Beranda · Artikel · Motivasi · Merdeka Belajar · Bahan Ajar · PTK · Pembelajaran

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi manajerial kepala sekolah

Kepala sekolah sebagai seorang manajer di sekolah kemampuannya dalam melaksanakan fungsi manajerial sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri (internal factor) maupun yang berasal dari luar diri (external factor). Kemampuan kepala sekolah dalam mengidentifikasi dan meminimalisir faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya akan mendorong optimalisasi pelaksanaan fungsi manajerial.  

Terry (1991:25) menyatakan bahwa “faktor lingkungan berpengaruh terhadap fungsi-fungsi manajerial”. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi komponen intern dan komponen ekstern. Komponen intern mencakup mencakup kondisi-kondisi kerja pada umumnya yang dilakukan oleh unsur-unsur luar ke dalam sebuah unit kerja, sedangkan faktor ekstern dapat dibagi menjadi (1) sosial (2) pemerintahan (3) ekonomi (4) teknologi. Untuk mengatasi pengaruh lingkungan tersebut maka manajer yang sukses dapat memenghindari kesalahan dengan membuat asumsi bahwa seluruh anggota kelompok kerja memiliki nilai-nilai yang mendekati nilai yang dipegang oleh manajer tersebut. 

Elsbree (Burhanuddin, 1994) mengungkapkan keberhasilan kepemimpinan sangat bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: 
  1. Karakteristik kelompok yang dipimpin; kepala sekolah hendaknya terampil dalam menggerakkan kelompok yang dipimpinnya.
  2. Tujuan-tujuan kelompok; kepala sekolah harus mampu menyesuaikan tujuan  ke dalam tujuan-tujuan kelompok. 
  3. Pengetahuan yang dimiliki kelompok; keberhasilan anggota-anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas yang digariskan sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki terutama mengenai bidang tugasnya.
  4. Moral kelompok; diartikan sebagai suatu disposisi (tabiat) anggota kelompok organisasi yang menunjukkan tingkah laku menyokong tujuan-tujuan organisasi. 

Artikel keren lainnya:

Guru wajib menguasai proses mengajar agar menghasilkan pembelajaran yang efektif

Prosedur atau langkah guru setelah menyusun program pengajaran adalah mengajar. Ini berarti bahwa mengajar adalah taktik yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.  Mengingat dalam program pengajaran sudah digariskan tujuan, kegiatan, metode dan alat bantu dalam proses belajar mengajar, maka dalam pelaksanaan pengajaran unsur-unsur tersebut harus dikoordinasikan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuan instruksional. 
Pendekatan-pendekatan yang perlu dilakukan oleh seorang guru dikemukakan oleh Mulyasa (2005:95) yaitu “sedikitnya terdapat lima pendekatan pembelajaran yang harus dipahami oleh guru yaitu pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik.”
Sudjana (1996) mengungkapkan bahwa kegiatan mengajar harus merupakan satu rangkaian utuh dari setiap tahapan mengajar. Artinya tahap demi tahap harus tampak secara berkesinambungan dari awal sampai akhir. Secara umum ada tiga tahapan besar dalam mengajar yaitu tahap permulaan yaitu tahapan yang ditempuh guru pada saat ia masuk kelas untuk mengajar, tahap pengajaran atau inti yang  membahas bahan yang telah disusun guru sebelumnya dan tahap evaluasi dan tindak lanjut untuk mengetahui tingkat keberhasilan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan. Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh sejauh mana guru mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup dalam membawakan materi pelajaran.
Zamroni (2000) menyatakan bahwa guru memerlukan tiga kemampuan dasar yakni (1) kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demonstrasi, tes, dan alat bantu lain. (2) coaching, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktekkan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan oleh siswa. (3) socratic atau mautic question dimana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari.
Seiring dengan pendapat di atas, Usman (2001) menyatakan bahwa keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang guru adalah (1) keterampilan bertanya, (2) keterampilan memberi penguatan, (3) keterampilan mengadakan variasi, (4) keterampilan menjelaskan (5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil (7) keterampilan mengelola kelas, dan (8) keterampilan mengajar perseorangan.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan melaksanakan proses belajar mengajar oleh guru dilaksanakan dengan beberapa tahap dan merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Efektifitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar perlu ditunjang dengan kemampuan dan keterampilan guru yang memadai sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada program pengajaran.

Artikel keren lainnya:

Guru wajib menjadikan sekolah bagaikan “magnet” yang mampu mengundang daya pikat peserta didik

 “Ada sebuah tempat di suatu negeri. Apabila tempat itu baik dan berkualitas, maka baik dan berkualitas pula penduduk negeri itu. Sebaliknya apabila tempat itu jelek dan tidak berkualitas, maka jelek dan tidak berkualitas pula penduduk negeri itu dan negeri itu sedang menunggu kehancuran. Dan tempat itu bernama sekolah’’

Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka, dan berdemokrasi, serta mampu bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia. Dalam pada itu, kinerja pendidikan menuntut adanya pembenahan dan penyempurnaan terhadap aspek substantif yang mendukungnya, yakni kurikulum.

Sejarah mencatat bahwa negeri kita sudah melakukan perubahan kurikulum sebanyak enam kali. Hakikat perubahan kurikulum dimaksud adalah agar dapat meningkatkan mutu pendidikan. Keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006 menandai babak baru reformasi kurikulum di Indonesia. Hadirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesungguhnya ingin menjembatani bipolarisasi antara kurikulum kuota nasional dan lokal. Karena itu, Permen hanya mengatur Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) minimal, dan membiarkan Satuan Tingkat Pendidikan menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar pembelajaran mencapai tujuan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan model kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir seturut dengan tuntutan perkembangan yang menghendaki desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengalaman selama ini dengan sistem pendidikan yang sentralistik telah menimbulkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pusat sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak tumbuh. Dalam pada itu pendidikan pun cenderung mengabaikan siswa-siswi dari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan baru berupa desentralisasi yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk mengelolah sekolah. Slamet (2005:3) 

Makin rumit dan kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh dunia pendidikan, dibutuhkan paradigma pendidikan masa depan yang dinilai lebih mampu menjawab tantangan zaman, yaitu paradigma pendidikan sistemik-organik. Paradigma ini  menekankan bahwa proses pendidikan harus memiliki ciri-ciri: (1) pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching); (2) pendidikan diorganisir dalam struktur yang fleksibel; (3) pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakter khusus dan mandiri; dan (4) pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan (Zamroni, 2000).

Dengan sistem semacam ini, dunia pendidikan kita diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas tinggi untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat. Dalam upaya mengimplementasikan paradigma pendidikan masa depan, guru berperan sebagai pilar utama peningkatan mutu pendidikan. Guru diberi kebebasan dan keleluasaan untuk mengelola proses pembelajaran secara kreatif dan mencerdaskan, sehingga pembelajaran berlangsung efektif, menarik, dan menyenangkan.

Guru tidak hanya dituntut untuk sekedar menyelesaikan program sebagaimana tertera pada program semester atau program tahunan, tetapi lebih dari itu, maka peran guru sangat penting dalam mengelola proses pembelajaran di kelas. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat saat ini, tantangan bagi guru justru semakin besar. Perubahan ini tentunya menuntut guru untuk meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pribadi, kompetensi bidang ilmu dan kompetensi dalam hal inovasi dalam pembelajaran. 

Model pendekatan pembelajaran dewasa ini memiliki nuansa demokratis, dimana guru dan siswa saling belajar dan membantu. Siswa dengan bebas boleh mengungkapkan gagasan dan pikirannya tanpa ada rasa takut terhadap guru. Guru pun harus rela dan mau belajar dari siswa, terutama siswa yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu tertentu. Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan semua informasi dengan mudah dapat diakses oleh sebagian besar siswa-siswa kita. Hanya dengan beberapa langkah mengakses internet, informasi dan pengetahuan dari berbagai belahan dunia akan terbuka lebar. Oleh sebab itu, jika guru tidak berupaya untuk meningkatkan kompetensinya, maka bukan tidak mungkin ia akan ketinggalan dengan siswanya.

Dari sisi kompetensi pribadi, guru harus memiliki kemampuan mengaktulisasikan dirinya sebagai pribadi yang baik, bertanggung jawab, terbuka dan terus mau belajar. Seluruh tugas pendidikan dan pembelajaran yang menyangkut perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya oleh guru, tapi perlu direncanakan dan dilakukan dengan rasa tanggung jawab. Meski tugas guru berperan sebagai fasilitator, tetapi guru tetap mempunyai tanggung jawab yang penuh terhadap perkembangan anak didik. 

Paradigma pembelajaran baru juga menuntut guru untuk memiliki kemampuan bidang studi yang memadai. Kemampuan ini memuat pemahaman akan karakteristik dan isi bahan ajar, mengusai konsep, mengenal metodologi dan memahami konteks bahan yang diajarkan serta kaitannya dengan kebutuhan masyarakat, lingkungan dan dengan ilmu lain. 

Kondisi pembelajaran yang banyak terjadi dewasa ini adalah guru hanya memberikan ilmu sebagai suatu produk dengan memindahkan teori-teori dari para ahli kedalam otak anak didik untuk dihafalkan. Persoalan bagaimana teori itu ditemukan dengan berbagai pendekatan, metodologinya dan pengujian untuk mengungkap fakta, masih jarang dikemukakan kedalam pikiran anak didik. Akibatnya, anak didik kita tidak pandai untuk menghubungkan teori yang mereka dapat di kelas dengan realitas yang mereka temukan di lingkungan mereka. Hal ini mengakibatkan kompetensi yang dimiliki sebagai hasil belajar siswa tidak tercapai. 

Kompetensi bidang ilmu yang baik, memungkinkan guru untuk mengajarkan ilmu sebagai sebuah proses dan bukan sebagai produk. Dengan demikian, semangat untuk terus belajar dan semangat untuk maju mesti terus dikedepankan oleh seorang guru. Kagandrungan seorang guru untuk terus mencari informasi lewat berbagai literatur baik cetak maupun elektronik, interaksi dengan teman se-profesi dan terlibat dalam berbagai diskusi maupun seminar tentang pendidikan akan membuat guru paham akan proses pendidikan.

Upaya guru dalam meningkatkan kompetensinya diharapkan dapat bermanfaat dalam membuka wawasan dan cakrawala guru, mengembangkan kompetensi yang dimiliki. Dengan demikian guru harus benar-benar menjadi “agen perubahan” dan menjadi sosok profesional yang senantiasa bersikap responsif dan kritis terhadap berbagai perkembangan dan dinamika peradaban yang terus berkembang. Guru harus selalu menjadikan sekolah bagaikan “magnet” yang mampu mengundang daya pikat anak-anak bangsa untuk berinteraksi, berdialog, dan bercurah pikir dalam suasana lingkungan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

Artikel keren lainnya:

Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Mengajar Guru

Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dipengaruhi oleh peran kepala sekolah. Hal ini disebabkan kepala sekolah disamping sebagai manajer juga berperan sebagai supervisor pendidikan yang turut memberikan pengaruh positif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 

Refered (Idris, 2001:49) mengemukakan bahwa “tingkah laku kepemimpinan berhubungan erat dengan kinerja guru yang tinggi dan konsiderasi dalam tingkah laku kepemimpinan erat hubungannya dengan kinerja guru daripada komponen lain.”

Dirawat (1986) menyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab kepala sekolah digolongkan menjadi dua bidang yaitu tugas kepala sekolah bidang administrasi dan tugas di bidang supervisi. Tugas kepala sekolah dibidang administrasi digolongkan dibidang manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, gedung dan halaman, keuangan dan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat. Sedangkan tugas kepala sekolah di bidang supervisi bertugas memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan dan penilaian pada masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.

Purwanto (1987) menyatakan supervisi pengajaran adalah kegiatan pembinaan dan bimbingan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi guru dan materi untuk meningkatkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik dan terciptanya tujuan pendidikan.

Atmodowirio (2000) menyatakan bahwa tugas kepala sekolah berkewajiban untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap apa yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini tugas kepala sekolah adalah membantu guru dalam:
1. Melihat dengan jelas tujuan pendidikan.
2. Membimbing murid dalam belajar.
3. Menggunakan sumber-sumber belajar.
4. Menggunakan metode dan alat pelajaran modern.
5. Memenuhi kebutuhan belajar.
6. Menilai kemajuan murid dan hasil pekerjaan guru.
7. Membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan.
8. Mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada murid di sekolahnya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Atmodowirio (2000) bahwa dalam pelaksanaan teknik pembelajaran yang tidak dapat segera diaplikasikan oleh guru, maka kepala sekolah mengambil peran dalam upaya pembinaan dan bimbingan secara sistematik dan disusun mekanisme profesional guru melalui kegiatan:
1. Melihat dengan jelas proses belajar mengajar.
2. Melihat jelas tujuan-tujuan pendidikan.
3. Menyusun kegiatan  belajar mengajar.
4. Menerapkan metode mengajar yang baik.
5. Menggunakan sumber pengalaman belajar.
6. Menciptakan alat peraga dan penggunaannya.
7. Menyusun program belajar mengajar.
8. Menyusun tes hasil belajar.
9. Membina moral dan kegembiraan kerja.

Mulyasa (2004) menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan untuk melaksanakan model pembelajaran yang menarik bagi peserta didik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik dan pembinaan artistik.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kepala sekolah sebagai supervisor pada intinya bertugas memberi rangsangan, bimbingan dan bantuan kepada guru-guru agar kompetensi mengajar mereka dapat meningkat sehingga situasi pembelajaran semakin efektif dan efisien. Kepala sekolah perlu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, aman dan menantang agar para guru lainnya bersikap terbuka, kreatif dan imajinatif. Hal ini menunjukkan bahwa peran kepala sekolah sangat besar dalam memberikan arah dalam pelaksanaan tugas guru sebagai tenaga pengajar. 

Artikel keren lainnya:

Kemampuan melaksanakan penilaian hasil belajar

Guru adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan pembelajaran yang terjadi di sekolah khususnya di kelas,.  Dengan demikian guru perlu mengetahui prosedur pelaksanaan penilaian untuk mengukur sejauh mana  pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan hasil yang dicapai oleh siswa. 

Tyler (Arikunto, 2001:3) menyatakan bahwa “evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah dicapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa penyebabnya.”

Ali (Djamarah, 2000) mengemukakan bahwa sebagai alat hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi yang lebih penting adalah sebagai dasar umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan.

Sudjana (1996:64) menyatakan bahwa “ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penilaian yakni prosedur penilaian dan penetapan cara penilaian. Prosedur penilaian menetapkan cara penilaian yang akan dilakukan sedangkan alat penilaian berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa.”

Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memperoleh kepastian mengenai keberhasilan anak didik dan memberikan masukan kepada guru tentang sejauh mana tingkat keberhasilan anak didik dalam memahami materi pelajaran. Disamping itu penilaian juga berfungsi sebagai pengambilan keputusan untuk mengetahui dan mengembangkan program pengajaran.

Penilaian bagi guru dilaksanakan untuk mengetahui dan mengenal fungsi evaluasi sehingga mudah untuk menerapkannya dalam menilai keberhasilan pengajaran. 

Al Haj (Djamarah, 2000) fungsi penilaian dari segi anak didik secara individual berfungsi 
(1) mengetahui tingkat pencapaian anak didik dalam suatu proses belajar mengajar 
(2) menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan 
(3) memberi basis laporan kemajuan anak didik 
(4) menghilangkan halangan-halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu praktek. 

Sedangkan dilihat dari segi program pengajaran, penilaian berfungsi 
(1) memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi anak didik 
(2) memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok anak didik yang homogen 
(3) diagnosis dan remedial pekerjaan anak didik 
(4) memberi dasar pertimbangan dan penyuluhan 
(5) dasar pemberian angka dan rapor bagi kemajuan peserta didik 
(6) memotivasi anak didik. 
(7) mengidentifikasi dan mengkaji kelainan anak didik 
(8) menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat 
(9) mengadministrasi sekolah 
(10) mengembangkan kurikulum dan 
(11) mempersiapkan penelitian pendidikan di sekolah.

Sudjana (Djamarah, 2000) menyatakan bahwa penilaian hasil belajar berfungsi untuk (1) mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang dikuasai oleh siswa (2) untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan oleh guru. Melalui fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya pengajaran. Rendahnya hasil belajar siswa tidak semata-mata disebabkan karena kemampuan siswa, tetapi juga karena kurang berhasilnya guru dalam mengajar.

Tujuan penilaian bagi guru adalah untuk memperbaiki cara belajar mengajar, mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi anak didik, serta menempatkan anak didik pada situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Tujuan lain adalah untuk memperbaiki atau mendalami dan memperluas pelajaran.

Artikel keren lainnya:

Pengaruh kompetensi guru dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan

Pendidikan mempunyai peranan dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan dan menjadi titik sentral pembangunan. Manusia yang berkualitas memiliki keseimbangan antara tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial dan aspek kebangsaan. Manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi fisik dan non fisik; dengan potensi potensi tersebut manusia mampu berkarya dan berbudi pekerti luhur. 

Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan disiplin sosial. Manusia yang memiliki aspek kebangsaan mernpunyai rasa cinta tanah air, jiwa patriotik dan berwawasan masa depan. Berorientasi pada peningkatan kualitas manusia Indonesia tersebut, maka peranan pendidikan dalam pembangunan dapat dirumuskan sebagai berikut: Dalam meningkatkan manusia sebagai makhluk individu yang berpotensi fisik dan non fisik, dilaksanakan dengan pemberian pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Pembentukan dan penanaman nilai yang meliputi nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus ditempatkan pada prioritas utama dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk selalu belajar dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya. Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu sekolah berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah.

Secara kualitas, prestasi para siswa kita cukup membanggakan dan mengharumkan nama Indonesia dalam berbagai ajang lomba dan kejuaraan Olimpiade tingkat dunia. Pada IMO (International Mathematics Olympiad) yang berlangsung di Madrid, tanggal 10 hingga 22 Juli 2008, Tim Olimpiade Matematika Indonesia meraih medali perak, dan dua perunggu serta dua penghargaan "honorable mention". Pada International Mathematics Contest (IMC) 2009 yang yang diikuti 557 siswa dari 8 negara, seperti China, Singapura, Hongkong, Philipina, Taiwan, Malaysia, India  dan Indonesia yang berlangsung di Singapura tanggal 21-24 Agustus 2009, Indonesia berhasil meraih 13 medali. Hal ini tentu merupakan prestasi yang cukup menggembirakan, sampai dengan saat ini Indonesia menjadi salah satu Negara yang selalu memperoleh medali emas di ajang Olimpiade Internasional.  

Dibalik keberhasilan sebagaimana dijelaskan di atas, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi masyarakat Indonesia sampai pada hari ini masih banyak berada dalam kancah keprihatinan dan jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik.

Hal lain yang kurang menggembirakan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang belum memadai. Peningkatan kualifikasi pendidikan bagi setiap guru sangat mutlak diperlukan, hal ini berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Statement ini didukung oleh hasil penelitian Hattie (2000) yang menunjukkan bahwa sebanyak 63% mutu pembelajaran sangat ditentukan oleh pendidikan guru, sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain di sekolah. Ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan guru, akan berbanding lurus dengan peningkatan prestasi belajar siswa.

Mengantisipasi persaingan pendidikan di era globalisasi, banyak sekolah di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah-sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi, pendidikan diharapkan menghasilkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, suka atau tidak suka dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja dan dapat bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari negara lain.

Era pasar bebas memungkinkan masuknya lembaga pendidikan dan tenaga pendidik yang mempunyai kemampuan internasional di Indonesia. Untuk itu kemampuan bersaing lembaga pendidikan dan tenaga pendidik harus ditingkatkan. Sistem dan praktik pendidikan berkualitas hanya akan lahir apabila terdapat guru professional dan memiliki kompetensi yang disyaratkan. Guru sebagai agen pembelajaran diharapkan memiliki empat kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional.

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan para guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik dan masyarakat sekitar. Selanjutnya kompetensi kepribadian bermakna bahwa karakteristik pribadi harus menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan mereka membimbing peserta didik dalam menguasai materi yang diajarkan.

Pemenuhan standar kualitas pendidik dapat mendorong para guru untuk segera meningkatkan kompetensinya. Paling tidak terdapat lima alasan yang melatar belakangi pentingnya guru untuk meningkatkan kompetensi, yaitu alasan moral, alasan professional, alasan kompetitif, alasan akuntabilitas, dan alasan formal, yaitu:
  1. Alasan moral, bahwa para siswa, orang tua dan masyarakat berhak atas mutu pendidikan terbaik. Ini adalah landasan moral di dalam pendidikan. Untuk itu menjadi tugas guru sebagai profesional bidang pendidikan untuk menyediakan pelayanan yang terbaik bagi anak-anak bangsa.
  2. Alasan professional. Profesionalisme menyiratkan suatu dan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa dengan melaksanakan praktek-praktek pedagogis yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk itu tugas guru adalah memberikan praktek-praktek pedagogis yang unggul sesuai dengan standar kompetensi yang disyaratkan.
  3. Alasan kompetitif.  Sebagaimana dalam dunia komersial, dalam pendidikan juga terdapat kompetisi. Oleh karena itu para pendidik dan staf kependidikan dihadapkan pada tantangan kompetisi, untuk itu maka lembaga pendidikan dituntut untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan kurikulumnya.
  4. Alasan Akuntabilitas. Guru memiliki tuntutan akuntabilitas mencakup kejelasan tujuan dan outcome dari hasil pembelajaran yang terukur oleh masyarakat.
Keempat alasan diatas dikemukakan oleh Sallis (2002) dalam bukunya “TQM in education”, namun tentu saja bagi kita ada alasan formal yang menuntut upaya kita meningkatkan kompetensi.


Alasan Formal yakni Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, juga Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru merupakan alasan formal yang mendasari kewajiban guru untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya.
Alasan formal merupakan kristalisasi dari keempat alasan diatas dalam bentuk peraturan/perundang-undangan. Tentu saja banyak dari aktifitas guru untuk meningkatkan kompetensi dirinya yang tidak termaktub oleh peraturan/perundang-undangan karena belum ada peraturan yang dapat menginventarisirnya. Dalam keadaan seperti ini empat alasan sebelumnya hendaknya menjadi rujukan guru untuk tetap meningkatkan kualitas pembelajaran.

Artikel keren lainnya:

Pengaruh manajerial kepala sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan

Bergulirnya reformasi menuju terwujudnya masyarakat madani, krisis multi dimensional, belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan, padahal bangsa Indonesia sedang mengembangkan sektor industri.  Bahkan para pakar kajian masa depan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia harus menghadapi revolusi industri dan revolusi informasi secara bersamaan  (Mulyasa, 2004).  Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia harus dapat memulihkan krisis yang sedang dihadapi dan ketertinggalan di bidang ilmu dan teknologi yang merupakan tulang punggung industri di satu sisi, secara bersamaan memberikan sokongan dalam mengarahkan perkembangan abad informasi, sesuai dengan cita-cita reformasi. 

Berbagai upaya harus dilakukan untuk mewujudkan cita-cita reformasi, menjadi negara yang besar, berdaulat, merdeka dan dapat menentukan nasib bangsanya sendiri yaitu perlu adanya informasi-informasi yang strategik seperti pemetaan potensi kekayaan alam, penguasaan sistem telekomunikasi dan teknologi.  Untuk keperluan tersebut diperlukan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk terus mengembangkan diri.

Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih berada pada kondisi yang memprihatinkan. Harsono (Mulyasa, 2004:4), menyatakan “rendahnya tingkat pendidikan merupakan penghambat dalam mempergunakan teknologi modern untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki daya saing”.  Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini juga merupakan batu sandungan untuk berkiprah di kancah percaturan dunia yang semakin kompetitif dan mengglobal.  

Langkah pertama yang harus dilakukan agar Indonesia dapat berperan serta dalam kancah percaturan dunia adalah penataan sumber daya manusia baik dari aspek intelektual, emosional, spritual, kreativitas, moral maupun tanggung jawabnya yang dilakukan secara sistematis dan  berkelanjutan melalui sistem pendidikan yang berkualitas. Penataan dan pengembangan kualitas pendidikan dimulai dengan menata manajemen sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai manajer memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Kepala sekolah merupakan pemimpin tertinggi dalam lingkungan sekolah yang dibinanya.  Maju dan mundurnya sekolah sangat tergantung pada model, karakter, perilaku dan mental kepala sekolahnya. Kepala sekolah adalah seorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah (Wahjosumidjo, 2003). Demikian penting dan strategisnya peran seorang kepala sekolah dalam memajukan sekolah, maka kepala sekolah perlu membekali diri dengan segenap kemampuan, kreativitas dan pengabdian yang prima agar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional.

Kebutuhan kepala sekolah dengan kompetensi manajerial semakin mendesak seiring diberlakukannya konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based management). Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Umum (Depdiknas, 2000b) menyatakan bahwa sekolah yang menerapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, kepala sekolah memegang peranan yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia.   Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran  sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.  Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mempunyai kompetensi manajerial yang memadai agar mampu mengambil inisiatif untuk meningkatkan mutu sekolah. 

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa umumnya kepala sekolah belum menerapkan pola manajerial yang profesional, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kompetensi kepala sekolah. Rendahnya kompetensi kepala sekolah antara lain disebabkan oleh pengangkatan kepala sekolah tidak dilihat dari aspek kompetensi yang dimiliki, tetapi hanya didasarkan pada senioritas, pengalaman mengajar dari para pengambil kebijakan.  Kondisi ini berimplikasi pada tidak terciptanya iklim demokratis dan kondusif untuk melaksanakan tugas-tugas kependidikan.  

Artikel keren lainnya:

Pentingnya kompetensi mengajar guru dalam proses pembelajaran

Guru sebagai subyek yang berinteraksi langsung dengan murid dalam proses belajar mengajar turut berperan serta dalam peningkatan kualitas pendidikan.  Seorang guru harus mamahami fungsinya, karena hal tersebut akan mempengaruhi cara bertindak dan bertutur sehubungan dengan pekerjaannya di kelas. Pengetahuan dan pemahamannya tentang kompetensi guru akan mendasari pola kegiatannya dalam menunaikan  profesi sebagai guru. Guru yang setiap hari bergaul dengan murid dan mengemban tugas sebagai pendidik yang berkewajiban membantu pertumbuhan dan perkembangan murid menuju pada kedewasaan. Bantuan tersebut bukan hanya pada aspek intelektual, akan tetapi berkenaan dengan aspek sikap, minat, perkembangan emosi dan  perkembangan sosial.

Setiap guru sebagai petugas profesional ikut bertanggung jawab terhadap tercapainya tujuan pendidikan.  Oleh karena itu, guru harus ikut dalam menentukan kebijakan pendidikan di sekolah. Guru harus terlibat secara aktif dalam menentukan kebijakan penyelenggaraan sekolah mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada pengevaluasian sesuai dengan pandangan tentang administrasi sekolah yang  harus dikelola melalui usaha kerjasama yang terarah pada suatu tujuan yang sama. Keterlibatan dalam kegiatan manajemen pendidikan di sekolah akan mendorong guru untuk bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.  Akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan tersebut menjadi tanggung jawab dan akan memberikan kepuasan kerja bagi guru yang bersangkutan.  

Syaodih (Mulyasa, 2005) mengemukakan bahwa guru memegang peranan yang cukup penting  baik dalam perencanaan maupun pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Dengan demikian maka guru yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum. Pada bagian lain Simon (Mulyasa, 2005) telah merangkum lebih dari 10 hasil penelitian di negara-negara berkembang dan menunjukkan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik. Kualitas guru dapat dilihat dari dua segi, dari proses dan dari hasil. Dari segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental  maupun sosial dalam pembelajaran. Dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik kearah penguasaan kompetensi dasar  yang lebih baik.  Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan berbagai kompetensi pembelajaran.

Kompetensi mengajar guru menjadi sorotan publik. Masyarakat mengklaim bahwa rendahnya mutu lulusan dan kualitas pendidikan anak didik disebabkan karena kinerja guru yang tidak optimal.  Publik tidak melihat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kinerja guru di sekolah, salah satunya adalah pelaksanan fungsi manajerial kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah.  Jika pelaksanaan fungsi-fungsi ini optimal, dimana setiap elemen sekolah dilibatkan dalam setiap program yang akan dilaksanakan, maka praktis guru akan menunjukkan kreativitas kerja yang optimal sebagai wujud pertanggungjawaban atas keputusan dan kebijakan yang ditetapkan. Pentingnya kompetensi mengajar guru dalam proses belajar mengajar telah menarik sejumlah praktisi untuk mengembangkan penelitian tentang hubungan antara kompetensi manajerial kepala sekolah dan kompetensi mengajar guru.

Ballohe (2001) mengadakan penelitian tentang beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran pada SMK Negeri di Kota Makassar menyimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi mengajar guru dalam pengelolaan pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Latif (2003) tentang analisis beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru pada Madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Bone menyimpulkan bahwa tingkat pelaksanaan supervisi kepala sekolah memberikan pengaruh yang berarti terhadap kinerja guru.

Penelitian lain dilakukan oleh Nawi (2004) tentang hubungan keefektifan kepemimpinan kepala sekolah, profesionalisme guru dan kinerja guru pada SMP Negeri di Kota Palu menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru.

Pengembangan kompetensi mengajar guru dilapangan terdapat ketimpangan walaupun para guru memiliki kualifikasi pendidikan yang berasal dari perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan guru harusnya berkorelasi positif dengan kompetensi mengajar. Namun dalam kenyataannya sehari-hari banyak guru kurang optimal dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Hal ini dapat dilihat pada pembuatan rencana pembelajaran, pelaksanaan proses belajar mengajar sampai pada penilaian hasil belajar siswa.

Pembuatan perencanaan pembelajaran merupakan hal yang sangat penting  dalam rangka mempersiapkan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya banyak guru yang  mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Dengan demikian maka guru tidak melakukan persiapan dalam mengajar. Mengajar tanpa persiapan, disamping merugikan guru sebagai tenaga profesional juga akan mengganggu peserta didik. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, guru dituntut untuk menguasai model-model pembelajaran sehingga para siswa mendapatkan metode dan pola baru dalam menerima materi pelajaran sehingga daya serap siswa dapat ditingkatkan, kenyataan menunjukkan bahwa guru lebih banyak menerapkan model pembelajaran konvensional berupa ceramah dan diskusi sehingga siswa kurang tertarik untuk menerima materi pelajaran. Hal ini mempengaruhi minat siswa dalam menerima materi pelajaran. Dalam hal penilaian, banyak guru yang memberikan soal kepada siswa tanpa menganalisis validitas dan reliabilitas butir soal, tingkat kesukaran, daya pembeda sehingga tes yang dibuat belum memenuhi standar untuk digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan siswa.

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada peserta didik. Sesuai dengan kemajuan dan tuntutan zaman, guru harus memiliki kompetensi untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Dalam pada itu guru dituntut memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal. 

Guru harus memahami kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar profesional senantiasa terdorong untuk tumbuh dan berkembang sebagai perwujudan sikap dan tidak puas terhadap kemampuan yang dimilikinya. Bekerja secara mekanis dan rutin dengan menggunakan pola mengajar yang tetap, tidak memungkinkan guru mengembangkan kompetensinya secara efektif. Kreativitas dan inisiatif guru harus dimanfaatkan secara konkrit agar para guru memperoleh pengalaman dalam  meningkatkan kemampuannya sebagai petugas profesional. Pengalaman profesional yang berharga hanya mungkin diperoleh dari guru-guru yang berani dan selalu bersedia mewujudkan ide, gagasan dan prakarsa untuk memperbaiki dan mengembangkan kompetensi mengajar kepada siswa. Kompetensi mengajar perlu didukung oleh kompetensi manajerial kepala sekolah agar tercipta suasana dan iklim kerja yang kondusif bagi guru dalam meningkatkan kompetensi mengajarnya.

Artikel keren lainnya:

Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Mengajar Guru

Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dipengaruhi oleh peran kepala sekolah. Hal ini disebabkan kepala sekolah disamping sebagai manajer juga berperan sebagai supervisor pendidikan yang turut memberikan pengaruh positif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 

Refered (Idris, 2001:49) mengemukakan bahwa “tingkah laku kepemimpinan berhubungan erat dengan kinerja guru yang tinggi dan konsiderasi dalam tingkah laku kepemimpinan erat hubungannya dengan kinerja guru daripada komponen lain.”

Dirawat (1986) menyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab kepala sekolah digolongkan menjadi dua bidang yaitu tugas kepala sekolah bidang administrasi dan tugas di bidang supervisi. Tugas kepala sekolah dibidang administrasi digolongkan dibidang manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, gedung dan halaman, keuangan dan pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat. Sedangkan tugas kepala sekolah di bidang supervisi bertugas memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan dan penilaian pada masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.

Purwanto (1987) menyatakan supervisi pengajaran adalah kegiatan pembinaan dan bimbingan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi guru dan materi untuk meningkatkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik dan terciptanya tujuan pendidikan.

Atmodowirio (2000) menyatakan bahwa tugas kepala sekolah berkewajiban untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap apa yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini tugas kepala sekolah adalah membantu guru dalam:
1. Melihat dengan jelas tujuan pendidikan.
2. Membimbing murid dalam belajar.
3. Menggunakan sumber-sumber belajar.
4. Menggunakan metode dan alat pelajaran modern.
5. Memenuhi kebutuhan belajar.
6. Menilai kemajuan murid dan hasil pekerjaan guru.
7. Membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan.
8. Mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada murid di sekolahnya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Atmodowirio (2000) bahwa dalam pelaksanaan teknik pembelajaran yang tidak dapat segera diaplikasikan oleh guru, maka kepala sekolah mengambil peran dalam upaya pembinaan dan bimbingan secara sistematik dan disusun mekanisme profesional guru melalui kegiatan:
1. Melihat dengan jelas proses belajar mengajar.
2. Melihat jelas tujuan-tujuan pendidikan.
3. Menyusun kegiatan  belajar mengajar.
4. Menerapkan metode mengajar yang baik.
5. Menggunakan sumber pengalaman belajar.
6. Menciptakan alat peraga dan penggunaannya.
7. Menyusun program belajar mengajar.
8. Menyusun tes hasil belajar.
9. Membina moral dan kegembiraan kerja.

Mulyasa (2004) menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan untuk melaksanakan model pembelajaran yang menarik bagi peserta didik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik dan pembinaan artistik.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kepala sekolah sebagai supervisor pada intinya bertugas memberi rangsangan, bimbingan dan bantuan kepada guru-guru agar kompetensi mengajar mereka dapat meningkat sehingga situasi pembelajaran semakin efektif dan efisien. Kepala sekolah perlu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, aman dan menantang agar para guru lainnya bersikap terbuka, kreatif dan imajinatif. Hal ini menunjukkan bahwa peran kepala sekolah sangat besar dalam memberikan arah dalam pelaksanaan tugas guru sebagai tenaga pengajar. 

Artikel keren lainnya:

Cara membuat suasana ulangan menjadi menarik bagi siswa agar diperoleh data valid dan akurat

Ulangan biasanya dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan bagi siswa, suasana tegang selalu terpancar di wajah siswa sehingga mengakibatkan siswa kehilangan fokus. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil yang dicapai oleh siswa, dengan demikian guru tidak memperoleh data dan nilai valid, akurasi data menjadi berkurang walaupun mereka telah mempersiapkan diri jauh hari sebelum pelaksanaan ulangan.

Di sisi lain, data yang akurat dan valid sangat diperlukan oleh guru, nilai yang diperoleh akan menjadi bahan analisis tentang sejauhmana tingkat penguasaan terhadap kompetensi yang diberikan. Suasana menegangkan dalam pengumpulan data, hasilnya sudah bisa dipastikan bahwa nilai yang diperoleh jauh dari harapan. Sehingga sangat memungkinkan ada siswa yang mendapat predikat baik dan aktif selama mengikuti proses belajar mengajar justru memperoleh hasil yang tidak memuaskan.

Olehnya itu, dibutuhkan suatu cara, metode atau strategi yang tepat dalam pengumpulan data. Ulangan yang biasanya menegangkan, dikondisikan sedemikian rupa sehingga ulangan tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan atau menegangkan melainkan sesuatu yang menyenangkan. 

Salah satu desain ulangan yang bisa di praktekkan adalah mengadopsi system undian berhadiah. Guru hanya membuat beberapa soal yang ditulis dikertas, satu soal satu kertas, kemudian dilipat atau digulung, kertas ini dapat dikatakan sebagai kupon soal yang di jawab oleh seluruh siswa. kemudian minta salah satu siswa untuk melakukan penarikan kupon. Kupon yang dipilih oleh siswa dibaca didepan kelas, kemudian meminta siswa untuk menjawabnya. Pada soal berikutnya, mintalah siswa lainnya untuk melakukan hal yang sama sampai dengan sejumlah soal yang diinginkan.

Selanjutnya, agar lebih menarik lagi maka tambahkan salah satu kupon yang berisi “BONUS SATU SOAL BENAR”, artinya jika dalam penarikan kupon soal, mereka mendapatkan kupon ini maka semua siswa di kelas tersebut dianggap telah menjawab satu soal dengan benar. Anda pasti sudah bisa membayangkan suasana kelas, mereka semua akan berharap sekali untuk mendapatkan kupon ini. Tentunya, suasana demikian mampu mempengaruhi mental dan jiwa siswa, ketegangan yang dihadapi oleh siswa menjadi cair oleh suasana yang menyenangkan. Sehingga dapat mengembalikan fokus siswa mengikuti ulangan, hasil yang diperoleh bisa dikatakan akurat karena siswa menjalaninya dalam kondisi rileks, tenang, dan senang.

Inilah salah satu cara bagaimana membuat suasana ulangan menjadi menarik dan menyenangkan bagi siswa, cara ini sangat sederhana namun demikian hasilnya justru dapat memicu motivasi dan semangat belajar siswa mengikuti proses belajar mengajar dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan prestasi belajar siswa.

Artikel keren lainnya:

Alasan mengapa guru harus keras kepada siswa

Proses pembinaan di sekolah saat ini sangat lemah, guru selalu merasa terancam karena siswa mendapat perlindungan HAM secara berlebihan, tanpa ada batasan, tanpa mengenal ruang dan situasi. Sederhanya, guru seolah-olah berada dalam lingkungan yang penuh kerawanan yang setiap saat dapat mengantarkan mereka menjalani proses hukum.

Bagi guru, pengertian dan pemahaman orang tua terhadap proses yang terjadi di sekolah sangat diharapkan sehingga dalam menjalankan tugasnya, tidak ada beban dan tekanan yang selalu mengintai, dengan demikian guru secara penuh tanggung jawab dapat melaksanakan tugas pokoknya.
Otonomi guru sangat diperlukan, sebelum era adanya HAM, kualitas pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapakan. Tiap tindakan guru terhadap siswa dengan maksud untuk membentuk karakter, menanamkan sikap positif, dan menciptakan perubahan atas hasil belajar dan prestasi belajar siswa mendapatkan perlindungan penuh, baik dari pemerintah maupun dari orang tua atau pihak lainnya. Walaupun tindakan guru itu keras terhadap siswa, namun tidak sampai membuat guru berurusan dengan hukum atau mendapatkan tuntutan dari orang tua siswa.

Bandingkan dengan saat sekarang, saat dimana HAM berdiri tegak, menjadi kekuatan tiada batasnya, kekuatan yang tidak memperhatikan dan mempertimbangkan proses yang terjadi di dunia pendidikan, kekuatan yang tidak melihat bagaimana faktor psikologi siswa yang sebenarnya. Sehingga oleh sebagian orang tua memanfaatkan peluang ini untuk melakukan penuntutan terhadap guru yang dianggap melanggar HAM. Padahal tindakan keras guru pada prinsipnya ditujukan untuk menciptakan perubahan pada diri siswa sehingga terjadi peningkatan kualitas hasil belajar maupun prestasi belajar siswa.

Mengapa guru harus keras pada siswa? Ketahuilah bahwa tindakan keras guru tidak lahir begitu saja melainkan karena adanya sebab yang bersumber dari siswa itu sendiri. Ketahui pula bahwa tindakan keras yang dilakukan oleh guru terhadap siswa tidak mengandung maksud lain melainkan hanya untuk merubah siswa menjadi lebih baik. Inilah yang salah ditanggapi oleh sebagian orang tua terhadap guru.

Secara psikologi, potensi dan kapasitas manusia akan berfungsi maksimal apabila menempatkan manusia dalam situasi dan kondisi yang memaksa dan tertekan. Hal itu pasti memompa manusia untuk melakukan hal-hal diluar kemampuannya, diluar gaya hidupnya dan diluar keterbatasannya. Biasanya manusia yang mencapai puncak kesuksesan selalu melewati situasi dan kondisi ini. 

Artinya, bagi beberapa siswa yang memiliki mental dan karakter kurang baik, yang memiliki kompetensi rendah, yang memiliki kemampuan menalar rendah, yang memiliki pola pikir dan budaya yang kurang baik, dibutuhkan tindakan keras dan memaksa, tentunya menekankan pada terciptanya perubahan dan pengeksploitasian potensi dan kapasitas siswa, penggalian bakat dan minat siswa baik dilakukan secara sukarela maupun atas bimbingan guru.

Untuk memperkuat asumsi di atas walaupun hanya diangkat dari pengalaman orang-orang tertentu, banyak orang yang sukses terdorong oleh tindakan keras guru, bahkan mereka mengatakan “kalau bukan guru ….. saya tidak mungkin bisa sadar”, “saya berutang budi pada guru…., hukumannyalah yang membuat saya sadar bahwa saya telah salah jalan”. Lihat pula pengalaman beberapa orang guru yang mengaku bahwa kebanyakan siswa yang mengucapkan terima kasih padanya karena telah sukses adalah siswa yang pernah dihukumnya atau siswa yang selalu mendapatkan tindakan keras darinya.

Berdasarkan hal itu, percaya atau tidak percaya, itulah kenyataan yang terjadi. Jika anda percaya maka berikanlah kewenangan penuh kepada guru dalam melaksanakan tugas pokoknya, jauhkan mereka dari tindakan-tindakan yang dapat meruntuhkan semangat mereka untuk membentuk sikap, karakter pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa. Berilah perlindungan kepada guru agar dalam menjalankan tugasnya merasa aman, nyaman, dan jauh dari tekanan. Karena semua itu sangat diperlukan oleh guru dalam memaksimalkan fungsinya melakukan pembinaan, pembimbingan, pendidikan, mengajar dan pengarahan serta penuntunan kepada siswa untuk menguasai kompetensi yang harus dikuasainya.

Artikel keren lainnya:

Ada pelangi di mata siswa, tuntun dan siramilah agar selalu bersemi

Pagi yang cerah, takkala jendela terbuka, senyuman polos menghiasi sebuah wajah yang penuh dengan harapan keindahan, wewangian tubuh alami dan kedamaian dalam jiwa-jiwa suci demi sebuah jalan yang berhiaskan warna-warni kehidupan. Hamparan kenikmatan menanti dihadapan mereka, namun kemasannya belumlah sempurna apabila tidak dibarengi dengan kualitas pendidikan yang mereka kuasai.

Apakah kita ingin membiarkan pelangi menjadi redup seiring waktu dan perkembangannya? Apakah kita ingin melepaskan begitu saja? Tentunya kita semua sepakat bahwa diperlukan sebuah tindakan yang dapat menuntun mereka menemukan sumber cahaya agar selalu bersinar tanpa harus bergantung pada sumber-sumber cahaya disekitarnya.

Pekerjaan ini tidaklah mudah, pekerjaan ini tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat, akan tetapi diperlukan kesabaran dan ketekunan kita semua untuk membentuk, menyambung dan menyatukan semua potongan-potongan warna sehingga terjalin satu kesatuan yang utuh sebagai modal dan dasar mereka menjalani, menempuh, menghadapi semua tekanan dan tantangan kehidupan karena semakin kedepan, semakin berat beban yang dihadapi, semakin kompleks persoalan yang akan dipecahkan. Inilah keterampilan yang harus dikuasai dan adalah kewajiban kita untuk mengisinya demi satu tujuan yakni membuat pelangi semakin bersinar.

Pertanyaannya adalah apakah kita sudah menyiapkan mereka? apakah kita sudah memenuhi kewajiban itu? Apakah kewajiban yang sudah kita kerjakan sesuai dengan harapan? Apakah mereka telah memiliki apa yang harus mereka kuasai setelah kewajiban dipenuhi? Apakah mereka telah memahami dunianya sebelum berbaur kedalam dunia nyata?, dunia yang penuh dengan tantangan dan tekanan?, dunia yang penuh dengan persaingan?, dunia yang semakin kompetitif? Mampukah mereka menghadapinya hanya bermodalkan kompetensi yang mereka kuasai?

Tentunya, semua pertanyaan di atas akan kembali lagi kepada bagaimana proses pembelajaran yang kita laksanakan. Disinilah diperlukan evaluasi dan refleksi, mengingat kembali tahapan-tahapan pembelajaran yang telah dilalui. Segala kekurangan harus diperpaiki dan disempurnakan, semua kelebihan minimal dipertahankan dan jika perlu ditingkatkan agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Mengingat dunia pendidikan bergerak maju, dinamis, dan mengikuti perkembangan jaman, maka proses pembelajaran pun harus mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Maka dengan demikian, proses menyajikan materi pun di dorong untuk selalu mengikuti perubahan yang terjadi sehingga antara lingkungan pendidikan dan dunia nyata menyatu menjadi satu kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi.

Bagi guru, perubahan dimaksud dapat berupa model, metode, strategi, pendekatan dan juga termasuk pemanfaatan media pembelajaran. Dalam kurikulum pendidikan nasional, guru wajib mengintegrasikan TIK kedalam pembelajaran. Hal ini merupakan jawaban atas semakin majunya dunia pendidikan, apalagi beberapa penelitian menunjukkan hasil positif terkait pemanfaatan TIK sebagai media pembelajaran. Kesimpulan para ahli menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan audio visual, tingkat penerimaan siswa dapat mencapai 80 persen, sedangkan pembelajaran secara konvensional hanya bisa mencapai angka 20 persen.

Karena tujuan kita adalah membuat pelangi terus bersinar maka sebagai guru teruslah berinovasi, berkreasi, dan selalu mengikuti perubahan dan perkembangan jaman termasuk memanfaatkan media TIK ke dalam pembelajaran, apalagi saat ini semua bidang mengalami digitalisasi. Tentunya dunia pendidikan harus bergerak lebih maju lagi menyiapkan generasi yang mampu bertahan dan bahkan memenangkan persaingan di tengah ketatnya kegilaan modernisasi dan gaya hidup saat ini.

Kecenderungan ini harus ditangkap oleh guru sehingga proses pembelajaran lebih bermakna dan bernilai tidak hanya pada pemenuhan tuntutan kurikulum tetapi mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan yang dianggap merosot saat ini. Buatlah mereka untuk terus tersenyum, menebar aroma tubuh alami, menatap dunianya dengan optimism tinggi, dan tentunya pelangi semakin bersinar.

Artikel keren lainnya:

Hanya beberapa menit saja anda pasti langsung paham dengan kurikulum dengan cara berikut

Apakah anda sudah paham dengan kurikulum? bila belum maka mungkin melalui video yang share ini dapat memudahkan anda memahami kurikulum dengan jelas sehingga tidak ada lagi pertanyaan seperti apakah kurikulum itu?

Ketahuilah bahwa jika membaca semua bundel mengenai kurikulum, saya yakin semakin lama anda membacanya maka akan semakin membosankan, mengapa? karena masih banyak yang mesti dibaca, terutama materi yang akan diajarkan kepada siswa.

Olehnya dibutuhkan suatu langkah atau dapat dikatakan sebagai peta konsep sehingga memahami kurikulum tidak membutuhkan waktu yang lama. Bagaimana caranya? 

Lihatlah video yang saya share berikut. Melalui video ini saya cepat memahami kurikulum, video ini juga yang membuat saya membuka kembali semua dokumen kurikulum. Dan ternyata jelas dan benar bahwa cara yang ditunjukkan melalui video ini sangat membantu saya untuk memahami seperti apakah kurikulum itu.

Jangan lupa subscribe, karena biasanya akan menyemangati pembuatnya untuk membuat hal baru, sesuatu yang bermanfaat dan membantu sekali terkait profesi kita. Berikut Video yang saya maksudkan:



Artikel keren lainnya:

Salah satu prilaku anak yang harus dipahami karena menuntut tanggung jawab kita sebagai guru dan orang tua

Ada satu kebiasaan seorang anak, apabila dicermati secara mendalam maka kebiasaan tersebut merupakan pesan kepada orang tua, guru dan orang dewasa lainnya untuk melakukan proses penuntunan, pembinaan, pembimbingan dan perlindungan. Semua proses ini sebenarnya adalah kewajiban orang tua, guru dan orang dewasa lainnya terhadap anak. 

Apa kebiasaan itu? Kebiasaan yang saya maksudkan adalah menyalakan lampu pada saat tidur malam. Walaupun saat tidur ditemani oleh orang terdekatnya, mereka tetap meminta lampu dinyalakan, beragam alasan disampaikan, tetapi itu hanyalah upaya agar permintaannya dipenuhi. 

Apakah itu kemauan mereka secara sadar? Ketahuilah bahwa kebiasaan itu merupakan perintah otak bawah sadar mereka. Suatu kebiasaan yang sebenarnya merupakan proses melatih otak dalam rangka pembentukan jaringan-jaringan syaraf otak. Apa buktinya? Lihatlah perilaku anak sebelum tidur, ada banyak tingkah laku yang dilakukan oleh anak, mulai dari meniru gerakan di film, sampai dengan melakukan refleksi atas aktivitasnya seharian. Gerakan-gerakan atau aktivitas ini hanya dapat dikerjakan oleh anak pada saat sebelum tidur dan dalam ruang yang tidak gelap. 

Lalu pesan apa yang disampaikannya?

1. Penuntunan

Tolong tuntun saya”, mungkin seperti itulah apabila disusun dalam suatu kalimat. Pesan ini dapat diketahui dari gerakan anak yang merefleksi semua aktivitas mereka seharian, saat mereka melakukan aktivitas tersebut, besar kemungkinannya mereka tidak tahu pengaruh dan dampak yang akan terjadi baik pada dirinya sendiri maupun dalam perjalanannya dikemudian hari. Kita sebagai orang tua, guru atau orang dewasa lainnya harus bisa masuk dalam proses refleksi ini, menyamakan otak kita dengan mereka, kemudian apabila terdapat suatu aktivitas yang dapat merugikan anak, berbahaya, mengandung unsur anormal, jauh dari etika dan etiket, dan lain sebagainya yang tidak sesuai dengan karakter yang baik maka disitulah kesempatan kita untuk meluruskannya, menuntun mereka untuk tidak mengulangi perbuatan negatif tersebut dan atau menunjukkan kepada mereka suatu kebenaran.

2. Pembinaan

Tolong bina saya”, inilah pesan yang sangat berat. Akan tetapi sebagai orang tua, guru atau orang dewasa lainnya wajib melakukannya. Proses pembinaan bertujuan untuk menggali potensi dan kapasitas yang dimilikinya. Proses pembinaan merupakan tindakan untuk mengeksploitasi bakat dan minat anak untuk dikembangkan menjadi modal dalam menghadapi kehidupannya. Pembinaan di rumah bagi orang tua, di sekolah bagi guru dan dilingkungan sekitarnya bagi orang dewasa lainnya. Pembinaan mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 

3. Pembimbingan
Tolong bimbing saya”, pesan ini merupakan pesan yang mengandung ketidakmampuan dan keterbatasan anak, sehingga diperlukan proses pembimbingan yang terarah, efektif dan akurat. Tentunya melalui tindakan belajar yang diberikan secara bertahap sesuai dengan tingkatan usia dan perkembangannya. Pembimbingan bisa pada aspek sikap dan pembentukan karakter, aspek akademik atau pengetahuan maupun aspek keterampilan.

4. Perlindungan

Tolong lindungi saya”, pesan ini merupakan pesan yang membutuhkan telaah, meminta lampu tetap dinyalakan karena ada perasaan takut dengan kegelapan. Sesungguhnya secara nyata, permintaan itu jelas maknanya, namun secara tersirat pesan ini merupakan gambaran bahwa perjalanan kehidupan mereka masih panjang, mereka masih sangat membutuhkan peran orang tua, guru dan orang dewasa lainnya untuk mengisi dan membekali diri menghadapi kehidupannya sendiri. Tentunya rasa takut ini sangat beralasan karena apabila proses penuntunan, pembinaan dan pembimbingan tidak berjalan sesuai yang diharapkan maka akan berdampak negatif pada kehidupannya kelak. Sehingga itulah mengapa mereka selalu takut dengan kegelapan.

Olehnya itu, terhadap orang tua, guru dan orang dewasa lainnya agar benar-benar dan bersungguh-sungguh melaksanakan tanggung jawabnya. Satunya tindakan baik orang tua, guru dan orang dewasa lainnya adalah harapan anak dan itulah kunci utama kesuksesan anak dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup serta merupakan dasar berpijak anak dalam memenangkan persaingan yang semakin kompetitif di segala bidang kehidupan.

Artikel keren lainnya:

Memperbaiki miskonsepsi siswa melalui model pembelajaran pemecahan masalah ( problem solving).

Setiap siswa dan fisikiawan menafsirkan konsep-konsep fisika dengan caranya sendiri (tafsiran idiosynoratic). Tentu bayangan tentang konsep atom dalam kepala para fisikiawan hanya sedikit berbeda satu dengan yang lain, tetapi bayangan dari konsep atom dalam kepala siswa dapat banyak berbeda satu sama lainnya. Maka kita membedakan antara konsep dan konsepsi. Atom adalah salah satu konsep fisika yang artinya disepakati oleh banyak fisikiawan. Konsepsi atom adalah penafsiran seseorang dari konsep atom, bagaimana orang tersebut membayangkan atom?. Jadi konsep adalah pengertian umum sedangkan konsepsi dapat berbeda untuk setiap orang. Jika konsepsi seseorang banyak menyimpang dari apa yang dimaksudkan oleh para ilmuawan, maka konsepsi itu disebut miskonsepsi. 

Sekitar 20 tahun yang lalu sejumlah peneliti fisika mulai mempelajari jenis-jenis kesalahan siswa dan mencari sebab dari kesalahan  siswa dalam fisika. Ternyata seringkali kesalahan siswa terjadi bukan ralat menghitung atau kelemahan matematika saja, tetapi ada pola yang jelas dan konsisten (tetapi salah) dalam jawaban siswa, maka lahirlah istilah “ miskonsepsi” Banyak miskonsepsi tidak lahir di sekolah, tetapi jauh sebelumnya yang disebut “prakonsepsi”. Misalnya, Osborne (1982) mewancarai siswa SD di AS yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan. Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne menemukan empat model mengenai arus dari dua kutup (clascing current: kedua arus bertabrakan dan menyalakan lampu), arus yang semakin berkurang karena digunakan oleh lampu dan alat lain (model konsumsi) dan arus yang tetap (model ilmu). Penelitian lain seperti Cohen et. al. (1983) di Israel, Shipstone (1984) di Inggris, Lichi (1990) di Belanda, Maiche (1982) di Jerman, Joshua dan Dupin (1987) di Perancis, dan McDermott dan Van Zee (1985) di Amerika Serikat menemukan miskonsepsi yang sejenis dan banyak miskonsepsi lain mengenai arus dan tegangan listrik, yang terjadi pada siswa SD, SLTP, SMA, dan mahasiswa. Berbagai miskonsepsi yang ditemukan antara lain menurut model konsumsi (consumption or attenuation model) besar arus listrik dalam rangkaian seri berkurang pada setiap tahanan atau lampu. Jadi sebagian arus diserap pada setiap komponen rangkian sehingga (menurut siswa) arus dekat kutub positif lebih besar daripada arus dekat kutub negatif dari sumber daya. 

Demikian pula dengan sejumlah besar siswa di SMA saat ini, juga mengalami miskonsepsi pada materi pelajaran fisika, terutama pada materi pelajaran listrik dinamis, seperti misalnya jika siswa diberikan suatu rangkaian listrik yang terdiri dari dua lampu, satu buah baterai, dan satu buah resistor ternyata banyak mengalami miskonsepsi, antara lain :
  1. semakin jauh dari kutub positif sumber, semakin kecil  arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan resistor (disebut model konsumsi);
  2. jika ada komponen yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yang dipengaruhi, tetapi besar arus sebelumnya letak komponen sama dengan semula (penalaran lokal).
  3. sumber tegangan dipandang sebagai sumber arus tetap daripada sumber tegangan tetap dan hal ini menyebabkan banyak kesalahan.
  4. jika ada lampu dalam rangkaian seri atau paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong dan kabel yang keluar dianggap nol. Bahkan menganggap voltmeter rusak daripada konsepsi beda potensialnya salah.
  5. banyak siswa mencampur adukkan istilah seri dan paralel. (Bunga Dara Amin dkk, 2006)


Selanjutnya apabila ditanyakan tentang : 

a). Apa bedanya antara arus  dan tegangan ?
Siswa menjawab : Arus mengalir dari + ke – sedangkan tegangan mengalir dari – ke +

b). Jika beberapa lampu yang identik dirangkai secara seri. Bagaimana terangnya lampu ke 2 dan ke 3 dibandingkan dengan lampu ke 1?.
Siswa menjawab : Lampu pertama paling terang, yang kedua lebih redup, yang ketiga paling redup, sebab sebagian dari arus diserap oleh lampu pertama, maka arus berkurang. (Bunga Dara Amin dkk, 2006)

Dari jawaban-jawaban yang diutarakan oleh siswa-siswa tersebut di atas, ternyata banyak mengalami miskonsepsi diantaranya adalah (1) siswa tidak cukup membedakan antara arus dan tegangan listrik; (2) siswa menganggap bahwa lampu menyala karena lampu menyerap arus (daripada menyerap energi dari elektron) Berdasarkan dari kenyataan ini, maka  disimpulkan bahwa ternyata ada pola tertentu dalam miskonsepsi siswa terhadap konsep-konsep di dalam materi listrik dinamis. Kebanyakan siswa secara konsisten mengembangkan konsep listrik dinamis yang salah yang secara tidak sengaja terus menerus mengganggu pelajaran listrik dinamis. Miskonsepsi ini mencul dari pengalaman sehari-hari dan sulit sekali diperbaiki. Implikasi dari miskonsepsi dapat menurunkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan adanya indikasi miskonsepsi ini, guru dapat mengatasinya melalui model pembelajaran pemecahan masalah ( problem solving). Adapun model pembelajaran pemecahan masalah adalah memberikan soal-soal kepada siswa, kemudian diberi kesempatan untuk mengerjakan soal-soal, selanjutnya meminta siswa mempresentasikan hasil kerjanya, tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh miskonsepsi dalam menjawab soal-soal tersebut.

Untuk mencapai hasil maksimal, maka diperlukan suatu pendekatan yang tepat misalnya pendekatan praktikum atau pengalaman lingkungan,  pendekatan responsi (penyelesaian soal disertai pembahasan), dan pendekatan pertanyaan atau tanya jawab. Pada umumnya model pembelajaran pemecahan masalah mengadaptasi Model Pembelajaran Pemecahan Masalah yang dikembangkan oleh Ronal D Anderson dkk, yang dicirikan; (1) mengenal masalah,(2) memperjelas atau menjelaskan masalah,(3) menetapkan komponen yang relevan dan yang tidak relevan dalam masalah,(4) memberikan hipotesa sementara,(5) menyusun strategi yang digunakan untuk menguji bersama-sama hipotesa yang disesuaikan, (6) menguji hipotesa yang disesuaikan, dan (7) mengumpulkan data dan menggambarkan kesimpulan ( Euwe Van den Berg, 1991). 

Pada dasarnya model pembelajaran pemecahan masalah, menekankan pada proses, dan produk, yakni siswa secara langsung mengobservasi masalah, mengumpulkan data, menganalisa data, menyusun hipotesa, mencari hubungan data yang hilang dari data yang telah terkumpul untuk kemudian mencari kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah. 

Artikel keren lainnya:

Ujian Nasional Perbaikan untuk Peserta UN Tahun Pelajaran 2015/2016

Bagi siswa siswi yang merasa nilai ujian nasionalnya kurang, pemerintah membuka kesempatan emas kepada anda yang ingin melakukan perbaikan nilai. Yang dapat mengikuti ujian nasional perbaikan ini khusus setingkat SMA, MA, SMK dan Paket C. Adapun mata ujian yang dapat diikutkan dalam ujian perbaikan ini adalah mata ujian yang nilainya kurang dari 55 atau sama dengan 55. 

Ujian perbaikan ini juga khusus pada siswa yang mengikuti ujian tahun pelajaran 2015/2016. Ujian nasional perbaikan dilaksanakan dalam bentuk ujian berbasis komputer (UNBK) atau menggunakan system CAT atau dilakukan secara online.


Ujian nasional perbaikan ini tidak diperuntukan kepada semua siswa tetapi hanya kepada siswa yang berkeinginan untuk melakukan perbaikan. Jadi raih kesempatan menarik ini, karena masa depan anda ditentukan oleh seberapa baik nilai yang tertera didalam ijasah anda.

Adapun caranya adalah calon peserta mendaftarkan diri secara langsung ke satuan pendidikan yang telah ditunjuk oleh dinas pendidikan provinsi. Nanti petugas pendaftaran akan melakukan verifikasi persyaratan peserta dan memasukkan data calon peserta pada laman www.unp.kemdikbud.go.id.

Calon peserta tidak harus mendaftarkan diri kabupaten/kota atau propinsi asal peserta. Jadi dimanapun anda asal masih diwilayah Indonesia, anda bisa mengikuti ujian nasional perbaikan ini. Anda hanya disarankan untuk mendaftar pada sekolah yang telah ditunjuk. Adapun daftar sekolah yang dimaksud dapat anda lihat pada link dibawah ini.

Ujian nasional perbaikan ini tidak dipungut biaya alias gratis. Mengenai nilai, hasil UN dan UNP tidak diakumulasi atau digabungkan. Peserta akan mendapatkan SHUN Perbaikan.

Berikut hal-hal yang perlu anda ketahui sebelum melakukan pendaftaran :




Selamat berjuang semoga bermanfaat bagi masa depan anda.


Artikel keren lainnya:

Alasan mengapa langit berwarna biru pada saat cuaca cerah

Salah satu fenomena alam yang selalu mendapatkan perhatian dan dilambangkan dengan keteduhan, ketenangan dan kehangatan adalah warna biru langit. Warna biru langit muncul di saat cuaca cerah, apalagi setelah hujan. Namun pernahkah kita berminat untuk mengetahui mengapa warna langit itu berwarna biru?

Langit yang berwarna biru karena sebuah proses yang disebut dengan hamburan Rayleigh (Rayleigh scattering). Cahaya yang berasal dari matahari menumbuk molekul-molekul di udara kemudian terhambur ke semua arah. Besar hamburan sangat bergantung pada frekuensi yakni warna cahaya. Cahaya biru yang memiliki frekuensi tinggi, terhambur sepuluh kali lebih banyak daripada cahaya merah yang memiliki frekuensi lebih rendah. Maka cahaya hamburan yang kita lihat di langit adalah cahaya biru.

Proses ini juga yang menerangkan mengapa ada warna merah yang indah sewaktu matahari terbenam. Ketika matahari tidak jau dari cakrawal, cahaya harus melalui lapisan atmosfer lebih tebal untuk sampai ke mata kita. Selama perjalanan itu, cahaya biru terhambur, tetapi warna merah yang tidak begitu mudah terhambur berhasil meneruskan perjalanannya sampai ke mata kita.

Artikel keren lainnya: