Pembelajaran yang baik tercipta karena guru memiliki kompetensi sehingga proses belajar mengajar lebih variatif. Kompetensi dapat meningkat apabila sumber informasi tidak hanya pada satu sumber misalnya buku pelajaran.
Variatif mengandung maksud bahwa terdapat percampuran dari beberapa sumber belajar, seyogyanya guru harus mampu membelajarkan dirinya tidak pada satu sumber saja melainkan juga dari beberapa sumber tersebut.
Kalau sekiranya terasa sulit, satu sumber belajar sudah bisa menciptakan pembelajaran yang vatiatif, dalam hal ini guru harus memiliki kreatifitas, inovatif dan penuh obsesi. Tentunya, harus ada target yang mesti di capai, sehingga segala tindakan dapat diukur, untuk kemudian menjadi data dan informasi dalam rangka perbaikan pembelajaran.
Persoalan dunia pendidikan bukan hanya persoalan kurikulum atau sistem, persoalan utama justru datang dari guru itu sendiri. Tanpa merendahkan guru, sejujurnya yang harus kita jawab adalah berapa banyak guru yang mempunyai website favorit sebagai sumber informasinya? Ingatlah bahwa banyak website dapat menjadi sumber yang baik tentang cara-cara pelaksanaan pembelajaran yang baik, berhasil dan menyenangkan.
Kemudian berapa banyak pula guru yang tahu nama pengarang dari sumber belajarnya? Orang yang sering membuka buku terutama buku kesukaannya pasti hafal nama pengarang dan bahkan penerbitnya.
Bagaimana mau meningkatkan kualitas pendidikan, "sorry" gurunya saja mungkin tidak pernah membaca. Guru yang memiliki keterbatasan informasi, gaya mengajarnya cenderung "hanya kasih buku " atau dari awal hanya "menulis". Apabila menerangkan materi, lebih banyak marahnya. Pada umumnya guru demikian adalah guru yang belum siap mengajar.
Tugas pemerintah sekarang adalah memperbanyak pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kompetensi guru. Pelatihan sangat penting bagi guru, sangat berbeda guru yang selalu mengikuti pelatihan dengan guru yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Melalui pelatihan, motivasi belajar dan mengajar guru dapat mengalami peningkatan. Dan melalui pelatihan pula, pertukaran informasi terkait proses belajar mengajar dapat terupdate dengan baik. Apakah pemerintah sudah maksimal terlibat dalam proses peningkatan prestasi belajar mengajar guru?
Semenjak era reformasi, frekuensi pelatihan guru mengalami penurunan akibat desentralisasi yang tidak berjalan dengan baik atau kebijakan pemerintah daerah belum maksimal memandang dunia pendidikan sebagai bagian dari peningkatan pembangunan di daerah. Banyak hak-hak guru terabaikan salah satunya adalah mengikuti pelatihan. Hal ini terjadi oleh karena kompetensi penyelenggara negara khususnya didaerah tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang dunia pendidikan. Terlalu banyak posisi-posisi strategis terkait pendidikan di tempati oleh orang-orang yang tidak kompeten sebagai imbas dari pengaruh politik.
Padahal untuk membangun sebuah daerah terlebih dahulu sumber daya manusianya yang dibangun. Kesalahan kita selama ini adalah terlalu besar perhatian pemerintah daerah pada pembangunan fisik, pembangunan berupa fisik memang diperlukan namun sumber daya manusianya harus terlebih dahulu siap. Ketika Jepang mengalami kehancuran akibat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, hal pertama yang mereka prioritaskan adalah pembangunan SDM. Tidak butuh waktu lama, kini Jepang menjadi negara maju, bukan karena faktor lain namun karena kompetensi SDMnya. Uni Emirat Arab termasuk negara terbelakang, rakyatnya hidup nomaden, kurangnya ilmu pengetahuan yang membuat mereka menjadi negara miskin, ketika prioritas pembangunan di arahkan pada pembangunan dunia pendidikan, titik terang mulai terbuka, bahkan kini menjadi negara maju, SDM mampu mengelola SDA-nya tanpa bantuan tenaga asing, bahkan UEA menjadi salah satu negara yang kaya akan tenaga ahli semua bidang. Singapura adalah negara yang tidak memiliki SDA, namun ekonomi mereka jauh di atas Indonesia, tidak lain adalah faktor pendidikan. Malaysia dalam sejarahnya pernah belajar dari Indonesia, kini justru terbalik.
Indonesia merdeka sudah 70 tahun, sampai saat ini Indonesia masih terbelakang di semua bidang. Tidak lain karena dunia pendidikan bukan prioritas utama pembangunan sehingga masyarakatnya selalu terbelakang. Indikator perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan hanya dua, pertama kompetensi guru dan kedua kesejahteraan guru. Sampai saat ini keduanya masih sangat rendah, kompetensi dan kesejahteraan guru jauh dibawah negara-negara lain. Maka jangan heran kalau output yang dihasilkan juga jauh dibawah negara lain, apapun kurikulumnya kalau kedua hal ini tidak di perhatikan tetap pendidikan di Indonesia hanya mampu melahirkan banyak kaum terpelajar tetapi bermental "kacung" karena tidak di dukung dengan kompetensi yang dimiliki.
Dengan demikian, untuk membawa Indonesia menjadi negara maju maka kebijakan pemerintah harus diprioritaskan pada ke dua hal di atas yakni kompetensi dan kesejahteraan. Bagaimana pemerintah mendorong guru agar memiliki motivasi memperkaya dirinya dengan berbagai informasi terbaru, ilmu pengetahuan terbaru yang diperoleh dari berbagai sumber. Berbagai bentuk kegiatan seperti pelatihan, workshop dan bahkan mendatangkan tenaga-tenaga ahli yang langsung melakukan pendampingan di sekolah-sekolah guna membimbing guru untuk bekerja lebih profesional perlu di tingkatkan.
Pemerintah tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kompetensi guru kepada guru itu sendiri, pemerintah harus menjadi privat bagi guru, karena hanya sedikit dari sekian banyak guru yang mau berkorban demi pengembangan dan peningkatan kompetensinya. Hal ini terbukti dari kurangnya jumlah guru yang mengikuti lomba guru berprestasi, banyaknya guru yang mentok pada golongan IV/a, dan kurangnya karya tulis ilmiah hasil karya guru, apalagi kalau berbicara tentang teknologi informasi.
Oleh karena itu, belum bisa kita mengharapkan pembelajaran yang aktif, variatif, kreatif, menyenangkan dan inovatif sebelum ada upaya untuk menuntaskan kompetensi guru yang rendah, motivasi belajar guru yang rendah, kesejahteraan guru yang rendah dan referensi guru yang terbatas akibat kurangnya sumber belajar yang bisa di akses oleh guru.
Belum ada tanggapan untuk "Guru kurang referensi, pembelajaran tidak berkualitas"
Post a Comment