Pekerjaan yang tidak ada ujungnya adalah mendidik, namun
demikian pendidik harus terus berjalan mengantarkan peserta didik menuju
ufuk. Tidak ada kata menyerah, tidak ada
kata bosan, teruslah bekerja dan berusaha untuk membuka lapak-lapak sebagai
pijakan anak didik meraih masa depannya.
Jangan memandang peserta didik hanya karena tugas dan
tanggung jawab, tetapi bawalah mereka karena keimanan dan ketulusan hati,
cinta, kasih sayang dan keiklasan sebagai bagian dari pengabdian kita kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Merekalah estafet masa depan, merekalah yang akan
meneruskan buah karya kita saat ini. Merekalah yang akan menuliskan bait dan
syair yang akan membawa kita pada kedamaian menuju hari tua, hari dimana kita
tidak mampu lagi untuk berbagi pengetahuan.
Bentuklah peserta didik dengan bentuk yang paling sempurna
agar kedepan mereka tidak melahirkan generasi-generasi palsu, kelihatan
memiliki kemampuan tetapi kenyataan jauh dari harapan. Jangan sampai jalanpun
tidak nampak di depan mata, karena ilmu tidak terkorelasi dengan jalan stapak
yang harus mereka lalui, akibat dari hilangnya keaslian ilmu pengetahuan yang
mereka miliki.
Sebagai pendidik, kembangkan kreatifitas peserta didik,
tanamkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nantinya dipakai untuk menggapai
ufuk. Di jaman sekarang, tantangan semakin kompleks baik dari dalam maupun dari
luar, butuh kesiapan untuk menghadapinya. Apalagi arus informasi yang semakin
cepat, tidak terbatas pada kalangan
tertentu tetapi sudah menjadi kebutuhan semua manusia.
Menuju ufuk tidaklah mudah, belum ada satupun manusia yang
bisa mencapai ufuk, namun perlu dipahami bahwa siapa yang langkahnya lebih jauh
maka merekalah yang paling berpengetahuan. Menuju ufuk bagaikan para kabilah
arab, mereka bukanlah orang-orang yang
tidak berpengetahuan, mereka merupakan orang-orang terpandang, semakin jauh
mereka berjalan maka semakin dalam pula ilmu pengetahuan yang mereka miliki,
para kabilah adalah moyang para penguasa arab. Artinya kalau peserta didik hanya
diberi pengetahuan tetapi asal memenuhi tugas dan tanggung jawab saja maka
kedepan mereka akan dilindas oleh kabilah-kabilah penguasa informasi saat ini.
Menarik untuk di telaah, bahwa banyak pendidik yang hanya
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik, apakah siswa paham
atau tidak, mereka hanya bersandar pada waktu, yang terpenting siklus
pembelajaran berjalan sesuai yang direncanakan, masalah hasil terserah yang
empunya(orang tua) untuk diperbaiki. Maka lahirlah lembaga-lembaga bimbingan
belajar, kursus, privat dan lain sebagainya.
Bila kita perbandingkan dengan pendidik dimasa lalu, maka
kita akan menemukan kesenjangan motivasi pendidik. Saat ini pekerjaan mendidik
sudah disemangati oleh pemikiran liberal, pemikiran yang mengedepankan
kebebasan berpikir, pemikiran yang hanya memandang materi sebagai tujuan utama
sehingga jangan heran apabila semangat undang-undang guru dan dosen lebih pada
pemenuhan ambisi dan egoisme pribadi, sebagai wujudnya adalah sertifikasi guru.
Program yang menguntungkan pendidik tetapi telah meracuni dunia pendidikan,
demi alasan ekonomi, pendidik melakukan berbagai cara agar terpenuhi syarat
sebagai pendidik profesional. Maka kemudian berbagi jam untuk memenuhi tatap
muka 24 jam di kelas, walaupun kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan
pengertian profesional itu sendiri, yang rugi adalah peserta didik, jalannya
semakin buram karena mendapatkan pelita yang redup. Olehnya itu, kepada
pendidik yang telah mendapatkan sertifikat pendidik sebagai predikat profesional
untuk terus meningkatkan empat kompetensi anda yakni kompetensi pedagogik,
sosial, profesional dan akademik.
Akan sangat berbahaya apabila peserta didik melampaui
kemampuan pendidik, karena mereka akan mudah tersesat, sebab jalannya dibuka
dengan meraba-raba tanpa petunjuk. Pengetahuan mereka hanya berfungsi sebagai
alat pembuka jalan bukan penunjuk arah. Karakter usia muda yang selalu mencoba
sesuatu yang baru dapat merusak tatanan yang sudah terencana jauh hari,
akibatnya timbullah kecelakaan dimana-mana, program rehabilitasi menunjukkan
terdapatnya masalah di dunia pendidikan, hukum, sosial dan budaya.
Jika demikian kenyataannya, apakah arah kompas masih
menunjuk ufuk dengan tepat?
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Menapak jalan menuju ufuk"
Post a Comment