terus mewarnai jalannya pembelajaran.

Olehnya itu, kehadiran kegiatan ekstrakurikuler misalnya pramuka sangat membantu terutama pembentukan karakter dan mental serta keberanian dalam menunjukkan dirinya. Pola pembinaan yang diterapkan pada kegiatan ekstrakurikuler khususnya pramuka dengan memaksimalkan peran para senior dalam membimbing dan memberikan pembelajaran kepada juniornya merupakan bagian dari pola tutor sebaya.

Ischak (1987:34) mendefinisikan tutor sebaya adalah teman sekelas yang telah tuntas terhadap bahan, yang memberikan bantuan pada siswa yang menemui kesulitan dalam memahami bahan yang dipelajari, tutor sebaya ini diharapkan siswa tidak malu dan takut bertanya pada temannya sendiri tentang bahan ajar yang belum dipahami.  

Sedangkan menurut Winataputra (1999:380) pengajaran dengan tutor sebaya adalah kegiatan belajar siswa dengan memanfaatkan teman sekelas yang mempunyai kemampuan lebih untuk membantu temannya dalam melaksanakan suatu kegiatan atau memahami suatu konsep.

Nurul Ramadhani Makarao (2009: 127) menjelaskan bahwa tutorial sebaya adalah metode pengajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk mengajarkan dan berbagi ilmu pengetahuan atau ketrampilan pada siswa yang lain. Sedangkan Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 184) menjelaskan bahwa tutorial sebaya adalah metode pembelajaran dimana beberapa siswa ditunjuk atau ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan dalam belajar agar temannya tersebut bisa memahami materi dengan baik.

Untuk menunjuk siswa yang dipercayakan menjadi tutor bagi rekannya atau siswa lain, harus memperhatikan beberapa pertimbangan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan, menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 25), yaitu: 
  1. Dapat diterima (disetujui) oleh siswa yang mendapat program perbaikan sehingga siswa tidak mempunyai rasa takut atau enggan bertanya kepadanya. 
  2. Dapat menerangkan bahan yang diperlukan oleh siswa yang akan dibimbing. 
  3. Tidak tinggi hati, kejam atau keras hati terhadap sesama kawan. 
  4. Mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan, yaitu dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya. 


Mengapa harus metode tutorial sebaya? Neila Ramdhani (2012: 43) menjelaskan pembelajaran dengan metode tutorial sebaya memungkinkan seorang tutor memperoleh pemahaman materi yang lebih kuat, karena pada saat tutor menjelaskan materi yang belum dipahami oleh temannya, tutor juga menjelaskan pada dirinya sendiri (self explanatory). Selain itu harga diri (self esteem) dan efikasi diri (self eficacy) tutor juga akan meningkat karena merasa dirinya mampu membantu temannya yang kurang memahami materi pelajaran. Sedangkan menurut Abu Ahmadi & Widodo Supriyono (2004: 184) kebaikan dari metode tutorial sebaya yaitu memberi hubungan yang lebih dekat dan lebih akrab antar siswa, menambah motivasi belajar siswa, serta meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri.

Tidak semua dapat menerapkan pembelajaran ini, namun memperhatikan kondisi yang ada di Indonesia, pembelajaran dengan metode tutor sebaya sangat cocok diterapkan dengan kondisi pendidikan kita,  menurut Conny Semiawan (1985: 69), ada beberapa alasan mengapa metode ini sangat cocok untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, alasan tersebut antara lain: 
  1. Pada umunya jumlah siswa pada suatu kelas terlalu besar. Ada yang mencapai 55 orang; 
  2. Kebanyakan sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil, menghadapi kekurangan guru; 
  3. Kekurangan alat pelajaran; 
  4. Siswa perlu mendapat kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dan memperoleh umpan balik padahal waktu guru terbatas. 


Akan tetapi, sebaik apapun metode pembelajaran, guru harus pula memperhatikan beberapa kelemahan dari diterapkannya metode pembelajaran. Khusus metode tutor sebaya, Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2006: 26-27) menjelaskan bahwa kelemahan dari metode pembelajaran ini antara lain: 
  1. Siswa yang dibantu sering belajar kurang serius, karena hanya berhadapan dengan kawannya, sehingga hasilnya kurang memuaskan. 
  2. Ada beberapa anak yang menjadi malu bertanya, karena takut rahasinya diketahui kawannya. 
  3. Pada kelas-kelas tertentu pekerjaan tutoring ini sukar dilaksanakan, karena perbedaan kelamin antara tutor dengan siswa yang diberi program perbaikan. 
  4. Bagi guru sukar untuk menentukan seorang tutor yang tepat bagi seorang atau beberapa orang siswa yang harus dibimbing. 
  5. Tidak semua siswa yang pandai atau cepat waktu belajarnya dapat mengerjakannya kembali kepada kawan-kawannya. 

Mengingat kepribadian siswa masih dalam tahap pencarian jati diri yang selalu merasa tidak puas atas hasil kerjanya, siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru selama mereka berusaha mencari tahu terhadap materi dan perubahannya atau sumber-sumber lain yang berkaitan dengan materi termasuk teori-teori yang mendasari materi tersebut, selain itu akan lahir pula upaya menemukan inovasi dan informasi terbaru sehingga berdampak pada proses pembimbingan dan pembelajaran kepada juniornya. Ini bisa terjadi apabila mulai terbangun kepercayaan diri siswa.

Kepercayaan diri siswa lahir melalui pembiasaan, akan sangat tepat jika proses pembelajaran diperkuat dengan pembinaan kepramukaan dimana peran para seniornya dimaksimalkan untuk bertindak sebagai tutor sebaya, dampaknya tentu saja akan meningkatkan kepercayaan diri siswa itu sendiri. Tingginya motivasi siswa untuk melakukan pencarian materi atau pengetahuan, diharapkan dapat mengatasi kendala yang dihadapi pada saat pengimplementasian kurikulum 2013 sebagai akibat dari pergeseran paradigma berpikir dan proses pembelajaran, dimana siswa sebagai fokus pembelajaran dapat terlaksana dengan baik karena telah melalui pembiasaan di kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

Artikel keren lainnya:

Mengurangi kekerasan sosial melalui peningkatan kualitas pendidikan di semua jenjang satuan pendidikan

Tingkat kekerasan sosial dewasa ini mengalami peningkatan, beberapa peristiwa justru melibatkan anak usia sekolah. Beragam tindak kriminal mulai dari kasus pencurian, geng motor, pemerkosaan, penipuan, pembunuhan, dan lain sebagainya, para pelakunya masih berusia remaja. Hal ini menjadi masalah serius yang harus ditangani dengan baik dan bijak sehingga dapat mengurangi efek negatif yang bisa timbul akibat kesalahan dalam penanganan.

Disisi lain, kualitas pendidikan ditengarai terus menurun. Berbagai upaya telah dilaksanakan mulai dari perubahan kurikulum yang mengedepankan pada domain sikap, sampai dengan peningkatan kompetensi guru yang selalu dievaluasi melalui kegiatan UKG (Uji Kompetensi Guru).

Apakah kedua permasalahan bangsa di atas memiliki benang merah? Apakah penurunan kualitas pendidikan berpengaruh pada peningkatan kekerasan sosial? Ataukah kekerasan sosial terjadi sebagai dampak dari perubahan pola pikir masyarakat yang sudah jauh dari norma dan budaya serta kepribadian luhur bangsa? Ataukah peningkatan kekerasan sosial semata-mata akibat dari masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat?

Teknologi informasi dan media sosial memegang andil yang cukup besar, butuh pengetahuan yang baik agar pemanfaatannya bisa bernilai positif. Sebaliknya dapat menurunkan atau melunturkan nilai-nilai moral dan etika akibat budaya di dunia maya sangat berbeda dengan budaya kita yang sebenarnya. Olehnya itu, peran pendidikan sangat penting, pendidikan merupakan cara membangun manusia yang berkualitas, pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai karakter. Diharapkan melalui pendidikan karakter ini, moral dan etika siswa dapat meningkat sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Sulaiman, dalam Chan, dkk., (2005: 17) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan yang terampil. Kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal ini senada dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan.

Lantas bagaimana caranya agar kekerasan sosial dapat dikurangi? Sarlito (dalam Abdulah, 2013) jalan keluar yang sebaiknya ditempuh untuk mengatasi kekerasan dalam dunia pendidikan adalah dengan cara mengembalikan semuanya pada norma. Penegakan norma harus berfungsi semaksimal mungkin. Untuk memotong mata rantai kekerasan di dunia pendidikan, sekolah harusnya menjadi wadah penguatan norma (pendidikan nilai-nilai sopan santun). Sekolah damai adalah sekolah anti kekerasan yang menerapkan pendekatan secara humanis, pengajaran dengan hati dan peran serta orang tua dalam pendidikan.

Artikel keren lainnya:

3 fungsi motivasi belajar dalam proses belajar mengajar yang harus dipahami oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memudahkan mereka memahami materi yang disampaikan oleh guru. Motivasi itu juga akan mendorong siswa memusatkan perhatiannya pada penjelasan guru, mengikuti materi dengan berbagai strategi, membangkitkan rasa ingin tahu yang mendalam, dan tingginya kemauan untuk mencari sumber yang berhubungan dengan materi yang diberikan.

Apa itu motivasi? Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich, 2003). 

Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). 

Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).  Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. 

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

Lebih dalamnya lagi, berikut 3 fungsi motivasi belajar menurut Sardiman (2011,85):
  1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
  3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.

Artikel keren lainnya:

Hubungan kepribadian guru dengan prestasi belajar siswa terhadap upaya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan melalui pembiasaan sikap

Profil dan penampilan guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah peningkatan prestasi belajar. Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu Tugas profesional, Tugas manusiawi, dan Tugas kemasyarakatan. Tugas profesional seorang guru yaitu meneruskan ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan harus diketahui anak. Tugas manusiawi guru adalah membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utamanya dan kelak menjadi manusia yang sebaik-baiknya, Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945.

Dengan demikian, seorang guru harus memiliki kepribadian yang luhur, guru harus jujur, berakhlak, cerdas, mampu dan bertanggung jawab. Kepribadian dapat pula disebut sebagai karakter, secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi (Hornby dan Parnwell, 1972: 49).Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa 1997: 281).

Guru akan selalu menjadi teladan bagi siswanya, profil guru dan penampilan guru serta kedalaman wawasan ilmu pengetahuan guru mampu mempengaruhi karakter siswa. Itulah sehingga dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan dalam Pasal 28 Ayat (3), seorang guru harus memiliki empat kompetensi yang harus dikuasai, keempat kompetensi itu yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, sosial dan profesional.

Dr. Uhar Suharsaputra menyatakan bahwa seorang pendidik adalah seorang yang telah menyerahkan dirinya dalam organisasi sekolah, dia tidak bisa melakukan tindakan dan berperilaku sesuai keinginan sendiri, tetapi harus dapat menyesuaikan diri dengan peran dan tugasnya, sesuai peran dan tuntutan tugas serta aturan organisasi yang menjadi kewajiban bagi seorang guru. Ki Hajar Diwantoro menyatakan bahwa guru wajib melakukan tiga hal yang sudah kita kenal yakni ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani.

Menurut Nazaruddin S.Pdi, ada beberapa pendidikan karakter yang harus dimiliki guru: 
  • Seorang pendidik harus memiliki keikhlasan yang tinggi dalam menjalankan tugas profesinya. 
  • Seorang pendidik harus melaksanakan tugas kependidikannya dengan sabar. 
  • Seorang pendidik harus memiliki sikap kejujuran yang tinggi dengan menerapkan apa yang diajarakan dalam kehidupan pribadinya. 
  • Seorang pendidik harus senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keilmuannya. 
  • Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pendidikan yang variatif dan sesuai dengan tuntutan materi pendidikan. 
  • Seorang pendidik harus bersikap tegas dan meletakkan sesuatu secara proporsional. 
  • Seorang pendidik harus memahami psikologi anak. 
  • Seorang pendidik harus peka terhadap fenomena kehidupan di sekitarnya. 
  • Seorang pendidik dituntut memiliki sikap adil terhadap semua anak didiknya.

Terlepas dari segala kelemahannya, guru tetaplah akan selalu digugu dan ditiru oleh siswanya, guru akan selalu menjadi teladan dan inspirasi bagi siswanya untuk melakukan perubahan, kehadiran guru dalam kehidupan siswa sangat penting.

Guru memiliki peran yang sangat vital dan fundamental dalam membimbing, mengarahkan, dan mendidik siswa dalam proses pembelajaran (Davies dan Ellison, 1992). Begitu pentingnya peran guru dalam dunia pendidikan terutama dalam meningkatkan prestasi belajar siswa maka guru wajib untuk terus menerus meningkatkan intelektualitas, mengasah kapabilitas, serta menajamkan kecerdasan emosional, spiritual, dan fungsi sosialnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diharapkan dapat merangsang siswa untuk berubah dalam segala hal termasuk capaian peningkatan prestasi belajar dan hasil belajar siswa.

Artikel keren lainnya:

Cara mengatasi kurangnya budaya membaca bagi guru, siswa dan masyarakat umum dengan jalan membentuk learning community

Budaya membaca harus dimulai dari dunia pendidikan, guru sebagai pelopor dan penggerak dunia pendidikan diharapkan berperan aktif dalam menciptakan budaya membaca khususnya dikalangan siswa. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh guru adalah membuat komunitas belajar (learning community) yang bersifat terbuka dan beranggotakan beberapa orang guru atas kesadaran dan tanggung jawabnya terhadap siswa dan masyarakat umum terkait pentingnya membaca bagi peningkatan kompetensi yang dimiliki.

Kegiatan dalam Learning community akan menjadi perhatian semua orang khususnya siswa. Yang lebih menarik lagi adalah kelompok ini beranggotakan guru-guru dan bersifat terbuka untuk umum. Baik siswa, orang tua maupun masyarakat umum lainnya bisa bergabung tanpa melengkapi persyaratan-persyaratan tertentu yang harus di penuhi. 

Jerome Bruner menyatakan bahwa seseorang mendapatkan pengetahuan berdasarkan hubungan-hubungan dan keikutsertaannya pada komunitas-komunitas atau budaya-budaya tertentu. Adapun yang menjadi karakteristik positif dari komunitas belajar adalah Hubungan antar individu yang saling peduli satu sama lain, Pengharapan guru yang tinggi akan hasil belajar siswa. Inkuiri (proses mencari tahu) yang produktif dalam belajar, lingkungan belajar yang positif.

Dengan terbentuknya komunitas belajar, diantara sesama guru, siswa, orang tua dan masyarakat umum dapat saling mengisi, melengkapi dan berdiskusi terkait bagaimana menciptakan perubahan kebiasaan dan pola pikir serta kesadaran pentingnya menanamkan budaya membaca sejak usia dini dan proses penciptaan atau rekayasa situasi lingkungan sosial sehingga tercipta situasi pendidikan yang diharapkan. 

Ketika kebiasaan membaca mulai membudaya di masyarakat, setiap orang telah memandang pendidikan sebagai kebutuhan, dan selalu bercermin pada budaya-budaya yang telah membenam kemampuan berpikir dan berkreasi maka dapat dipastikan tujuan pendidikan nasional semakin mudah dicapai. 

Jadi, mengingat betapa pentingnya learning community maka diharapkan minimal satu sekolah membentuk satu komunitas membaca di masyarakat, sebagai penggeraknya adalah guru-guru dan didukung penuh siswa dan masyarakat umum. 

Cobalah untuk melahirkan budaya baru yang bersifat positif dan konstruktif melalui tangan anda. “Jangan hanya membiarkan air mengalir begitu saja, karena bisa jadi yang terbawa oleh air mengandung emas murni yang bisa mengubah hidup anda, keluarga anda, dan masyarakat disekitar anda”.

Artikel keren lainnya:

Inilah keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh guru sebagai pembeda dengan profesi lain.

Yang dimaksud dengan keterampilan dasar adalah keterampilan standar yang harus dimiliki oleh setiap individu yang berprofesi sebagai guru. Banyak orang memiliki kemampuan menjelaskan materi, namun dalam pengelolaan proses pembelajaran tidak hanya mangandalkan kemampuan menjelaskan materi tetapi butuh keterampilan dasar. Keterampilan dasar inilah yang membedakan antara guru dan profesi lain.

Seperti apakah keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh guru? 

Wragg dalam Wina Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa keterampilan tersebut adalah: 

a. Keterampilan Dasar Membuka dan Menutup Pelajaran (Set Induction and Closure). 

Yang dimaksud dengan membuka pelajaran adalah kegitan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Kegiatan membuka pelajaran semacam itu bukan saja harus dilakukan oleh pada awal pelajaran, tetapi juga pada awal setiap penggalan kegiatan dari inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran. 

Sedangkan yang dimaksud dengan menjutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Usaha menutup pelajaran tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang materi yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses pembelajaran. 

b. Keterampilan Dasar Mengelolah Kelas (Classroom Management). 

Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan keterampilan mengembalikan kondisi belajar yang optimal jika terdapat gangguan dalam proses belajar, baik gangguan kecil dan sementara, maupun gangguan yang berkelanjutan. Jika terdapat gangguan-gangguan dalam proses pembelajaran, maka guru bertindak untuk mengembalikan ke situasi belajar yang optimal, maka tindakan tersebut termasuk tindakan mendisiplinkan siswa. 

c. Keterampilan Dasar Bertanya Dasar (Questioning). 

Dalam proses pembelajaran, tujuan pertanyaan yang diajukan oleh guru adalah agar siswa belajar. Artinya siswa memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir. Penggunaan keterampilan bertanya yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menimbulkan perubahan sikap pada guru dan siswa. Perubahan pada guru adalah lebih banyak mengundang interaksi daripada memberi informasi. Selanjutnya perubahan siswa adalah lebih banyak berpartisipasi dalam bentuk bertanya, menjawab, atau mengajukan pendapat daripada mendengarkan informasi guru. 

d. Keterampilan Dasar Memberikan Penguatan (Reinforcement). 

Keterampilan dasar memberi penguatan adalah segala bentuk respons yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perubahan atau responsnya yang diberikan sebagai suatu dorongan atau koreksi. Melalui keterampilan penguatan atau (reinforcement) yang diberikan guru, maka siswa akan merasa terdorong selamanya untuk memberikan respons setiap kali muncul stimulus dari guru; atau siswa akan berusaha menghindari respons yang dianggap tidak bermanfaat. 

e. Keterampilan Dasar Variasi Stimulus (Variation Stimulus). 

Untuk menghindari kebosanan siswa dalam proses pembelajaran, guru perlu memiliki keterampilan variasi stimulus. Variasi stimulus adalah keterampilan guru untuk menjaga agar iklim pembelajaran tetap menarik perhatian, tidak membosankan, sehingga siswa menunjukkan sikap antusias dan ketekunan, penuh gairah dan berpartisipasi aktif dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran. Variasi ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam penggunaan alat dan media pembelajaran, dan variasi dalam pola interaksi dalam kelas. 

f. Keterampilan Dasar Menjelaskan. 

Menjelaskan berarti mengorganisasikan isi pelajaran dalam urutan yang terencana sehingga dengan mudah dapat dipahami oleh siswa. Memberikan penjelasan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari kegiatan seorang guru. Interaksi di dalam kelas cenderung dipenuhi oleh kegiatan pembicaraan, baik oleh guru sendiri maupun antara guru dan siswa atau antara siswa dan siswa. Di antara ketiga pola interaksi itu, biasanya guru cenderung lebih mendominasi pembicaraan. Lebih jauh lagi, sebahagian besar pembicaraan guru mempunyai pengaruh langsung kepada siswa. Oleh karena itu, setiap kegiatan seperti itu harus dibenahi untuk meningkatkan efektivitas agar dapat mencapai hasil yang optimal dari penjelasan itu. 

g. Keterampilan Dasar Memimpin Diskusi. 

Diskusi kelompok merupakan salah satu strategi yang memungkin siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui suatu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam berdiskusi kelompok yaitu: berlangsung dalam iklim terbuka atau dalam suasana persahabatan, harus didahului oleh perencanaan yang matang, mempunyai kekuatan atau keuntungan yang dapat dimanfaatkan, dan diskusi kelompok mempunyai kelemahan yang dapat menimbulkan kegagalan atau tidak mencapai tujuan. 

h. Keterampilan Dasar Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan. 

Pembelajaran klasikal (kelas besar) mengabaikan perbedaan individual. Semua siswa dalam suatu kelas dianggap mempunyai kebutuhan, kemampuan, dan kecepatan yang sama, oleh karena itu semua siswa diperlakukan dengan cara yang sama. Dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan secara umum dan mutu proses pembelajaran secara khusus, perbedaan individual perlu mendapat perhatian yang memadai sehingga perlakuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa. 

Artikel keren lainnya:

Kelemahan Siswa dalam memahami materi yang diajarkan ditinjau dari sisi gurunya

Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran tidak selamanya bersumber dari diri pribadi siswa itu sendiri, melainkan dapat pula disebabkan oleh faktor gurunya. Disinilah peran penting “kegiatan evaluasi” sangat diperlukan oleh guru, tujuannya untuk merefleksi proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Hasil dari evaluasi diharapkan dapat memperbaiki segala kekurangan utamanya cara atau metode mengajar guru.

Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh guru yang berdampak pada kurangnya kemampuan siswa memahami materi yang diajarkan menurut Muhammad Asdar Darise, S.Pd :
  1. Guru kurang memahami integritas dan perannya sebagai guru
  2. Guru dalam memberikan materi terkadang melupakan prinsip-prinsip pembelajaran. 
  3. Siswa dianggap sebagai objek pembelajaran bukan subjek pembelajaran. 
  4. Guru hanya menjelaskan apa yang akan diajarkan tanpa memanfaatkan kemampuan yang dapat dilakukan oleh seorang siswa. 
  5. Guru kurang mampu mengembangkan kemampuan sosial siswa. 
  6. Guru dalam memberi pelajaran terkesan monoton dan tidak kreatif dalam menarik minat siswa untuk ikut dalam proses pembelajaran. 


Artikel keren lainnya:

Pentingnya wali kelas membuat buku catatan kebaikan siswa dalam rangka meningkatkan capaian hasil belajar siswa

Judul di atas adalah merupakan cara termudah untuk mendorong anak perwalian berkompetisi melakukan perubahan pada dirinya. Wali kelas tidak perlu berteriak hanya untuk mengingatkan anak melakukan tindakan positif, cukup dengan mencatat semua prilaku siswa yang bernilai positif setiap hari didalam buku catatan kebaikan siswa.

Kemudian setiap akhir pekan misalnya hari sabtu, wali kelas membaca catatan-catatan kebaikan selama seminggu di kelas perwaliannya. Jika perlu, yang paling banyak melakukan kebaikan diberikan stimulus yang bisa memancing siswa lainnya untuk melakukan hal yang sama. 

Pemberian stimulus bisa berupa hadiah, atau mungkin dibuatkan rompi sebagai simbol bahwa siswa tersebut merupakan siswa terbaik pada minggu itu atau dalam bentuk lain yang mendidik yang bisa memancing respons siswa.

Jika ini berjalan sesuai rencana maka akan tercipta persaingan atau kompetisi positif diantara siswa. Diharapkan kompetisi atau persaingan tersebut dapat meningkatkan motivasi siswa untuk melakukan perubahan sikap dan prilaku atas kemauan sendiri, hal ini lebih memudahkan kerja wali kelas untuk menanamkan nilai-nilai positif tanpa harus menghabiskan energi hanya untuk mendorong siswa melakukan perbuatan baik. 

Artikel keren lainnya:

Pentingnya siswa membaca puisi sebelum memulai pelajaran terutama pelajaran pertama

Puisi dapat membangkitkan semangat, motivasi, keberanian, keteguhan, percaya diri dan memperkaya jiwa. Puisi mampu mempengaruhi perasaan seseorang sehingga terbawa mengikuti pesan yang disampaikan. Sasaran puisi adalah hati setiap manusia, olehnya itu, sangatlah baik jika sebelum memulai pelajaran disarankan untuk membaca puisi.

Sekolah dapat membuat program membaca puisi ini, pelaksanaannya dapat dilakukan di kelas atau pada saat apel. Jika pelaksanaannya di kelas, sedapat mungkin dilakukan dengan cara bergilir sehingga semua siswa mendapatkan kesempatan, namun apabila disampaikan melalui apel maka butuh keterlibatan guru Bahasa Indonesia dan guru seni untuk membina beberapa siswa tentang membaca puisi yang baik dan benar untuk kemudian siswa binaan tersebut secara bergilir menyampaikannya pada saat apel.

Bila program ini berjalan dan terjadwal dengan baik, maka pengaruhnya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, hal ini terjadi sebagai dampak dari menggeloranya jiwa siswa setelah menyimak, menghayati dan mengamalkan pesan dalam puisi tersebut. 

Ketika motivasi belajar meningkat, secara tidak langsung juga dapat membuka kesadaran siswa untuk meningkatkan pula prestasi belajar dan hasil belajarnya.

Artikel keren lainnya:

14 Prinsip pembelajaran kurikulum 2013 yang wajib diketahui oleh guru, siswa dan orang tua dalam rangka mencapai tujuan nasional pendidikan

Agar kurikulum 2013 dapat berjalan dengan baik, maka semua unsur yang terlibat dalam dunia pendidikan harus menaati prinsip kurikulum 2013, prinsip inilah yang membedakan kurikulum 2013 dengan kurikulum lainnya.

Prinsip kurikulum 2013 merupakan jawaban perubahan paradigma global. Ada 14 prinsip kurikulum 2013, keempat belas prinsip dimaksud adalah:
  1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu;
  2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;
  3. Menggunakan pendekatan ilmiah;
  4. Berbasis kompetensi;
  5. Terpadu;
  6. Menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi;
  7. Berbasis keterampilan aplikatif;
  8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard--‐skills dan soa--‐skills;
  9. Mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
  10. Menerapkan nilai--‐nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
  11. Berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
  12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;
  13. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik;
  14. Suasana belajar menyenangkan dan menantang.

Artikel keren lainnya: